Tidak Kerja Sama BPJS, RS Swasta Akan Kehilangan Pasar
A
A
A
JAKARTA - Rumah Sakit (RS) Swasta tidak berkewajiban untuk bekerjasama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Kerugian RS swasta tidak bekerja sama dengan BPJS, pada 2019 mendatang RS swasta akan kehilangan pasar.
Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Koesmedi Priharto mengatakan alasan RS swasta belum bekerja sama dengan BPJS beranekaragam. Menurutnya, mau atau tidaknya tergantung dari RS itu sendiri dalam berekspansi.
"Ya memang tidak wajib. Kecuali RS negeri, TNI dan Polri itu wajib. Nah, 2019 kan masuk universal health coverage, kalau RS swasta tidak mau bekerja sama ya kehilangan pasar," kata Koesmedi saat dihubungi pada Rabu, 13 September 201 kemarin.
Koesmedi menjelaskan, untuk RS swasta tipe D, C dan B di Jakarta memang mendapatkan izin dari Pemprov DKI. Namun, karena aturannya tidak ada yang bisa mewajibkan RS swasta bekerja sama dengan BPJS, DKI hanya bisa mengimbau dan mendorong supaya bekerja sama dengan BPJS mengingat DKI memberikan jaminan kepada seluruh warganya.
Koesmedi mengakui sanksi terhadap RS Mitra yang hanya berupa teguran pada kasus kematian bayi Debora tidak memberi efek jera kepada RS swasta lain agar bekerja sama dengan BPJS. Namun, dalam teguran tertulis tersebut, DKI diminta mengaudit medis sebagai hukuman selanjutnya.
"Jadi kalau dalam audit medis ditemukan kesalahan yang disengaja terhadap penahanan pasien yang tidak bisa masuk ruang PICU, sanksi tersebut bisa berubah," tegasnya.
Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat menjelaskan, saat ini pihaknya tengah memaksakan dan mendorong RS swasta seluruhnya bekerja sama dengan BPJS. Dia berharap pada 2018 itu bisa dilakukan oleh seluruh RS lantaran pada 2019 semua warga DKI telah ter-cover universal health care.
Untuk mewujudkan hal itu, menurut Djarot pihaknya telah memberikan BPJS kelas 3 ke seluruh warga. Untuk itu, mereka bayi yang baru lahir itu langsung mendapatkankan BPJS ketika akta kelahirannya sudah ada.
Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Koesmedi Priharto mengatakan alasan RS swasta belum bekerja sama dengan BPJS beranekaragam. Menurutnya, mau atau tidaknya tergantung dari RS itu sendiri dalam berekspansi.
"Ya memang tidak wajib. Kecuali RS negeri, TNI dan Polri itu wajib. Nah, 2019 kan masuk universal health coverage, kalau RS swasta tidak mau bekerja sama ya kehilangan pasar," kata Koesmedi saat dihubungi pada Rabu, 13 September 201 kemarin.
Koesmedi menjelaskan, untuk RS swasta tipe D, C dan B di Jakarta memang mendapatkan izin dari Pemprov DKI. Namun, karena aturannya tidak ada yang bisa mewajibkan RS swasta bekerja sama dengan BPJS, DKI hanya bisa mengimbau dan mendorong supaya bekerja sama dengan BPJS mengingat DKI memberikan jaminan kepada seluruh warganya.
Koesmedi mengakui sanksi terhadap RS Mitra yang hanya berupa teguran pada kasus kematian bayi Debora tidak memberi efek jera kepada RS swasta lain agar bekerja sama dengan BPJS. Namun, dalam teguran tertulis tersebut, DKI diminta mengaudit medis sebagai hukuman selanjutnya.
"Jadi kalau dalam audit medis ditemukan kesalahan yang disengaja terhadap penahanan pasien yang tidak bisa masuk ruang PICU, sanksi tersebut bisa berubah," tegasnya.
Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat menjelaskan, saat ini pihaknya tengah memaksakan dan mendorong RS swasta seluruhnya bekerja sama dengan BPJS. Dia berharap pada 2018 itu bisa dilakukan oleh seluruh RS lantaran pada 2019 semua warga DKI telah ter-cover universal health care.
Untuk mewujudkan hal itu, menurut Djarot pihaknya telah memberikan BPJS kelas 3 ke seluruh warga. Untuk itu, mereka bayi yang baru lahir itu langsung mendapatkankan BPJS ketika akta kelahirannya sudah ada.
(whb)