ICW: Keterbatasan Fasilitas Uji Kir Buka Peluang Pungli
A
A
A
JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengingatkan keterbatasan fasilitas pengujian kendaraan bermotor secara berkala (uji kir) berpeluang menciptakan pungutan liar (pungli), suap, dan praktik percaloan. Untuk itu pembenahan fasilitas harus dilakukan.
Koordinator Divisi Investigasi ICW Febri Hendri mengatakan, munculnya pungli dan suap pada umumnya terjadi akibat buruknya fasilitas pelayanan publik dan birokrasi yang rumit. "Akibat fasilitas uji kir saat ini sangat terbatas dan tidak memadai orang akan mencari jalan pintas, sehingga peluang terjadinya praktik pungli dan suap sangat tinggi," kata Febri saat dihubungi, Rabu (29/3/2017).
Saat ini, puluhan ribu kendaraan taksi online belum melakukan uji kir. Ketentuan Permenhub 32 mengenai kewajiban uji kir membuat pemilik kendaraan berebut melakukan pengujian berkala tersebut. Belum lagi transportasi konvensional yang juga harus melakukan uji serupa.
Antrean yang panjang ditambah dengan keterbatasan fasilitas uji kir berpotensi memunculkan berbagai kecurangan di lapangan. Salah satu praktik yang sering terjadi adalah pemberian suap kepada petugas atau calo untuk mempercepat proses uji kir.
Sebelumnya 1 April 2017 mendatang, pemerintah akan memberlakukan revisi Permenhub No 32/2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek yang memungkinkan lonjakan proses pengujian kir.
Salah satu butir revisi Permenhub 32 tersebut adalah mengenai kewajiban mobil taksi berbasis aplikasi (online) lolos uji kir. Kementerian Perhubungan memberikan masa tenggang tiga bulan untuk menjalankan ketentuan tersebut.
Kondisi demikian, dinilai kontradiksi dengan upaya pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk mengurangi praktik pungli. Padahal, sejak akhir Oktober 2016, pemerintah telah membentuk Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli).
Febri menyarankan pemerintah harus menyiapkan cara untuk mengantisipasi praktik pungli tersebut. Salah satunya dengan menambah fasilitas uji kir sekaligus memperbaiki layanan yang sudah ada saat ini.
Febri menegaskan, pemerintah harus memiliki data yang memadai jumlah fasilitas uji kir yang harus disiapkan. Keberadaan fasilitas ini, harus disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan, sehingga akan berbeda jumlahnya di setiap daerah.
Di saat yang sama, pemerintah juga harus menyiapkan sistem agar pihak yang berkepentingan tidak melakukan praktik pungli maupun suap. "Misalnya melalui sistem antrean sehingga bisa diketahui kapan pemilik kendaraan harus melakukan uji kir," ungkap Febri.
Namun, seluruh proses tersebut harus dibarengi pengawasan yang ketat agar tidak terjadi penyelewengan. "Jadi semua dilakukan secara paralel dan sistem yang dibuat tidak dipermainkan," tegas Febri.
Terpisah Sosiolog Musni Umar juga mengingatkan tidak beroperasinya taksi online berpeluang menambah pengangguran. Sektor transportasi saat ini, termasuk salah satu bidang dengan pertumbuhan tertinggi yang menopang produk domestik bruto Indonesia.
Data Badan Pusat Statistik mencatat pada Agustus 2016 jumlah penduduk bekerja meningkat sebanyak 3,59 juta orang dibandingkan Agustus 2015. Adapun jumlah penganggur turun 530.000 orang.
Kenaikan jumlah tenaga kerja terutama di sektor jasa kemasyarakatan sebanyak 1,52 juta orang (8,47%), perdagangan 1,01 juta orang (3,93%), dan sektor transportasi, pergudangan, dan komunikasi 500.000 orang (9,78%). Melihat data tersebut, sektor transportasi menjadi salah satu penyumbang tenaga kerja dengan pertumbuhan tertinggi.
Koordinator Divisi Investigasi ICW Febri Hendri mengatakan, munculnya pungli dan suap pada umumnya terjadi akibat buruknya fasilitas pelayanan publik dan birokrasi yang rumit. "Akibat fasilitas uji kir saat ini sangat terbatas dan tidak memadai orang akan mencari jalan pintas, sehingga peluang terjadinya praktik pungli dan suap sangat tinggi," kata Febri saat dihubungi, Rabu (29/3/2017).
Saat ini, puluhan ribu kendaraan taksi online belum melakukan uji kir. Ketentuan Permenhub 32 mengenai kewajiban uji kir membuat pemilik kendaraan berebut melakukan pengujian berkala tersebut. Belum lagi transportasi konvensional yang juga harus melakukan uji serupa.
Antrean yang panjang ditambah dengan keterbatasan fasilitas uji kir berpotensi memunculkan berbagai kecurangan di lapangan. Salah satu praktik yang sering terjadi adalah pemberian suap kepada petugas atau calo untuk mempercepat proses uji kir.
Sebelumnya 1 April 2017 mendatang, pemerintah akan memberlakukan revisi Permenhub No 32/2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek yang memungkinkan lonjakan proses pengujian kir.
Salah satu butir revisi Permenhub 32 tersebut adalah mengenai kewajiban mobil taksi berbasis aplikasi (online) lolos uji kir. Kementerian Perhubungan memberikan masa tenggang tiga bulan untuk menjalankan ketentuan tersebut.
Kondisi demikian, dinilai kontradiksi dengan upaya pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk mengurangi praktik pungli. Padahal, sejak akhir Oktober 2016, pemerintah telah membentuk Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli).
Febri menyarankan pemerintah harus menyiapkan cara untuk mengantisipasi praktik pungli tersebut. Salah satunya dengan menambah fasilitas uji kir sekaligus memperbaiki layanan yang sudah ada saat ini.
Febri menegaskan, pemerintah harus memiliki data yang memadai jumlah fasilitas uji kir yang harus disiapkan. Keberadaan fasilitas ini, harus disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan, sehingga akan berbeda jumlahnya di setiap daerah.
Di saat yang sama, pemerintah juga harus menyiapkan sistem agar pihak yang berkepentingan tidak melakukan praktik pungli maupun suap. "Misalnya melalui sistem antrean sehingga bisa diketahui kapan pemilik kendaraan harus melakukan uji kir," ungkap Febri.
Namun, seluruh proses tersebut harus dibarengi pengawasan yang ketat agar tidak terjadi penyelewengan. "Jadi semua dilakukan secara paralel dan sistem yang dibuat tidak dipermainkan," tegas Febri.
Terpisah Sosiolog Musni Umar juga mengingatkan tidak beroperasinya taksi online berpeluang menambah pengangguran. Sektor transportasi saat ini, termasuk salah satu bidang dengan pertumbuhan tertinggi yang menopang produk domestik bruto Indonesia.
Data Badan Pusat Statistik mencatat pada Agustus 2016 jumlah penduduk bekerja meningkat sebanyak 3,59 juta orang dibandingkan Agustus 2015. Adapun jumlah penganggur turun 530.000 orang.
Kenaikan jumlah tenaga kerja terutama di sektor jasa kemasyarakatan sebanyak 1,52 juta orang (8,47%), perdagangan 1,01 juta orang (3,93%), dan sektor transportasi, pergudangan, dan komunikasi 500.000 orang (9,78%). Melihat data tersebut, sektor transportasi menjadi salah satu penyumbang tenaga kerja dengan pertumbuhan tertinggi.
(whb)