MRT Bukan Satu-satunya Solusi Atasi Kemacetan
A
A
A
JAKARTA sebentar lagi akan mempunyai jaringan transportasi berbasis rel, yakni MRT (mass rapid transit). Seperti diketahui, pembangunan proyek ini mulai digarap pada 2013 lalu dan direncanakan selesai sebelum penyelenggaraan Asian Games 2018.
Jalur MRT Jakarta rencananya akan membentang kurang lebih 110,8 km. Nantinya akan terdiri dari Koridor Selatan–Utara (Koridor Lebak Bulus–Kampung Bandan) sepanjang 23.8 km dan Koridor Timur–Barat sepanjang 87 km. Untuk Koridor Selatan-Utara, pembangunannya terbagi dalam dua tahap, yakni Lebak Bulus–Bundaran HI dan tahap II Bundaran HI–Lebak Bulus. Sementara, pembangunan tahap I koridor Selatan–Utara masih berlangsung.
Kehadiran angkutan publik ini memang diharapkan dapat mengatasi kemacetan yang ada di Ibu Kota. Untuk tahap I di jalur Lebak Bulus–Bundaran HI, MRT akan dapat melayani 173.400 penumpang setiap hari. Di jalur ini, akan disiapkan 16 set kereta yang terdiri dari 14 set kereta operasi dan 2 kereta cadangan. Waktu tempuhnya sekitar 30 menit dengan jarak antarkereta 5 menit sekali.
Tapi ternyata kehadiran MRT ataupun LRT tidak serta merta akan mengurangi kemacetan yang ada di Jakarta. Butuh proses alias waktu yang lama untuk mendorong warga Jakarta terbiasa menggunakan angkutan publik.
Sebagai contoh, di Singapura. Pemerintah Negeri Jiran ini telah membangun MRT bawah tanah sejak 1987. Hasilnya, butuh waktu antara 5 hingga 7 tahun untuk membiasakan (memindahkan) pengguna kendaraan pribadi ke angkutan massal tersebut. Belajar dari Singapura, tampaknya Pemprov DKI Jakarta harus ekstra sabar untuk terus mensosialisasikan dan mengedukasi penggunaan transportasi publik ini kepada warga Jakarta.
Simak ulasan lengkap soal plus minusnya pembangunan MRT di Majalah SINDO Weekly Edisi No.3/VI/2017 yang terbit Senin (20/3/2017).
Jalur MRT Jakarta rencananya akan membentang kurang lebih 110,8 km. Nantinya akan terdiri dari Koridor Selatan–Utara (Koridor Lebak Bulus–Kampung Bandan) sepanjang 23.8 km dan Koridor Timur–Barat sepanjang 87 km. Untuk Koridor Selatan-Utara, pembangunannya terbagi dalam dua tahap, yakni Lebak Bulus–Bundaran HI dan tahap II Bundaran HI–Lebak Bulus. Sementara, pembangunan tahap I koridor Selatan–Utara masih berlangsung.
Kehadiran angkutan publik ini memang diharapkan dapat mengatasi kemacetan yang ada di Ibu Kota. Untuk tahap I di jalur Lebak Bulus–Bundaran HI, MRT akan dapat melayani 173.400 penumpang setiap hari. Di jalur ini, akan disiapkan 16 set kereta yang terdiri dari 14 set kereta operasi dan 2 kereta cadangan. Waktu tempuhnya sekitar 30 menit dengan jarak antarkereta 5 menit sekali.
Tapi ternyata kehadiran MRT ataupun LRT tidak serta merta akan mengurangi kemacetan yang ada di Jakarta. Butuh proses alias waktu yang lama untuk mendorong warga Jakarta terbiasa menggunakan angkutan publik.
Sebagai contoh, di Singapura. Pemerintah Negeri Jiran ini telah membangun MRT bawah tanah sejak 1987. Hasilnya, butuh waktu antara 5 hingga 7 tahun untuk membiasakan (memindahkan) pengguna kendaraan pribadi ke angkutan massal tersebut. Belajar dari Singapura, tampaknya Pemprov DKI Jakarta harus ekstra sabar untuk terus mensosialisasikan dan mengedukasi penggunaan transportasi publik ini kepada warga Jakarta.
Simak ulasan lengkap soal plus minusnya pembangunan MRT di Majalah SINDO Weekly Edisi No.3/VI/2017 yang terbit Senin (20/3/2017).
(bbk)