Ini Penjelasan BMKG, Terkait Udara Panas dan Angin Kencang di Jabodetabek
A
A
A
JAKARTA - Warga Jabodetabek belakangan ini kerap merasakan suhu udara kian panas dan angin kencang. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memberikan penjelasan terkait suhu udara dan angin kencang tersebut.
Kepala Sub-Bidang Informasi Meteorologi BMKG Hary Tirto Djatmiko menjelaskan, berdasarkan rilis BMKG pada Maret lalu bahwa musim kemarau 2017 ini normal dalam arti tidak sekering tahun 2015 dan tidak sebasah tahun 2016. "Selain itu puncak musim kemarau diperkirakan antara Juli-Agustus-September. Sehingga saat ini kita berada di bulan puncak musim kemarau," ujar Hary ketika dihubungi SINDOnews, Selasa (29/8/2017).
Hary melanjutkan, secara umum pada musim kemarau maupun puncak musim kemarau, pola bergerakan massa udara dan angin berasal dan datang dari sebelah Tenggara (Australia). Secara klimatologis dan normalnya pola tekanan udara di wilayah Australia lebih tinggi dibandingkan di Asia.
Kondisi di Australia berkisar 1026 mb sedangkan di Asia berkisar 1002 mb. Selisih tekanan udara cukup besar ini yang meningkatkan dan menguatkan tarikan massa udara dan kecepatan angin di sekitar Indonesia terutama di sebelah Selatan khatulistiwa Indonesia (Jawa, Bali dan Nusa Tenggara).
"Hal ini mengingat sifat massa udara bergerak dari daerah yang memiliki tekanan udara tinggi menuju daerah memiliki tekanan lebih rendah. Semakin tinggi selisih tekanan udara antara dua daerah, maka kecepatan gerak massa udara juga akan semakin tinggi," lanjutnya.
Hary menambahkan, pola angin saat ini di wilayah Jawa, Bali hingga Nusa Tenggara mengalami kenaikan, bertiup dari arah Timur-Tenggara dengan kecepatan berkisar antara 15-30 knots (30-55 km/jam). Fenomena ini akan berlangsung hingga 2-3 hari ke depan.
"Dengan adanya siklon tropis 'Pakhar' yang berada di Laut China sebelah Barat Filipina. Hal ini ikut memperkuat aliran angin dari Selatan yang menyeberang ke Indonesia, khususnya Jawa, Bali dan Nusa Tenggara," tambahnya.
Hary berpesan agar warga Jabodetabek lebih waspada saat akan beraktivitas di luar ruangan. "Masyarakat diimbau waspada dan berhati-hati terhadap dampak yang dapat ditimbulkan seperti papan reklame, baliho, pohon rindang yang berpotensi roboh/tumbang dan pengguna jalan saat berkendara serta pengguna jasa transportasi penyeberangan laut diharapkan waspada terhadap potensi gelombang tinggi tersebut," ucapnya.
Kepala Sub-Bidang Informasi Meteorologi BMKG Hary Tirto Djatmiko menjelaskan, berdasarkan rilis BMKG pada Maret lalu bahwa musim kemarau 2017 ini normal dalam arti tidak sekering tahun 2015 dan tidak sebasah tahun 2016. "Selain itu puncak musim kemarau diperkirakan antara Juli-Agustus-September. Sehingga saat ini kita berada di bulan puncak musim kemarau," ujar Hary ketika dihubungi SINDOnews, Selasa (29/8/2017).
Hary melanjutkan, secara umum pada musim kemarau maupun puncak musim kemarau, pola bergerakan massa udara dan angin berasal dan datang dari sebelah Tenggara (Australia). Secara klimatologis dan normalnya pola tekanan udara di wilayah Australia lebih tinggi dibandingkan di Asia.
Kondisi di Australia berkisar 1026 mb sedangkan di Asia berkisar 1002 mb. Selisih tekanan udara cukup besar ini yang meningkatkan dan menguatkan tarikan massa udara dan kecepatan angin di sekitar Indonesia terutama di sebelah Selatan khatulistiwa Indonesia (Jawa, Bali dan Nusa Tenggara).
"Hal ini mengingat sifat massa udara bergerak dari daerah yang memiliki tekanan udara tinggi menuju daerah memiliki tekanan lebih rendah. Semakin tinggi selisih tekanan udara antara dua daerah, maka kecepatan gerak massa udara juga akan semakin tinggi," lanjutnya.
Hary menambahkan, pola angin saat ini di wilayah Jawa, Bali hingga Nusa Tenggara mengalami kenaikan, bertiup dari arah Timur-Tenggara dengan kecepatan berkisar antara 15-30 knots (30-55 km/jam). Fenomena ini akan berlangsung hingga 2-3 hari ke depan.
"Dengan adanya siklon tropis 'Pakhar' yang berada di Laut China sebelah Barat Filipina. Hal ini ikut memperkuat aliran angin dari Selatan yang menyeberang ke Indonesia, khususnya Jawa, Bali dan Nusa Tenggara," tambahnya.
Hary berpesan agar warga Jabodetabek lebih waspada saat akan beraktivitas di luar ruangan. "Masyarakat diimbau waspada dan berhati-hati terhadap dampak yang dapat ditimbulkan seperti papan reklame, baliho, pohon rindang yang berpotensi roboh/tumbang dan pengguna jalan saat berkendara serta pengguna jasa transportasi penyeberangan laut diharapkan waspada terhadap potensi gelombang tinggi tersebut," ucapnya.
(whb)