Raperda Perpasaran di Jakarta Tuai Polemik Masyarakat
A
A
A
JAKARTA - Rencana Pemprov DKI menerbitkan, Raperda tentang Pengelolaan dan Pengembangan Usaha Pasar Jaya dan Raperda tentang Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Pasar Jaya dinilai mematikan pedagang tradisional. Namun, Pemprov DKI justru beralasan Raperda tersebut dibutuhkan untuk meingkatkan pedagang kecil.
Wakil Ketua Bidang Kajian dan Penelitian Persaingan Usaha Lembaga Kajian dan Bantuan Hukum Pedagang Pasar, Rian Hidayat menilai Raperda Pengelolaan Pasar Jaya dan Raperda Perumda Pasar Jaya berpotensi praktik persaingan usaha tidak sehat. Menurut Rian, bunyi kedua rapedra tersebut memberikan kewenangan terlalu dominan pada Perumda Pasar Jaya.
Dimana, kekuasaan perusahaan tersebut sangat besar baik di hulu (mengelola atau membangun sarana dan prasana di area Pasar Jaya) maupun di hilir (melakukan usaha-usaha) pada area Pasar Jaya.
Bahkan, Rian yang telah melaporkan raperda tersebut kepada Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) menilai kedua raperda tersebut akan mematikan pedagang tradisional.
Dia meminta KPPU menggunakan kewenangan sesuai Pasal 35 huruf e Undang-Undang No 5/1999 yang mana KPPU dapat memberikan saran dan pertimbangan pada kedua raperda tersebut sebelum disahkan guna kepentingan pedagang tradisional. Bahkan Rian juga meminta kepada Presiden untuk memperhatikan pedagang- pedagang tradisional agar terus eksis.
Karena pedagang tradisional adalah warisan budaya dan juga ciri khas ekonomi kerakyatan Indonesia, sehingga tujuan Pasal 3 Undang-Undang No. 5/999 dapat tercipta yaitu iklim usaha yang kondusif yang menjamin kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, menengah dan kecil.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DKI Jakarta Abraham Lunggana (Lulung) meminta Lembaga Kajian dan Bantuan Hukum Pedagang Pasar mendatangi DPRD DKI Jakarta untuk menemui Bapemperda ataupun dirinya ketimbang melaporkan ke KPPU. Sebab, kata dia, Raperda Pengelolaan Pasar Jaya dan Raperda Perumda Pasar Jaya itu masih dalam tahap penelitian yang merupakan tahap akhir raperda menjadi Perda melalui pengesahan dalam rapat paripurna.
Dalam tahap penelitian tersebut, lanjut Lulung, pasal demi pasal akan dibahas satu persatu dan masih bisa direvisi apabila dianggap bertentangan dengan tujuan dari kedua raperda tersebut yakni meningkatkan kesejahteran pedagang kecil.
"Kedua raperda soal pasar ini ada karena perkembangan pasar modern yang tidak mengakomodir pelaku usaha kecil. Tidak adanya kepastian hukum sebab pelaku usaha kecil tidak diakomodir. Silakan sampaikan aspirasi ke kami agar dibahas dan ditampung bila sesuai dengan tujuan mensejahterakan pedagang tradisional," kata Lulung saat dihubungi kemarin.
Direktur Utama PD Pasar Jaya Arif Nasrudin menegaskan, selama ini pemerintah tidak bisa mengatur jalur distribusi barang karena tidak punya kekuatan hukum. Misalnya dalam penyaluran pangan memlaui KJP guna memenuhi kebutuhan pangan warga kecil.
Penyaluran KJP yang melalui pasar menjadi kendala belum berjalan normal lantaran banyak pasar modern yang tidak mau menerapkannya.
Selain itu, kata Arif, menjamurnya pasar modern hingga di kawasan pasar membuat pasar tradisional tergilas.
"Kalau pemerintah tidak hadir siapa yang menjaga inflasi. Ada sesuatu yang salah kalau ada laporan ini. Saya enggak paham kenapa enggak diklarifikasi ke kita, raperda belom mulai. Kita sudah undang mereka, apa saja aspirasinya. Hal-hal kayak gini saya takut pemerintah gak punya kekuatan nantinya," tegasnya.
Terkait berdirinya Jakmart dan Jakgrosir, lanjut Arif merupakan wujud dari peran pemerintah dalam meningkatkan pedagang kecil. Dimana, pedagang kecil mendapatkan harga murah dari Jakgrosir dan warga mendapatkan murah dari Jakmart dalam memenuhi kebutuhannya.
Wakil Ketua Bidang Kajian dan Penelitian Persaingan Usaha Lembaga Kajian dan Bantuan Hukum Pedagang Pasar, Rian Hidayat menilai Raperda Pengelolaan Pasar Jaya dan Raperda Perumda Pasar Jaya berpotensi praktik persaingan usaha tidak sehat. Menurut Rian, bunyi kedua rapedra tersebut memberikan kewenangan terlalu dominan pada Perumda Pasar Jaya.
Dimana, kekuasaan perusahaan tersebut sangat besar baik di hulu (mengelola atau membangun sarana dan prasana di area Pasar Jaya) maupun di hilir (melakukan usaha-usaha) pada area Pasar Jaya.
Bahkan, Rian yang telah melaporkan raperda tersebut kepada Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) menilai kedua raperda tersebut akan mematikan pedagang tradisional.
Dia meminta KPPU menggunakan kewenangan sesuai Pasal 35 huruf e Undang-Undang No 5/1999 yang mana KPPU dapat memberikan saran dan pertimbangan pada kedua raperda tersebut sebelum disahkan guna kepentingan pedagang tradisional. Bahkan Rian juga meminta kepada Presiden untuk memperhatikan pedagang- pedagang tradisional agar terus eksis.
Karena pedagang tradisional adalah warisan budaya dan juga ciri khas ekonomi kerakyatan Indonesia, sehingga tujuan Pasal 3 Undang-Undang No. 5/999 dapat tercipta yaitu iklim usaha yang kondusif yang menjamin kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, menengah dan kecil.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DKI Jakarta Abraham Lunggana (Lulung) meminta Lembaga Kajian dan Bantuan Hukum Pedagang Pasar mendatangi DPRD DKI Jakarta untuk menemui Bapemperda ataupun dirinya ketimbang melaporkan ke KPPU. Sebab, kata dia, Raperda Pengelolaan Pasar Jaya dan Raperda Perumda Pasar Jaya itu masih dalam tahap penelitian yang merupakan tahap akhir raperda menjadi Perda melalui pengesahan dalam rapat paripurna.
Dalam tahap penelitian tersebut, lanjut Lulung, pasal demi pasal akan dibahas satu persatu dan masih bisa direvisi apabila dianggap bertentangan dengan tujuan dari kedua raperda tersebut yakni meningkatkan kesejahteran pedagang kecil.
"Kedua raperda soal pasar ini ada karena perkembangan pasar modern yang tidak mengakomodir pelaku usaha kecil. Tidak adanya kepastian hukum sebab pelaku usaha kecil tidak diakomodir. Silakan sampaikan aspirasi ke kami agar dibahas dan ditampung bila sesuai dengan tujuan mensejahterakan pedagang tradisional," kata Lulung saat dihubungi kemarin.
Direktur Utama PD Pasar Jaya Arif Nasrudin menegaskan, selama ini pemerintah tidak bisa mengatur jalur distribusi barang karena tidak punya kekuatan hukum. Misalnya dalam penyaluran pangan memlaui KJP guna memenuhi kebutuhan pangan warga kecil.
Penyaluran KJP yang melalui pasar menjadi kendala belum berjalan normal lantaran banyak pasar modern yang tidak mau menerapkannya.
Selain itu, kata Arif, menjamurnya pasar modern hingga di kawasan pasar membuat pasar tradisional tergilas.
"Kalau pemerintah tidak hadir siapa yang menjaga inflasi. Ada sesuatu yang salah kalau ada laporan ini. Saya enggak paham kenapa enggak diklarifikasi ke kita, raperda belom mulai. Kita sudah undang mereka, apa saja aspirasinya. Hal-hal kayak gini saya takut pemerintah gak punya kekuatan nantinya," tegasnya.
Terkait berdirinya Jakmart dan Jakgrosir, lanjut Arif merupakan wujud dari peran pemerintah dalam meningkatkan pedagang kecil. Dimana, pedagang kecil mendapatkan harga murah dari Jakgrosir dan warga mendapatkan murah dari Jakmart dalam memenuhi kebutuhannya.
(whb)