Empat Asosiasi Umroh Diduga Lakukan Pungli ke Biro Travel
A
A
A
JAKARTA - Empat asosiasi umroh, yakni KPRI, AMHRi, HPH, Dan ARD diduga melakukan pungutan liar (pungli) kepada perusahaan travel sebesar USD15 per visa jamaah umroh. Modusnya, setelah pengurusan visa umroh keluar, asosiasi meminta dana tambahan untuk pendistribusiannya.
Jika perusahaan travel keberatan dan menolak memberikan dana tambahan yang diminta asosiasi, mereka mengancam tidak akan mengeluarkan visa jamaah umroh dari perusahaan travel tersebut. Akibatnya, jamaah umrol bisa tertunda keberangkatannya.
Kordinator tim advokasi Forum Alumni Pemantapan Nilai-nilai Kebangsaan Pemuda Lemhanas Bayu Saputra Muslimin mengatakan, empat asosiasi umroh yang diduga telah melakukan pungli tersebut adalah KPRI, AMHRi, HPH, Dan ARD.
"Akibat ada dana tambahan sebesar USD15 ini, akhirnya menghambat perjalanan beberapa jamaah. Karena pihak travel yang memberangkatkan enggan membayar, soalnya jika harus membayar akan membebankan jamaah," katanya dalam keterangan persnya di Restoran Al Jazeerah, Pramuka, Jakarta.
Dia melanjutkan, kegiatan pungli ini dimanfaatkan oleh asosiasi tersebut untuk menekan bebarapa biro perjalanan yang tidak dapat memberangkatkan jamaah.
Penambahan dana tersebut juga tidak ada persetujuan dari pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama. "Tidak ada izin dari OJK Juga, sedangkan dana ini diambil dari masyarakat," tegasnya. Oleh karenanya, dia meminta kepada pemerintah untuk segera mengambil tindakan tegas.
Saat ini, pihaknya sudah memiliki bukti dan akan melaporkan kasus ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Mengingat, praktik ini adalah pungli dan diduga mengandung unsur korupsi yang melibatkan berbagai element. "Senin atau selasa kita akan melapor ke KPK, alat bukti yang akan kita bawa semuanya," tuturnya.
Mestinya, pemerintah juga melakukan pengawasan ketat. Belum adanya penetapan tarif khusus menjadi bertambah luarnya biro perjalanan dalam menetapkan harga. Hal ini juga dimanfaatkan oleh oknum asosiasi sehingga menambah beban kepada masyarakat yang akan beribadah.
Selain itu, dengan tidak diberikannya visa kepada travel yang enggan membayar maka ada beberapa pihak memanfaatkan dengan memberikan visa tersebut kepada oknum yang justru melakukan tindak pidana perdangan orang ( TPPO).
"Kemarin kan udah terungkap, ada TKI yang akan diberangkatkan menggunakan visa umroh. Kami menduga karena kuota yang tidak jadi berangkat cukup banyak jadi dimanfaatkan oleh oknum untuk menjual visa tersebut kepada PJTKI nakal," pungkasnya.
Menurutnya, keempat asosiasi ini dengan tegas memberikan edaran kepada seluruh biro perjalanan dan mulai berlaku pada 2 November 2016. "Dari catatan kuota 2016 ada sebanyak 634 ribu jamaah yang berangkat umroh, jadi tinggal hitung aja sudah berapa miliar mereka raup," tegasnya. Dia berharap, setelah adanya laporan ini tidak ada lagi pungli yang merugikan masyarakat.
Jika perusahaan travel keberatan dan menolak memberikan dana tambahan yang diminta asosiasi, mereka mengancam tidak akan mengeluarkan visa jamaah umroh dari perusahaan travel tersebut. Akibatnya, jamaah umrol bisa tertunda keberangkatannya.
Kordinator tim advokasi Forum Alumni Pemantapan Nilai-nilai Kebangsaan Pemuda Lemhanas Bayu Saputra Muslimin mengatakan, empat asosiasi umroh yang diduga telah melakukan pungli tersebut adalah KPRI, AMHRi, HPH, Dan ARD.
"Akibat ada dana tambahan sebesar USD15 ini, akhirnya menghambat perjalanan beberapa jamaah. Karena pihak travel yang memberangkatkan enggan membayar, soalnya jika harus membayar akan membebankan jamaah," katanya dalam keterangan persnya di Restoran Al Jazeerah, Pramuka, Jakarta.
Dia melanjutkan, kegiatan pungli ini dimanfaatkan oleh asosiasi tersebut untuk menekan bebarapa biro perjalanan yang tidak dapat memberangkatkan jamaah.
Penambahan dana tersebut juga tidak ada persetujuan dari pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama. "Tidak ada izin dari OJK Juga, sedangkan dana ini diambil dari masyarakat," tegasnya. Oleh karenanya, dia meminta kepada pemerintah untuk segera mengambil tindakan tegas.
Saat ini, pihaknya sudah memiliki bukti dan akan melaporkan kasus ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Mengingat, praktik ini adalah pungli dan diduga mengandung unsur korupsi yang melibatkan berbagai element. "Senin atau selasa kita akan melapor ke KPK, alat bukti yang akan kita bawa semuanya," tuturnya.
Mestinya, pemerintah juga melakukan pengawasan ketat. Belum adanya penetapan tarif khusus menjadi bertambah luarnya biro perjalanan dalam menetapkan harga. Hal ini juga dimanfaatkan oleh oknum asosiasi sehingga menambah beban kepada masyarakat yang akan beribadah.
Selain itu, dengan tidak diberikannya visa kepada travel yang enggan membayar maka ada beberapa pihak memanfaatkan dengan memberikan visa tersebut kepada oknum yang justru melakukan tindak pidana perdangan orang ( TPPO).
"Kemarin kan udah terungkap, ada TKI yang akan diberangkatkan menggunakan visa umroh. Kami menduga karena kuota yang tidak jadi berangkat cukup banyak jadi dimanfaatkan oleh oknum untuk menjual visa tersebut kepada PJTKI nakal," pungkasnya.
Menurutnya, keempat asosiasi ini dengan tegas memberikan edaran kepada seluruh biro perjalanan dan mulai berlaku pada 2 November 2016. "Dari catatan kuota 2016 ada sebanyak 634 ribu jamaah yang berangkat umroh, jadi tinggal hitung aja sudah berapa miliar mereka raup," tegasnya. Dia berharap, setelah adanya laporan ini tidak ada lagi pungli yang merugikan masyarakat.
(pur)