DPRD: Tanpa Sarana Prasarana, Kota Bekasi Tak Cocok Sebagai Lahan Pertanian
A
A
A
BEKASI - Minimnya sarana dan prasarana yang tersedia seperti saluran irigasi menjadi alasan utama para petani menjual lahanya ke pengembang. Mereka kesulitan untuk menanam padi karena minimnya pasokan air. Akibatnya, banyak lahan pertanian yang sudah beralih menjadi permukiman penduduk.
Aggota Komisi II, DPRD Kota Bekasi, Ronny Hermawan mengatakan, dibutuhkan kajian yang matang perihal konsep pertanian di Bekasi. Lagi pula, cukup sulit untuk mempertahankan, karenanya pemerintah harus membuat regulasi yang jelas. ”Kalau dipertahankan, sarana dan prasarananya seperti apa,” tegasnya.
Sebab, kata dia, sebagian besar lahan yang kosong tersebut berada di wilayah selatan seperti Mustikajaya dan Bantar Gebang. Sementara di sana, tidak ada infrastuktur pendukung seperti saluran irigasi.
Adapun sawah tadah hujan tidak produktif karena penanaman padi cenderung pada musim hujan di mana panennya hanya setahun sekali. Hal ini berbeda dengan daerah lain seperti Karawang dan Kabupaten Bekasi, di mana lahan persawahan mendapat dukungan sarana irigasi. ”Kalau pun dibuatkan sumur artesis, butuh biaya operasional,” katanya.
Untuk itu, dia meyakini bahwa Kota bekasi tidak cocok sebagai lahan pertanian. Apalagi terkendala masalah kepemilikan lahan. Karena itu, pemerintah harus mengembangkan urban farming. (Baca juga: Beralih Jadi Perumahan, Lahan Pertanian Bekasi Menyusut 475 Hektar)
Sehingga, pelaku pertanian bisa mengembangkan pertanian dengan konsep hidroponik. Dengan begitu, petani tak hanya fokus untuk menanam padi, tapi bisa menanam tanaman apa saja yang bisa menguntungkan. Misalnya, cabai sayur-mayur, dan lainnya.
Aggota Komisi II, DPRD Kota Bekasi, Ronny Hermawan mengatakan, dibutuhkan kajian yang matang perihal konsep pertanian di Bekasi. Lagi pula, cukup sulit untuk mempertahankan, karenanya pemerintah harus membuat regulasi yang jelas. ”Kalau dipertahankan, sarana dan prasarananya seperti apa,” tegasnya.
Sebab, kata dia, sebagian besar lahan yang kosong tersebut berada di wilayah selatan seperti Mustikajaya dan Bantar Gebang. Sementara di sana, tidak ada infrastuktur pendukung seperti saluran irigasi.
Adapun sawah tadah hujan tidak produktif karena penanaman padi cenderung pada musim hujan di mana panennya hanya setahun sekali. Hal ini berbeda dengan daerah lain seperti Karawang dan Kabupaten Bekasi, di mana lahan persawahan mendapat dukungan sarana irigasi. ”Kalau pun dibuatkan sumur artesis, butuh biaya operasional,” katanya.
Untuk itu, dia meyakini bahwa Kota bekasi tidak cocok sebagai lahan pertanian. Apalagi terkendala masalah kepemilikan lahan. Karena itu, pemerintah harus mengembangkan urban farming. (Baca juga: Beralih Jadi Perumahan, Lahan Pertanian Bekasi Menyusut 475 Hektar)
Sehingga, pelaku pertanian bisa mengembangkan pertanian dengan konsep hidroponik. Dengan begitu, petani tak hanya fokus untuk menanam padi, tapi bisa menanam tanaman apa saja yang bisa menguntungkan. Misalnya, cabai sayur-mayur, dan lainnya.
(pur)