Bangunan Kafe Kalijodo II Bermunculan di Kolong Tol
A
A
A
JAKARTA - Lambatnya pembangunan di bekas bongkaran bawah Tol Prof Soedatmo, Pejagalan, Penjaringan, Jakarta Utara, membuat lokasi yang berada di seberang RPTRA Kalijodo itu mulai dihuni sejumlah kafe musem.
Meskipun jumlah kafe itu belum sebanyak di Kalijodo sebelumnya, namun keberadaannya cukup mengganggu. Sebab, selain diisi dentuman musik khas pantura, kawasan ini juga banyak diisi wanita penghibur berpakaian seksi, terlebih keberadaanya ada di saat Ramadan.
Sembari menjajakan diri, perempuan itu kemudian meminta sejumlah pria untuk mampir ke kafenya. Di dalam kafe, hingar bingar musik terdengar. Beberapa kursi dan meja plastik dan kayu terlihat, diantara ada yang menggunakan sofa.
Pantauan KORAN SINDO, luas kafe sendiri beragam ada 5x5 meter hingga 6x10 meter. Jarak antara kafe tak berdempetan seperti Kalijodo sebelumnya. Di antaranya jarak tersebut terdapat puing-puing bangunan triplek, seolah ingin dibangun kafe karena beberapa pondasi tampak terlihat.
Seorang PSK Lina (23) mengaku kalau kafe itu telah ada sejak dua minggu lalu. Kafenya sendiri merupakan yang pertama, setelah pilkada usai, barulah beberapa kafe lainnya muncul.
"Yah kalo ditotal ada 20 kafe," ucap Lina, Rabu, 31 Mei 2017 malam lalu. Pengelola RPTRA Kalijodo, Daeng Jamran menampik tegas cafe di kawasan Jalan Kepanduan 1 adalah miliknya. Daeng Jamran tak tahu menahu soal keberadaan kafe itu.
"Setahu saya itu telah ada sejak dua mingguan terakhir. Kalau mau bongkar, silakan bongkar saya tidak ada urusan tegasnya," ucap Jamran.
Meski begitu, Jamran mengakui, kafe itu merupakan bekas pemilik Kalijodo.
Setelah pembongkaran tahun lalu, mereka yang tersebar kemudian mendapat jaminan dari sejumlah kelompok untuk menempati sejumlah lokasi baru. Setidaknya, lanjut Jamran, mereka tersebar di tiga lokasi, yakni Royal Bandengan, Jalan Kepanduan 1, dan seberang Jalan Kepanduan II, yang melintasi Jalan Raya Teluk Gong.
Camat Penjaringan Muhammad Andri menegaskan, bangunan liar di kolong tol itu kini lebih banyak diisi sama kafe-kafe sekaligus tempat prostitusi. "Itu kami sudah bongkar berkali-kali. Terakhir sebelum pilkada itu kami bongkar. Memang kalau penanganannya sudah minuman keras atau prostitusi itu harus segera," tegas Andri.
Selain mengaku telah memantau, penanganan kawasan itu siap dilakukan setelah mendapatkan mandat dari Plt Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat. "Minggu depan nanti kawasan itu akan dibongkar," ujarnya.
Pengamat perkotaan Universitas Trisakti Nirwono Jogo mengatakan, Pemprov DKI harus tegas menindak bangunan liar semacam ini. Sebab, bila tidak ditindak segera, maka bangunan itu akan semakin muncul dan membuat kawasan itu seperti Kalijodo.
Setelah pembongkaran, Nirwono menyarankan agar pemasangan pagar harus dilakukan. Hal ini untuk mengantisipasi munculnya bangunan liar kembali. "Bila perlu, manfaatkan untuk menjadi ruang terbuka hijau, seperti adanya tanaman maupun pohon," ujarnya.
Meskipun jumlah kafe itu belum sebanyak di Kalijodo sebelumnya, namun keberadaannya cukup mengganggu. Sebab, selain diisi dentuman musik khas pantura, kawasan ini juga banyak diisi wanita penghibur berpakaian seksi, terlebih keberadaanya ada di saat Ramadan.
Sembari menjajakan diri, perempuan itu kemudian meminta sejumlah pria untuk mampir ke kafenya. Di dalam kafe, hingar bingar musik terdengar. Beberapa kursi dan meja plastik dan kayu terlihat, diantara ada yang menggunakan sofa.
Pantauan KORAN SINDO, luas kafe sendiri beragam ada 5x5 meter hingga 6x10 meter. Jarak antara kafe tak berdempetan seperti Kalijodo sebelumnya. Di antaranya jarak tersebut terdapat puing-puing bangunan triplek, seolah ingin dibangun kafe karena beberapa pondasi tampak terlihat.
Seorang PSK Lina (23) mengaku kalau kafe itu telah ada sejak dua minggu lalu. Kafenya sendiri merupakan yang pertama, setelah pilkada usai, barulah beberapa kafe lainnya muncul.
"Yah kalo ditotal ada 20 kafe," ucap Lina, Rabu, 31 Mei 2017 malam lalu. Pengelola RPTRA Kalijodo, Daeng Jamran menampik tegas cafe di kawasan Jalan Kepanduan 1 adalah miliknya. Daeng Jamran tak tahu menahu soal keberadaan kafe itu.
"Setahu saya itu telah ada sejak dua mingguan terakhir. Kalau mau bongkar, silakan bongkar saya tidak ada urusan tegasnya," ucap Jamran.
Meski begitu, Jamran mengakui, kafe itu merupakan bekas pemilik Kalijodo.
Setelah pembongkaran tahun lalu, mereka yang tersebar kemudian mendapat jaminan dari sejumlah kelompok untuk menempati sejumlah lokasi baru. Setidaknya, lanjut Jamran, mereka tersebar di tiga lokasi, yakni Royal Bandengan, Jalan Kepanduan 1, dan seberang Jalan Kepanduan II, yang melintasi Jalan Raya Teluk Gong.
Camat Penjaringan Muhammad Andri menegaskan, bangunan liar di kolong tol itu kini lebih banyak diisi sama kafe-kafe sekaligus tempat prostitusi. "Itu kami sudah bongkar berkali-kali. Terakhir sebelum pilkada itu kami bongkar. Memang kalau penanganannya sudah minuman keras atau prostitusi itu harus segera," tegas Andri.
Selain mengaku telah memantau, penanganan kawasan itu siap dilakukan setelah mendapatkan mandat dari Plt Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat. "Minggu depan nanti kawasan itu akan dibongkar," ujarnya.
Pengamat perkotaan Universitas Trisakti Nirwono Jogo mengatakan, Pemprov DKI harus tegas menindak bangunan liar semacam ini. Sebab, bila tidak ditindak segera, maka bangunan itu akan semakin muncul dan membuat kawasan itu seperti Kalijodo.
Setelah pembongkaran, Nirwono menyarankan agar pemasangan pagar harus dilakukan. Hal ini untuk mengantisipasi munculnya bangunan liar kembali. "Bila perlu, manfaatkan untuk menjadi ruang terbuka hijau, seperti adanya tanaman maupun pohon," ujarnya.
(whb)