Fokus di RPTRA, DKI Dinilai Tak Serius Menambah RTH
A
A
A
JAKARTA - Pemprov DKI dinilai tidak serius menambah jumlah ruang terbuka hijau (RTH) yang saat ini hanya sebesar 9,98 persen dari luas Jakarta. Fokus Pemprov DKI dalam membangun Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) dianggap tidak sama dengan pembangunan RTH.
Pengamat Perkotaan Universitas Trisakti, Nirwono Joga mengatakan, dalam 5 tahun terahir ini, DKI tidak serius mengembangkan RTH. Luas RTH pada 2017 sekitar 9,98 persen itu masih jauh dari target 30 persen sesuai Undang-Undang 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang.
DKI, kata Nirwono, justru lebih suka membangun RPTRA yang jelas tidak sama dengan RTH. Artinya, meski DKI telah membangun 187 RPTRA dengan menargetkan 100 RPTRA tahun ini, RTH di Jakarta tetap saja tidak bertambah.
"RTH itu banyak nilai ekologis, bukan banyak betonisasi seperti RPTRA yang fungsinya hanya sebagai tempat publik," kata Nirwono saat dihubungi, Sabtu (26/8/2017).
Nirwono menjelaskan, RTH berfungsi ekologis sebagai produsen oksigen sehinga disebut paru-paru kota, menyerap karbondioksida, daerah resapan air yang berfungsi sebagai suplai air tanah dan merendam banjir.
Ditambah lagi, RTH juga sebagai habitat satwa liar, fungsi sosial ruang publik warga, tempat olahraga, ruang bermain anak, meredam tawuran, memberi nilai properti bagi kawasan kota, serta menghemat biaya kesehatan lantaran warganya sehat bergembira.
"Nilai-nilai ekologis seperti ini harusnya mendorong DKI serius mnambah RTH bukan RPTRA," ungkapnya.
Pengamat Perkotaan Universitas Trisakti, Nirwono Joga mengatakan, dalam 5 tahun terahir ini, DKI tidak serius mengembangkan RTH. Luas RTH pada 2017 sekitar 9,98 persen itu masih jauh dari target 30 persen sesuai Undang-Undang 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang.
DKI, kata Nirwono, justru lebih suka membangun RPTRA yang jelas tidak sama dengan RTH. Artinya, meski DKI telah membangun 187 RPTRA dengan menargetkan 100 RPTRA tahun ini, RTH di Jakarta tetap saja tidak bertambah.
"RTH itu banyak nilai ekologis, bukan banyak betonisasi seperti RPTRA yang fungsinya hanya sebagai tempat publik," kata Nirwono saat dihubungi, Sabtu (26/8/2017).
Nirwono menjelaskan, RTH berfungsi ekologis sebagai produsen oksigen sehinga disebut paru-paru kota, menyerap karbondioksida, daerah resapan air yang berfungsi sebagai suplai air tanah dan merendam banjir.
Ditambah lagi, RTH juga sebagai habitat satwa liar, fungsi sosial ruang publik warga, tempat olahraga, ruang bermain anak, meredam tawuran, memberi nilai properti bagi kawasan kota, serta menghemat biaya kesehatan lantaran warganya sehat bergembira.
"Nilai-nilai ekologis seperti ini harusnya mendorong DKI serius mnambah RTH bukan RPTRA," ungkapnya.
(ysw)