Lagi-lagi, Pasien BPJS 'Dirampok' RS Husada Jakarta Pusat Saat Melahirkan
A
A
A
JAKARTA - Pelayanan buruk pasien Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di rumah sakit kembali menjadi sorotan. Kali ini, tindakan tak mengenakan menimpa pasien melahirkan di Rumah Sakit Husada, Sawah Besar, Jakarta Pusat.
Seorang pasien berinisial SN, (22) merasa digiring untuk mengikut aturan rumah sakit agar bisa membayar biaya di luar cover biaya BPJS. Padahal, SN merupakan pasien BPJS Kelas 1.
Suami SN, Ja (26) menceritakan, pada 28 Juni 2017 lalu, istrinya dirujuk ke RS Husada untuk dilakukan tindakan persalinan dengan operasi ceasar. Saat itu, pihaknya mendaftar sebagai pasien BPJS Kelas 1.
Namun, pihak rumah sakit menyebut tidak ada ruang kelas 1, hanya ruang VIP dengan fasilitas ranjang tidur dan kipas angin.
Setelah memprotes, pihak Husada kemudian mengaku telah meng-upgrade ruang VIP itu dengan dilengkapi pendingin ruangan (AC).
Setelah dilakukan pengecekan di paviliun mawar kamar H, fasilitas yang ada cukup buruk, seperti tabung oksigen yang berkarat, kelistrikan mati, emergency mati, ruang berbau cat dan pernis, serta letaknya bersebelahan dengan ruang isolasi yang merupakan perawatan bagi pasien penyakit menular seperti HIV, Kusta, Flu Burung, dll.
"Setelah itu saya kembali protes. Saya ditawarkan naik dari Kelas VIP ke superior dengan nilai sekitar Rp35 juta di luar biaya anak. Alasannya, semua kamar dihari itu full, tersisa hanya suite dan seuperior," jelas JA kepada KORAN SINDO, Rabu (4/7/2017).
Sekalipun dirinya sempat menolak, tetapi pihak RS Husada kemudian menawarkan opsi tambahan, yakni memotong semua paket untuk kamar superior melalui kodingan BPJS. Artinya, nilai Rp35 juta akan dipotong biaya kodingan Rp7 juta.
Karena terdesak sudah mau melahirkan, JA kemudian memaksa mengambil alternatif lain mengambil paket all in kamar VIP dengan tambahan biaya 75% dari kodingan BPJS. Biaya sudah kamar ibu dan anak dan biaya perawatan serta operasi.
"Saya depositkan Rp3 juta. Tapi nyatanya istri saya ditempatkan di paviliun anggrek kamar O, yang merupakan perawatan pasien umum, bukan untuk ibu dan anak," tuturnya, karena tak memiliki pilihan lain saat itu.
Selain itu, pihak rumah sakit kemudian masih meminta biaya tambahan setelah anaknya lahir. Salah satunya meminta biaya kamar bayi lantaran tidak tercover BPJS. Keluarga JA kemudian menyepakati untuk di kamar kelas 3. "Tapi suster kepala bilang harus setara dengan kelas perawatan ibu di ruang VIP," tuturnya.
Saat dikonfirmasi, Humas RS Husada, Yuni menyebut pihaknya akan menindaklanjuti keluhan pasien itu. "Saya komunikasikan dengan pihak managemen rumah sakit," ujarnya singkat.
Seorang pasien berinisial SN, (22) merasa digiring untuk mengikut aturan rumah sakit agar bisa membayar biaya di luar cover biaya BPJS. Padahal, SN merupakan pasien BPJS Kelas 1.
Suami SN, Ja (26) menceritakan, pada 28 Juni 2017 lalu, istrinya dirujuk ke RS Husada untuk dilakukan tindakan persalinan dengan operasi ceasar. Saat itu, pihaknya mendaftar sebagai pasien BPJS Kelas 1.
Namun, pihak rumah sakit menyebut tidak ada ruang kelas 1, hanya ruang VIP dengan fasilitas ranjang tidur dan kipas angin.
Setelah memprotes, pihak Husada kemudian mengaku telah meng-upgrade ruang VIP itu dengan dilengkapi pendingin ruangan (AC).
Setelah dilakukan pengecekan di paviliun mawar kamar H, fasilitas yang ada cukup buruk, seperti tabung oksigen yang berkarat, kelistrikan mati, emergency mati, ruang berbau cat dan pernis, serta letaknya bersebelahan dengan ruang isolasi yang merupakan perawatan bagi pasien penyakit menular seperti HIV, Kusta, Flu Burung, dll.
"Setelah itu saya kembali protes. Saya ditawarkan naik dari Kelas VIP ke superior dengan nilai sekitar Rp35 juta di luar biaya anak. Alasannya, semua kamar dihari itu full, tersisa hanya suite dan seuperior," jelas JA kepada KORAN SINDO, Rabu (4/7/2017).
Sekalipun dirinya sempat menolak, tetapi pihak RS Husada kemudian menawarkan opsi tambahan, yakni memotong semua paket untuk kamar superior melalui kodingan BPJS. Artinya, nilai Rp35 juta akan dipotong biaya kodingan Rp7 juta.
Karena terdesak sudah mau melahirkan, JA kemudian memaksa mengambil alternatif lain mengambil paket all in kamar VIP dengan tambahan biaya 75% dari kodingan BPJS. Biaya sudah kamar ibu dan anak dan biaya perawatan serta operasi.
"Saya depositkan Rp3 juta. Tapi nyatanya istri saya ditempatkan di paviliun anggrek kamar O, yang merupakan perawatan pasien umum, bukan untuk ibu dan anak," tuturnya, karena tak memiliki pilihan lain saat itu.
Selain itu, pihak rumah sakit kemudian masih meminta biaya tambahan setelah anaknya lahir. Salah satunya meminta biaya kamar bayi lantaran tidak tercover BPJS. Keluarga JA kemudian menyepakati untuk di kamar kelas 3. "Tapi suster kepala bilang harus setara dengan kelas perawatan ibu di ruang VIP," tuturnya.
Saat dikonfirmasi, Humas RS Husada, Yuni menyebut pihaknya akan menindaklanjuti keluhan pasien itu. "Saya komunikasikan dengan pihak managemen rumah sakit," ujarnya singkat.
(pur)