Jangan Biarkan Media Sosial Memecah Belah Jakarta!
A
A
A
JAKARTA - Semua orang dapat merasakan situasi politik menjelang pelaksanaan Pilgub DKI Jakarta begitu memanas dan konfliktual. Syakwasangka, intimidasi, apriori menghiasi ruang publik. Arus komunikasi dan diskusi di ruang media sosial terjadi sedemikian keras dan memecah-belah.
"Terlihat jelas memudarnya penghormatan terhadap lawan bicara, kedewasaan untuk menerima perbedaan pendapat dan empati terhadap masyarakat yang kebingungan dan cemas menghadapi hoax dan fakenews," kata direktur New Indonesia Media Watch, Agus Sudibyo di Jakarta, Selasa (18/4/2017).
Menurutnya, para tim sukses dan simpatisan politik terang-terangan menggunakan media sosial sebagai ajang kampanye, termasuk yang mengarah pada kampanye hitam.
Dalam keadaan yang demikian ini, sambung Agus, penting untuk menyerukan kepada semua pengguna media sosial guna lebih menahan diri, tidak mudah terpancing suasana dan tidak beraksi atau bereaksi berlebihan.
"Perlu disadari ada pihak-pihak yang sengaja ingin menciptakan kecemasan dan kebingungan masyarakat dan memanfaatkan suasana ini untuk maksud-maksud politik tertentu," ujarnya.
Agus meminta para pengguna media sosial dapat berkontribusi dalam menciptakan proses pemilihan umum yang bebas, adil, aman dan tanpa gejolak. Karena itu, ada enam hal yang harus dilakukan.
Pertama, tidak memperlakukan media sosial sebagai ruang privat di mana kita dapat melakukan apa saja sekehendak hati kita tanpa perlu memikirkan orang lain.
"Tidak memperlakukan informasi di media sosial sebagai kebenaran tunggal dengan membacanya secara hati-hati dan membandingkannya dengan informasi dari sumber-sumber lain," kata Agus.
Ketiga, tidak membuat status atau komentar sebelum menimbang-nimbang kepatutannya berdasarkan norma-norma sosial, etika dan hukum yang berlaku. Keempat, tidak membuat status atau komentar sebelum mengukur dampak-dampaknya bagi orang banyak.
Kelima, tidak menyebarkan-ulang pernyataan yang didapatkan di media sosial sebelum membaca betul pernyataan itu, mengecek kredibilitas sumbernya dan memeriksa benar maksud-maksud di belakang pernyataan itu.
"Keenam, tidak menjadikan perbedaan pendapat sebagai alasan untuk memojokkan, mencemooh dan merendahkan orang lain, tetapi sebagai titik-tolak untuk melakukan diskusi secara argumentatif dan jernih," ujar Agus.
Pelaksanaan Pilgub DKI perlu dikawal agar tidak terjadi kecurangan atau rekayasa. Namun masyarakat harus mengawalnya dengan dengan hati yang dingin dan sikap menahan diri. Yang tidak kalah penting adalah kesiapan masyarakat, termasuk para pengguna media sosial untuk menerima apa pun hasil Pilgub DKI Jakarta dengan lapang dada.
"Akan merugikan semua pihak dan tidak kondusif bagi penyelenggaraan pemerintahan di Ibu Kota Jakarta jika sikap permusuhan dan unjuk kebencian yang mewarnai proses kampanya Pilgub DKI dilanjutkan setelah pilkada selesai," kata Agus.
"Terlihat jelas memudarnya penghormatan terhadap lawan bicara, kedewasaan untuk menerima perbedaan pendapat dan empati terhadap masyarakat yang kebingungan dan cemas menghadapi hoax dan fakenews," kata direktur New Indonesia Media Watch, Agus Sudibyo di Jakarta, Selasa (18/4/2017).
Menurutnya, para tim sukses dan simpatisan politik terang-terangan menggunakan media sosial sebagai ajang kampanye, termasuk yang mengarah pada kampanye hitam.
Dalam keadaan yang demikian ini, sambung Agus, penting untuk menyerukan kepada semua pengguna media sosial guna lebih menahan diri, tidak mudah terpancing suasana dan tidak beraksi atau bereaksi berlebihan.
"Perlu disadari ada pihak-pihak yang sengaja ingin menciptakan kecemasan dan kebingungan masyarakat dan memanfaatkan suasana ini untuk maksud-maksud politik tertentu," ujarnya.
Agus meminta para pengguna media sosial dapat berkontribusi dalam menciptakan proses pemilihan umum yang bebas, adil, aman dan tanpa gejolak. Karena itu, ada enam hal yang harus dilakukan.
Pertama, tidak memperlakukan media sosial sebagai ruang privat di mana kita dapat melakukan apa saja sekehendak hati kita tanpa perlu memikirkan orang lain.
"Tidak memperlakukan informasi di media sosial sebagai kebenaran tunggal dengan membacanya secara hati-hati dan membandingkannya dengan informasi dari sumber-sumber lain," kata Agus.
Ketiga, tidak membuat status atau komentar sebelum menimbang-nimbang kepatutannya berdasarkan norma-norma sosial, etika dan hukum yang berlaku. Keempat, tidak membuat status atau komentar sebelum mengukur dampak-dampaknya bagi orang banyak.
Kelima, tidak menyebarkan-ulang pernyataan yang didapatkan di media sosial sebelum membaca betul pernyataan itu, mengecek kredibilitas sumbernya dan memeriksa benar maksud-maksud di belakang pernyataan itu.
"Keenam, tidak menjadikan perbedaan pendapat sebagai alasan untuk memojokkan, mencemooh dan merendahkan orang lain, tetapi sebagai titik-tolak untuk melakukan diskusi secara argumentatif dan jernih," ujar Agus.
Pelaksanaan Pilgub DKI perlu dikawal agar tidak terjadi kecurangan atau rekayasa. Namun masyarakat harus mengawalnya dengan dengan hati yang dingin dan sikap menahan diri. Yang tidak kalah penting adalah kesiapan masyarakat, termasuk para pengguna media sosial untuk menerima apa pun hasil Pilgub DKI Jakarta dengan lapang dada.
"Akan merugikan semua pihak dan tidak kondusif bagi penyelenggaraan pemerintahan di Ibu Kota Jakarta jika sikap permusuhan dan unjuk kebencian yang mewarnai proses kampanya Pilgub DKI dilanjutkan setelah pilkada selesai," kata Agus.
(mhd)