Gelgel Pastikan 7.500 mg Sianida Tidak Menyebabkan Orang Teler
A
A
A
JAKARTA - Ahli Patologi Forensik I Made Agus Gelgel Wirasuta menyanggah pernyataan kesaksian Budiawan terkait dampak sianida bagi penciumnya. Budiawan menyebutkan bahwa 7.500 mg/liter sianida, jika dihidangkan di tempat terbuka, akan menyebabkan orang sekitar teler dan kolaps.
"Katanya kalau konsentrasi 7.500 mg/liter pasti menyebabkan reaksi pada orang sekitar. Saya juga menjalani simulasi, saya suruh cium orang lain, tidak mati dan tidak teler. Kenapa? Karena dingin," kata Gelgel di PN Jakpus, Rabu (14/9/2016).
Gelgel melanjutkan, karena sianida larut dalam es yang diperkirakan suhunya di bawah 14 derajat, membuat sianida tidak menguap secara sempurna.
"Itu penguapannya terhambat dan tidak tercium sianidanya. Itu sudah dibuktikan, panelis tidak ada bau, mereka mengaku tidak bau," lanjutnya.
Namun, pada simulasi kedua, jika 7.500 sianida dicampurkan dengan air panas, penguapan sianida berlangsung cepat dan membuat panelis ke luar ruangan. "Kalau air panas, muka saya merah, pusing. Panelis juga demikian," jelasnya.
Sementara itu, Gelgel mengatakan bahwa disiplin ilmu Budiawan tidak relevan membuat kesimpulan mengenai kematian yang diakibatkan oleh racun. Sebab, Budiawan hanya berbicara mengenai teori kimia lingkungan. Sedangkan kasus ini, merupakan ranah toksikolog forensik.
"Dia background-nya kimia lingkungan. Beliau juga menjawab, tidak pernah bekerja di bawah kedokteran forensik. Dia (Budiawan) sangat expert menjelaskan masalah keracunan dalam lingkungan. Tapi kalau penyebab kematian karena racun, dia tidak. Saya sudah kuliah di Jerman empat tahun, dihadapkan berbagai macam kasus," tegasnya.
Dalam kesempatan itu, Gelgel juga mengkritisi kesimpulan Budiawan soal 7.500 mg/liter sianida pasti akan menimbulkan pH 11,5 di dalam gelas dan pH 5 di dalam lambung Mirna.
"Itu berdasarkan hitungan dia. Saya menggunakan screening mesin yang canggih di Labfor Forensik Mabes Polri. Ukuran dari labfor itu pH 13. Nah pH 13 itu sangat korosif. Saya juga banyak menemukan kasus pH 13 kalau sianida dilarutkan dalam air dingin," tuturnya.
"Katanya kalau konsentrasi 7.500 mg/liter pasti menyebabkan reaksi pada orang sekitar. Saya juga menjalani simulasi, saya suruh cium orang lain, tidak mati dan tidak teler. Kenapa? Karena dingin," kata Gelgel di PN Jakpus, Rabu (14/9/2016).
Gelgel melanjutkan, karena sianida larut dalam es yang diperkirakan suhunya di bawah 14 derajat, membuat sianida tidak menguap secara sempurna.
"Itu penguapannya terhambat dan tidak tercium sianidanya. Itu sudah dibuktikan, panelis tidak ada bau, mereka mengaku tidak bau," lanjutnya.
Namun, pada simulasi kedua, jika 7.500 sianida dicampurkan dengan air panas, penguapan sianida berlangsung cepat dan membuat panelis ke luar ruangan. "Kalau air panas, muka saya merah, pusing. Panelis juga demikian," jelasnya.
Sementara itu, Gelgel mengatakan bahwa disiplin ilmu Budiawan tidak relevan membuat kesimpulan mengenai kematian yang diakibatkan oleh racun. Sebab, Budiawan hanya berbicara mengenai teori kimia lingkungan. Sedangkan kasus ini, merupakan ranah toksikolog forensik.
"Dia background-nya kimia lingkungan. Beliau juga menjawab, tidak pernah bekerja di bawah kedokteran forensik. Dia (Budiawan) sangat expert menjelaskan masalah keracunan dalam lingkungan. Tapi kalau penyebab kematian karena racun, dia tidak. Saya sudah kuliah di Jerman empat tahun, dihadapkan berbagai macam kasus," tegasnya.
Dalam kesempatan itu, Gelgel juga mengkritisi kesimpulan Budiawan soal 7.500 mg/liter sianida pasti akan menimbulkan pH 11,5 di dalam gelas dan pH 5 di dalam lambung Mirna.
"Itu berdasarkan hitungan dia. Saya menggunakan screening mesin yang canggih di Labfor Forensik Mabes Polri. Ukuran dari labfor itu pH 13. Nah pH 13 itu sangat korosif. Saya juga banyak menemukan kasus pH 13 kalau sianida dilarutkan dalam air dingin," tuturnya.
(ysw)