Kriminolog: Pemerintah dan Pemilik Rumah Harus Kerja Sama Tangkal Kejahatan Siber
A
A
A
JAKARTA - Persoalan warga negara asing (WNA) yang terlibat tindak kejahatan siber harus ditangani melalui kerja sama lintas sektoral dan holistik, mulai dari pemerintah hingga masyarakat pemilik rumah di lini bawah.
Kriminolog Universitas Indonesia (UI) Ferdinand Andi Lolo menilai, regulasi siber di Indonesia saat ini masih lemah sehingga banyak WNA yang datang dan berani melakukan tindakan kejahatan di Tanah Air. Lain halnya dengan China yang sangat tegas soal aturan siber.
"Mereka melihat adanya target yang mudah (ditipu) di Indonesia dibanding di China. Di sisi lain regulasi (siber) kita lemah," kata Ferdinand, Minggu (30/7/2017).
Dia melihat persoalan keimigrasian menjadi celah si penjahat kerah putih beraksi di Indonesia. Apalagi saat ini sektor pariwisata sedang digenjot dan diberlakukan bebas visa. Hal ini bisa menjadi pisau bermata dua. "D isatu sisi ingin menjaring banyak wisatawan, di sisi lain ini bisa dimanfaatkan untuk kejahatan. Seperti pisau bermata dua," tukasnya. (Baca:119 WNA Pelaku Penipuan Dibawa ke Jakarta)
Untuk itu, Ferdinand berpendapat harus ada kerja sama lintas sektoral dan holistik, dalam hal ini pemerintah hingga masyarakat di lini bawah. Pemilik rumah misalnya, disarankan membuat kontrak sewa yang isinya agar penyewa tidak berbuat tindak kejahatan. "Jika penyewanya WNA, maka wajib diarahkan agar melapor ke otoritas lingkungan setempat, seperti RT dan RW.
Dalam hal pengendalian lingkungan, kata Ferdinand, tidak bisa hanya diserahkan kepada kepolisian. Alasannya, jumlah polisi juga terbatas. "Di sinilah perlunya kerja sama dengan masyarakat untuk deteksi dini," pungkasnya.
Kriminolog Universitas Indonesia (UI) Ferdinand Andi Lolo menilai, regulasi siber di Indonesia saat ini masih lemah sehingga banyak WNA yang datang dan berani melakukan tindakan kejahatan di Tanah Air. Lain halnya dengan China yang sangat tegas soal aturan siber.
"Mereka melihat adanya target yang mudah (ditipu) di Indonesia dibanding di China. Di sisi lain regulasi (siber) kita lemah," kata Ferdinand, Minggu (30/7/2017).
Dia melihat persoalan keimigrasian menjadi celah si penjahat kerah putih beraksi di Indonesia. Apalagi saat ini sektor pariwisata sedang digenjot dan diberlakukan bebas visa. Hal ini bisa menjadi pisau bermata dua. "D isatu sisi ingin menjaring banyak wisatawan, di sisi lain ini bisa dimanfaatkan untuk kejahatan. Seperti pisau bermata dua," tukasnya. (Baca:119 WNA Pelaku Penipuan Dibawa ke Jakarta)
Untuk itu, Ferdinand berpendapat harus ada kerja sama lintas sektoral dan holistik, dalam hal ini pemerintah hingga masyarakat di lini bawah. Pemilik rumah misalnya, disarankan membuat kontrak sewa yang isinya agar penyewa tidak berbuat tindak kejahatan. "Jika penyewanya WNA, maka wajib diarahkan agar melapor ke otoritas lingkungan setempat, seperti RT dan RW.
Dalam hal pengendalian lingkungan, kata Ferdinand, tidak bisa hanya diserahkan kepada kepolisian. Alasannya, jumlah polisi juga terbatas. "Di sinilah perlunya kerja sama dengan masyarakat untuk deteksi dini," pungkasnya.
(thm)