Bangun Jalur Lintas Selatan Solusi Urai Kemacetan Kawasan Puncak
A
A
A
BOGOR - Kemacetan di Puncak, Bogor, Jawa Barat rasanya sudah tak bisa tertahankan apalagi di hari libur reguler atau pun liburan panjang. Memaksimalkan jalur lintas selatan dirasa sebagai solusi yang pas untuk mengurai kemacetan menuju kawasan wisata alam itu.
Memperlebar dan memaksimalkan jalur lingkar selatan (JLS) yang ada sebagai alternatif sementara. Jalur utama Puncak yang dahulu digunakan sebagai alternatif atau kawasan transit bagi warga Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) menuju Bandung kini sudah dijadikan sebagai tujuan utama.
Sayangnya rencana pembangunan jalur Puncak II (Poros Bogor Timur-Tengah), Sukamakmur, hingga Cianjur tak ada kemajuan. Pembebasan lahan dan anggaran menjadi alasan mandeknya proyek tersebut.
"Kebutuhan jalur lingkar selatan ini sudah sangat mendesak karena masyarakat yang ada di jalur utama Puncak (Kecamatan Ciawi-Megamendung dan Cisarua) terus meminta Pemkab Bogor mencarikan solusi karena sistem one way(satu arah), kebijakan rekayasa lalu lintas Polres Bogor, sudah sangat menyusahkan warga sekitar yang hendak beraktivitas," ungkap Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bogor Yani Hasan.
Yani menambahkan, ada usulan untuk dioptimalkan/dibangun jalur alternatif Puncak yang sudah ada mulai dari Ciawi hingga Cibeureum. Ia menjelaskan, hingga saat ini Pemkab Bogor terus menampung aspirasi masyarakat di kawasan Puncak (Ciawi-Megamendung-Cisarua). Tahun ini pihaknya sudah menindaklanjuti hasil survei yang dilakukan 2016.
"Jadi perlu ditegaskan jalur lingkar selatan ini bukan membangun jalan baru, tetapi memaksimalkan jalur alternatif yang sudah ada. Tapi, ada yang belum dibuka dan itu harus dibangun dengan panjang 5,3 kilometer,"ujar Yani.
"Untuk panjang 5,3 kilometer yang belum dibuka dan harus dibangun itu lahannya milik PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII yang saat ini ditumbuhi tanaman teh. Nah, ini menjadi kendala dan harus dikoordinasikan terus antara Pemkab dan PTPN VIII agar jalur lingkar selatan ini dapat terealisasi dan sesuai harapan," lanjut Yani.
Jalur lingkar selatan Puncak ini lebih realistis sebagai solusi alternatif mengatasi permasalahan kemacetan karena jalan yang sudah ada dioptimalkan dengan cara pelebaran jalan tanpa harus melakukan pembebasan-pembebasan tanah. Karena status jalan alternatif yang ada ini adalah jalan milik Kabupaten Bogor. Untuk pelebaran tidak ada yang harus dibebaskan atau ganti rugi.
"Nah, saat ini masih dalam kajian Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), ditargetkan tahun depan segera terealisasi. Agar jalur lingkar selatan yang sudah ada saat ini layak digunakan sebagai alternatif untuk mengatasi kepadatan kendaraan di jalur utama Puncak, diperlukan lebar jalan hingga 7 meter," jelas Yani. (Haryudi)
Memperlebar dan memaksimalkan jalur lingkar selatan (JLS) yang ada sebagai alternatif sementara. Jalur utama Puncak yang dahulu digunakan sebagai alternatif atau kawasan transit bagi warga Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) menuju Bandung kini sudah dijadikan sebagai tujuan utama.
Sayangnya rencana pembangunan jalur Puncak II (Poros Bogor Timur-Tengah), Sukamakmur, hingga Cianjur tak ada kemajuan. Pembebasan lahan dan anggaran menjadi alasan mandeknya proyek tersebut.
"Kebutuhan jalur lingkar selatan ini sudah sangat mendesak karena masyarakat yang ada di jalur utama Puncak (Kecamatan Ciawi-Megamendung dan Cisarua) terus meminta Pemkab Bogor mencarikan solusi karena sistem one way(satu arah), kebijakan rekayasa lalu lintas Polres Bogor, sudah sangat menyusahkan warga sekitar yang hendak beraktivitas," ungkap Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bogor Yani Hasan.
Yani menambahkan, ada usulan untuk dioptimalkan/dibangun jalur alternatif Puncak yang sudah ada mulai dari Ciawi hingga Cibeureum. Ia menjelaskan, hingga saat ini Pemkab Bogor terus menampung aspirasi masyarakat di kawasan Puncak (Ciawi-Megamendung-Cisarua). Tahun ini pihaknya sudah menindaklanjuti hasil survei yang dilakukan 2016.
"Jadi perlu ditegaskan jalur lingkar selatan ini bukan membangun jalan baru, tetapi memaksimalkan jalur alternatif yang sudah ada. Tapi, ada yang belum dibuka dan itu harus dibangun dengan panjang 5,3 kilometer,"ujar Yani.
"Untuk panjang 5,3 kilometer yang belum dibuka dan harus dibangun itu lahannya milik PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII yang saat ini ditumbuhi tanaman teh. Nah, ini menjadi kendala dan harus dikoordinasikan terus antara Pemkab dan PTPN VIII agar jalur lingkar selatan ini dapat terealisasi dan sesuai harapan," lanjut Yani.
Jalur lingkar selatan Puncak ini lebih realistis sebagai solusi alternatif mengatasi permasalahan kemacetan karena jalan yang sudah ada dioptimalkan dengan cara pelebaran jalan tanpa harus melakukan pembebasan-pembebasan tanah. Karena status jalan alternatif yang ada ini adalah jalan milik Kabupaten Bogor. Untuk pelebaran tidak ada yang harus dibebaskan atau ganti rugi.
"Nah, saat ini masih dalam kajian Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), ditargetkan tahun depan segera terealisasi. Agar jalur lingkar selatan yang sudah ada saat ini layak digunakan sebagai alternatif untuk mengatasi kepadatan kendaraan di jalur utama Puncak, diperlukan lebar jalan hingga 7 meter," jelas Yani. (Haryudi)
(bbk)