Ibu Bunuh Anak Kandung, Psikolog: Pelaku Kurang Liburan
A
A
A
JAKARTA - Seorang ibu bernama Novi Wanti (25) tega menganiaya anak kandungnya, Greinal Wijaya (5), hingga tewas. Pemicunya hanya gara-gara si anak kerap mengompol. Berdasarkan pandangan psikolog, kejadian ini tak lepas dari adanya masalah pada diri pelaku.
Psikolog sosial dari Universitas Airlangga M G Bagus Ani Putra, mengatakan, kekerasan dalam rumah tangga disebabkan banyak faktor. Salah satunya adalah faktor ekonomi yang berujung pada frustasi. Bagus mencontohkan teori Agresi Frustrasi dari Dollard dan Miller.
Menurut mereka, frustrasi menyebabkan agresi. Melihat dari teori itu, saat ini banyak agresi yang disebabkan frustrasi akibat kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Ia melihat, tindakan Novi Wanti bisa jadi akibat frustrasi dengan kondisi hidup.
"Bisa karena faktor ekonomi, rumah tangga atau beban hidup lainnya," tutur Bagus kepada KORAN SINDO. (Baca: Sering Ngompol, Anak 5 Tahun Dianiaya Ibu Muda hingga Tewas)
Melihat kejadian ini, ia menyarankan agar keluarga tetap sebagai filter utama agresi. Agar agresi tidak meningkat, perlu memperbanyak komunikasi terlebih ketika ada anggota keluarga yang berkonflik. "Saran saya untuk personal, jika emosi meningkat dan cenderung untuk agresif," tuturnya.
Selain itu, ia menyarankan untuk keluar sebentar dari objek emosi dan melakukan pelampiasan yang sifatnya positif. Misalnya liburan, beribadah, melakukan hobi atau sekadar menjalankan hal-hal ringan yang disukai. “Jika telah fresh kita dapat berpikir logis,” pungkasnya.
Psikolog sosial dari Universitas Airlangga M G Bagus Ani Putra, mengatakan, kekerasan dalam rumah tangga disebabkan banyak faktor. Salah satunya adalah faktor ekonomi yang berujung pada frustasi. Bagus mencontohkan teori Agresi Frustrasi dari Dollard dan Miller.
Menurut mereka, frustrasi menyebabkan agresi. Melihat dari teori itu, saat ini banyak agresi yang disebabkan frustrasi akibat kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Ia melihat, tindakan Novi Wanti bisa jadi akibat frustrasi dengan kondisi hidup.
"Bisa karena faktor ekonomi, rumah tangga atau beban hidup lainnya," tutur Bagus kepada KORAN SINDO. (Baca: Sering Ngompol, Anak 5 Tahun Dianiaya Ibu Muda hingga Tewas)
Melihat kejadian ini, ia menyarankan agar keluarga tetap sebagai filter utama agresi. Agar agresi tidak meningkat, perlu memperbanyak komunikasi terlebih ketika ada anggota keluarga yang berkonflik. "Saran saya untuk personal, jika emosi meningkat dan cenderung untuk agresif," tuturnya.
Selain itu, ia menyarankan untuk keluar sebentar dari objek emosi dan melakukan pelampiasan yang sifatnya positif. Misalnya liburan, beribadah, melakukan hobi atau sekadar menjalankan hal-hal ringan yang disukai. “Jika telah fresh kita dapat berpikir logis,” pungkasnya.
(thm)