Pembangunan Jalan di Jakarta Hanya Mengakomodir Kendaraan Pribadi
A
A
A
JAKARTA - Sejumlah pembangunan di Jakarta terbukti tidak efektif dalam mengurai kemacetan. Pembangunan jalan di Jakarta hingga kini dianggap hanya mengakomodasi kendaraan pribadi.
Pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti Nirwono Joga menuturkan, pembangunan jalan di Jakarta saat ini mengakomodasi kendaraan pribadi, baik itu jalan layang tol, nontol, ataupun simpang susun Semanggi. Bahkan, pembangunan jalan mengorbankan trotoar dan jalur sepeda lantaran dianggap sebagai kasta terendah.
Terparah, lanjut Nirwono, Pemprov DKI menomorduakan percepatan pembangunan angkutan massal yang terlihat dari tidak adanya peremajaan bus sedang, penambahan armada bus Transhakarta yang lebih banyak dan saling terintegrasi antarmoda transportasi.
"Pembangunann jalan itu harusnya membatasi untuk kendaraan pribadi (motor dan mobil), jalan tol lebih diutamakan untuk truk logistik, bus antarkota bukan kendaraan pribadi," kata Nirwono pada Senin, 24 Juli 2017 kemarin.
Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat mengatakan, Jalan Layang Nontol (JLNT) Casablanca-Karet, Jakarta Selatan itu memang tidak dapat mengurai kemacetan. Banyak pengguna kendaraan roda dua yang melintas dan mengancam keselamatan.
Sama halnya dengan simpang susun Semanggi yang akan diresmikan pada 17 Agustus 2017 mendatang.Untuk itu, lanjut Djarot, pihaknya lebih memilih meminta pihak kepolisian menindak tegas kendaraan roda dua yang melintas di jalan khusus roda empat sebagaimana fungsi jalan tersebut ketimbang mengevaluasi rencana pembangunan jalan yang dapat mengurai kemacetan.
"Pemerintah kan sifatnya mengatur, sekaligus melindungi pengguna jalan. bukan diskriminasi. Dipergunakan itu sesuai fungsinya. Kalau sampai celaka nanti kita dikira apa lagi," kata Djarot di Balai Kota DKI Jakarta kemarin.
Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta William Yani menyayangkan sikap Gubernur yang justru memilih menindak tegas para pengedara roda dua di jalan khusus roda empat ketimbang mencari solusi agar tidak ada kendaraan roda dua yang melintas. Menurutnya, sebagai regulator, Pemprov DKI seharusnya memfasilitasi mobilitas masyarakat dengan aman, nyaman dan tepat waktu.
Hal itu, lanjut Willy, bisa dicapai apabila pembangunan jalan direncanakan berbarengan dengan penambahan moda transportasi, perbaikan angkutan umum dan membatasi kendaraan. Sehingga, efektifitas pembangunan jalan untuk mengurai kemacetan dapat terwujud.
"JLNT Casablanca itu karena tidak ada jalan turun di kawasan Kuningan yang merupakan pusat titik keramaian. Jadi pembangunan di Jakarta selama ini cuma berbentuk fisik, sama seperti koridor 13 (Ciledug-Tendean) dan simpang susun Semanggi," ucapnya.
Pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti Nirwono Joga menuturkan, pembangunan jalan di Jakarta saat ini mengakomodasi kendaraan pribadi, baik itu jalan layang tol, nontol, ataupun simpang susun Semanggi. Bahkan, pembangunan jalan mengorbankan trotoar dan jalur sepeda lantaran dianggap sebagai kasta terendah.
Terparah, lanjut Nirwono, Pemprov DKI menomorduakan percepatan pembangunan angkutan massal yang terlihat dari tidak adanya peremajaan bus sedang, penambahan armada bus Transhakarta yang lebih banyak dan saling terintegrasi antarmoda transportasi.
"Pembangunann jalan itu harusnya membatasi untuk kendaraan pribadi (motor dan mobil), jalan tol lebih diutamakan untuk truk logistik, bus antarkota bukan kendaraan pribadi," kata Nirwono pada Senin, 24 Juli 2017 kemarin.
Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat mengatakan, Jalan Layang Nontol (JLNT) Casablanca-Karet, Jakarta Selatan itu memang tidak dapat mengurai kemacetan. Banyak pengguna kendaraan roda dua yang melintas dan mengancam keselamatan.
Sama halnya dengan simpang susun Semanggi yang akan diresmikan pada 17 Agustus 2017 mendatang.Untuk itu, lanjut Djarot, pihaknya lebih memilih meminta pihak kepolisian menindak tegas kendaraan roda dua yang melintas di jalan khusus roda empat sebagaimana fungsi jalan tersebut ketimbang mengevaluasi rencana pembangunan jalan yang dapat mengurai kemacetan.
"Pemerintah kan sifatnya mengatur, sekaligus melindungi pengguna jalan. bukan diskriminasi. Dipergunakan itu sesuai fungsinya. Kalau sampai celaka nanti kita dikira apa lagi," kata Djarot di Balai Kota DKI Jakarta kemarin.
Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta William Yani menyayangkan sikap Gubernur yang justru memilih menindak tegas para pengedara roda dua di jalan khusus roda empat ketimbang mencari solusi agar tidak ada kendaraan roda dua yang melintas. Menurutnya, sebagai regulator, Pemprov DKI seharusnya memfasilitasi mobilitas masyarakat dengan aman, nyaman dan tepat waktu.
Hal itu, lanjut Willy, bisa dicapai apabila pembangunan jalan direncanakan berbarengan dengan penambahan moda transportasi, perbaikan angkutan umum dan membatasi kendaraan. Sehingga, efektifitas pembangunan jalan untuk mengurai kemacetan dapat terwujud.
"JLNT Casablanca itu karena tidak ada jalan turun di kawasan Kuningan yang merupakan pusat titik keramaian. Jadi pembangunan di Jakarta selama ini cuma berbentuk fisik, sama seperti koridor 13 (Ciledug-Tendean) dan simpang susun Semanggi," ucapnya.
(whb)