Polusi Udara di Jakarta Mengkhawatirkan

Sabtu, 26 Agustus 2017 - 09:44 WIB
Polusi Udara di Jakarta Mengkhawatirkan
Polusi Udara di Jakarta Mengkhawatirkan
A A A
JAKARTA - Kaum urban yang tinggal di kota-kota besar seperti Jakarta berpotensi terpapar polusi. Buruknya kualitas udara harus diwaspadai karena dapat berdampak pada kesehatan tubuh yang berisiko pada kematian.

Tak dimungkiri, udara perkotaan jauh dari kata bersih. Emisi gas buang kendaraan bermotor sebagai salah satu sumber polusi udara terbesar sangat berpotensi membahayakan kesehatan karena memicu munculnya berbagai penyakit kronis. Data WHO 2016 menempatkan Jakarta dan Bandung dalam sepuluh kota dengan pencemaran udara terburuk di Asia Tenggara.

“Polusi udara bersumber dari komponen gas dan partikel. Gas bersifat afiksia seperti CO2, misalnya, begitu terhirup akan berikatan dengan darah sehingga kadar oksigen berkurang,” kata Agus Dwi Susanto, ahli paru dari Divisi Paru Kerja dan Lingkungan Departemen Pulmonologi FKUI-RS Persahabatan.

Alhasil, banyak dari kaum urban, terutama mereka yang memiliki mobilitas tinggi, sangat mudah terkena sakit kepala dan iritasi pada saluran pernapasan. Yang lebih mencemaskan adalah dampak jangka panjang yang ditimbulkan.

Terpapar polusi udara secara terus-menerus akan menyebabkan penyakit kronis mulai dari kanker paru, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), jantung, stroke, hingga kematian dini. Berdasarkan data 2013, tercatat 5,5 juta kematian di dunia berhubungan dengan polusi udara.

Sementara, data Greenpeace Indonesia menyebutkan, pada semester pertama 2016, tingkat polusi udara Jakarta sangat mengkhawatirkan yaitu berada pada level 4,5 kali dari ambang batas yang ditetapkan World Health Organization (WHO), dan tiga kali lebih besar dari standar yang ditetapkan Pemerintah Indonesia.

Buruknya kualitas udara di Jakarta dapat terlihat dari Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) yang angkanya lebih dari 100. Seperti diketahui, ISPU adalah laporan kualitas udara kepada masyarakat yang menerangkan seberapa bersih atau tercemarnya kualitas udara dan bagaimana dampaknya terhadap kesehatan setelah menghirup udara tersebut selama beberapa jam/hari/bulan.

Udara perkotaan tergolong baik bila memiliki angka ISPU 0- 50 (hijau), sedangkan pada angka 51-100 (biru), tidak sehat pada angka 101-199 (kuning), sangat tidak sehat pada 200-299 (merah), dan berbahaya pada angka di atas 300 (hitam).

Kualitas udara Jakarta masuk dalam kondisi ISPU sehat hanya 70-80 hari saja dalam setahun. Sementara pada hari kerja mulai Senin hingga Jumat, ISPU Jakarta tergolong tak sehat. “ISPU di Jakarta mengkhawatirkan. Bahkan, di Asia Tenggara, Jakarta menempati posisi keempat sebagai kota paling berpolusi. Disusul dengan Bandung di nomor lima,” katanya.

Dokter Umum RS Persada Medika Irwan Heriyanto menjelaskan, penyakit yang paling sering terjadi karena paparan polusi adalah masalah infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dan gangguan kesehatan mata. Sedangkan bagi ibu hamil, bisa berdampak buruk pada janin. “Semakin banyak polusi yang diterpa tubuh, maka risiko perusakan kesehatan tubuh pun semakin tinggi,” katanya.

Lebih jauh, partikel berbahaya yang terhirup tubuh dapat menimbulkan radang pada pembuluh darah. Jika dibiarkan menumpuk, bisa terjadi penyempitan pembuluh darah. Hal ini berdampak pada kurangnya oksigen yang mengalir ke tubuh. Akibatnya, jantung dan otak yang seharusnya mendapatkan oksigen sebagai makanannya harus kekurangan pasokan.

Kondisi ini bisa berisiko penyakit jantung koroner dan stroke karena oksigen tidak lagi menyuplai ke beberapa organ yang membutuhkan. Salah satu upaya untuk meminimalisasi polusi udara adalah penggunaan alat pelindung diri seperti masker. Sebab masker memiliki kelebihan filtrasi sehingga mampu melindungi diri paparan polusi udara dalam dosis besar.

“Penggunaan masker dipercaya dapat menekan angka terpaparnya polusi udara sebanyak 20%,” kata Irwan. Penggunaan masker merupakan upaya pencegahan primer untuk melindungi diri dari polutan yang dapat menurunkan kondisi kesehatan tubuh seseorang. Namun, penggunaannya harus disesuaikan dengan kebutuhan.

Berangkat kerja lebih pagi, tidak berolah raga pada siang hari karena paparan polusi sedang tinggi, dan seminggu sekali menghirup udara sehat dengan pergi keluar kota. Selain upaya pencegahan primer di atas, pencegahan sekundernya adalah dengan deteksi dini lewat general check up saat timbul gejala gangguan agar dapat ditangani lebih dini. Sedangkan upaya lainnya yang dapat dilakukan adalah memilih tempat tinggal yang asri dan sejuk serta jauh dari polusi udara.
(mcm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7519 seconds (0.1#10.140)