Wacana Larangan Sepeda Motor Melintas di Jalan Rasuna Said Menuai Protes
A
A
A
JAKARTA - Pemprov DKI Jakarta mewacanakan larangan sepeda motor melintas di Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, untuk mengurangi kemacetan di Ibu Kota. Wacana itu ada yang mendukung, tapi tak sedikit yang menolak.
Para penentang wacana itu mayoritas adalah pengendara sepeda motor. Sebaliknya pengguna mobil atau transportasi umum malah mendukung. Bagi pengendara motor, kemacetan di Jakarta diyakini bukan mutlak akibat para pemotor, tapi banyaknya pengguna mobil pribadi juga jadi biang padatnya jalanan Ibu Kota di sejumlah titik.
Maka dari itu, Reynaldi, seorang pengendara motor menolak keras wacana larangan melintasnya motor di Jalan Rasuna Said. “Enggak setuju. Macet kan bukan karena motor saja," kata pengemudi ojek online itu di Jalan HR Rasuna Said, Jaksel, Rabu (16/7/2017).
Menurut Reynaldi, kemacetan di jalan protokol antara Kuningan-Setiabudi itu juga turut diperparah oleh mobil pribadi serta angkutan umum. Tak elok jika pemotor justru dikambinghitamkan.
Hal senada juga diungkapkan Yusuf. Warga Kampung Rawa, Jakarta Pusat itu menuturkan, ulah angkutan umum seperti Metro Mini dan Kopaja yang kerap ngetem sembarangan juga mengundang kemacetan di Rasuna Said. "Mobil pribadi juga kan bikin macet, apalagi angkot sama Kopaja yang suka ngetem sembarangan, terus adanya pembangunan juga kan itu bikin macet," ujar Yusuf.
Nia, pengendara motor yang sering melintas di Rasuna Said juga tak setuju jika motor dilarang lewat di jalan tersebut. Ia mengaku akan kesulitan jika motor dilarang melintas di sana. Apalagi angkutan umum yang disediakan pemerintah kini belum memadai. “Kalau naik angkutan umum pasti desak-desakan,” ucapnya.
Sama seperti Nia, Della pengguna motor di Jakarta juga tak sepakat jika Jalan Rasuna Said ditutup untuk motor. Mahasiswi di sebuah kampus swasta itu mengaku selama ini tak nyaman jika harus menggunakan jasa angkutan umum, sehingga memilih menggunakan sepeda motor tiap hari.
“Naik (angkutan) umum ribet, apalagi kalau jam berangkat sama pulang kantor pasti penuh,” ujarnya.
Danu, warga Jakarta lainnya juga menolak Jalan Rasuna Said dilarang melintas sepeda motor, karena untuk beralih naik ke angkutan umum, belum sepenuhnya nyaman. Selain berdesakan, persoalan lain adalah keamanan. Dia mencontohkan di angkot. “Bahaya naik angkot, banyak copetnya,” ujarnya.
Jalan HR Rasuna Said selama ini menjadi akses bagi banyak kendaraan untuk menuju pusat Jakarta, terutama dari mereka yang bergerak dari daerah penyangga Jakarta.
Rezi misalnya. Warga Ciputat, Tangerang Selatan yang sering melintasi Jalan Rasuna Said dengan motor menilai, akan menjadi masalah bagi banyak orang jika larangan melintasi motor di Jalan Rasuna Said diberlakukan. “Susah aksesnya ke pusat (Jakarta) kalau naik (angkutan) umum, apalagi kalau yang dari perbatasan,” ujar Rezi.
Namun, berbeda dengan pemotor, pengguna mobil justru setuju jika Jalan Rasuna Said dibebaskan dari melintasnya sepeda motor. Widy, warga Condet, Jakarta Timur sepakat dengan wacana itu, asalkan pemerintah menyediakan transportasi umum yang memadai dan nyaman untuk warga Jakarta. "Kalau buat menghindari macet kenapa enggak?" katanya.
Widi Agustian, warga Bekasi yang bekerja di Jakarta juga berpendapat sama. Untuk mengurangi kemacetan, ia meminta pemerintah menyiapkan kelayakan fasilitas angkutan massal, jangan sebatas melarang motor melintasi jalan protokol. “Setuju saja sih bagus buat mengurangi macet, tapi layak enggak fasilitas umumnya?” ucap Widi.
Soal pro-kontra larangan motor melintasi Jalan Rasuna Said, Pemprov DKI Jakarta angkat bicara. Wakil Kepala Suku Dinas Perhubungan Jakarta, Sigit Widjatmoko mengatakan, larangan melintasnya motor di Rasuna Said masih sebatas wacana dan dalam kajian teknis.
Menurut dia, larangan itu jika diterapkan juga akan berkorelasi dengan disiapkannya angkutan massal yang layak dan nyaman di Jakarta. "Salah satu yang melatarbelakangi pengambilan kebijakan tersebut adalah ketersediaan angkutan umum massalnya," katanya saat dikonfirmasi.
Sigit mengatakan, aturan untuk menunjang wacana tersebut lagi disiapkan. "Terkait pergubnya masih disiapkan," tuturnya.
Para penentang wacana itu mayoritas adalah pengendara sepeda motor. Sebaliknya pengguna mobil atau transportasi umum malah mendukung. Bagi pengendara motor, kemacetan di Jakarta diyakini bukan mutlak akibat para pemotor, tapi banyaknya pengguna mobil pribadi juga jadi biang padatnya jalanan Ibu Kota di sejumlah titik.
Maka dari itu, Reynaldi, seorang pengendara motor menolak keras wacana larangan melintasnya motor di Jalan Rasuna Said. “Enggak setuju. Macet kan bukan karena motor saja," kata pengemudi ojek online itu di Jalan HR Rasuna Said, Jaksel, Rabu (16/7/2017).
Menurut Reynaldi, kemacetan di jalan protokol antara Kuningan-Setiabudi itu juga turut diperparah oleh mobil pribadi serta angkutan umum. Tak elok jika pemotor justru dikambinghitamkan.
Hal senada juga diungkapkan Yusuf. Warga Kampung Rawa, Jakarta Pusat itu menuturkan, ulah angkutan umum seperti Metro Mini dan Kopaja yang kerap ngetem sembarangan juga mengundang kemacetan di Rasuna Said. "Mobil pribadi juga kan bikin macet, apalagi angkot sama Kopaja yang suka ngetem sembarangan, terus adanya pembangunan juga kan itu bikin macet," ujar Yusuf.
Nia, pengendara motor yang sering melintas di Rasuna Said juga tak setuju jika motor dilarang lewat di jalan tersebut. Ia mengaku akan kesulitan jika motor dilarang melintas di sana. Apalagi angkutan umum yang disediakan pemerintah kini belum memadai. “Kalau naik angkutan umum pasti desak-desakan,” ucapnya.
Sama seperti Nia, Della pengguna motor di Jakarta juga tak sepakat jika Jalan Rasuna Said ditutup untuk motor. Mahasiswi di sebuah kampus swasta itu mengaku selama ini tak nyaman jika harus menggunakan jasa angkutan umum, sehingga memilih menggunakan sepeda motor tiap hari.
“Naik (angkutan) umum ribet, apalagi kalau jam berangkat sama pulang kantor pasti penuh,” ujarnya.
Danu, warga Jakarta lainnya juga menolak Jalan Rasuna Said dilarang melintas sepeda motor, karena untuk beralih naik ke angkutan umum, belum sepenuhnya nyaman. Selain berdesakan, persoalan lain adalah keamanan. Dia mencontohkan di angkot. “Bahaya naik angkot, banyak copetnya,” ujarnya.
Jalan HR Rasuna Said selama ini menjadi akses bagi banyak kendaraan untuk menuju pusat Jakarta, terutama dari mereka yang bergerak dari daerah penyangga Jakarta.
Rezi misalnya. Warga Ciputat, Tangerang Selatan yang sering melintasi Jalan Rasuna Said dengan motor menilai, akan menjadi masalah bagi banyak orang jika larangan melintasi motor di Jalan Rasuna Said diberlakukan. “Susah aksesnya ke pusat (Jakarta) kalau naik (angkutan) umum, apalagi kalau yang dari perbatasan,” ujar Rezi.
Namun, berbeda dengan pemotor, pengguna mobil justru setuju jika Jalan Rasuna Said dibebaskan dari melintasnya sepeda motor. Widy, warga Condet, Jakarta Timur sepakat dengan wacana itu, asalkan pemerintah menyediakan transportasi umum yang memadai dan nyaman untuk warga Jakarta. "Kalau buat menghindari macet kenapa enggak?" katanya.
Widi Agustian, warga Bekasi yang bekerja di Jakarta juga berpendapat sama. Untuk mengurangi kemacetan, ia meminta pemerintah menyiapkan kelayakan fasilitas angkutan massal, jangan sebatas melarang motor melintasi jalan protokol. “Setuju saja sih bagus buat mengurangi macet, tapi layak enggak fasilitas umumnya?” ucap Widi.
Soal pro-kontra larangan motor melintasi Jalan Rasuna Said, Pemprov DKI Jakarta angkat bicara. Wakil Kepala Suku Dinas Perhubungan Jakarta, Sigit Widjatmoko mengatakan, larangan melintasnya motor di Rasuna Said masih sebatas wacana dan dalam kajian teknis.
Menurut dia, larangan itu jika diterapkan juga akan berkorelasi dengan disiapkannya angkutan massal yang layak dan nyaman di Jakarta. "Salah satu yang melatarbelakangi pengambilan kebijakan tersebut adalah ketersediaan angkutan umum massalnya," katanya saat dikonfirmasi.
Sigit mengatakan, aturan untuk menunjang wacana tersebut lagi disiapkan. "Terkait pergubnya masih disiapkan," tuturnya.
(ysw)