Analisis Psikolog UI Ini Bikin Kuasa Hukum Jessica Berang
A
A
A
JAKARTA - Dalam sidang lanjutan kasus kematian wayan Mirna Salihin, Guru Besar Psikologi Universitas Indonesia, Sarlito Wirawan memberikan kesaksian yang bikin kuasa hukum terdakwa berang. Sarlito sendiri membeberkan sikap Jessica yang begitu tenang dan beberapa keanehan lainnya..
Merujuk dari kejadian dan rekaman cctv pada kejadian di cafe Oliver, Grand Indonesia, Sarlito menilai penaruhan paper bag di atas meja adalah hal yang aneh. Pasalnya bagi kebanyakan orang menaruh di sejumlah cafe, penaruhan paper bag biasanya dilakukan ke kursi.
Belum lagi persoalan penggunaan gadget. Umumnya orang di kafe ketika menuggu orang, lanjut Sarlito, bermain gadget. Namun, dalam hal ini, Jessica tidak melakukan hal itu. Malahan Jessica seperti memantau kondisi sekitar cafe.
"Ia seperti melihat kondisi sekitar, entah untuk apa saya kurang paham," jelas Sarlito di PN Jakpus, Kamis (1/9/2016).
Pemesanan minuman dengan tenggat waktu 51 menit dari memesan meja tabel 54 sangatlah aneh. Pasalnya, kala itu Jessica sudah mengetahui bahwa dua temannya, Mirna dan Hani akan datang dalam waktu lama.
Melihat dari rangkaian demikian, Sarlito yakin betul ini ada keterkaitan satu sama lain yang dilakukan secara kesengajaan.
Termasuk ketika Mirna melakukan kejang-kejang, lanjut Sarlito, Jessica tidak terlihat membantunya. Asumsinya, karena sepanjang perlihatan itu, Jessica terkesan menjauhi korbannya. Terdakwa sendiri baru menolong ketika diminta sejumlah orang untuk membantu.
Ia mencontohkan, lazimnya orang, terutama sakit, sekalipun batuk-batuk atau sesak napas, seseorang akan langsung merespon dan menolong temannya. "Dia menjauhi korban korban, tertegun sebentar. Setelah itu reaksi menolong ketika di minta bantuan," cetus Sarlito.
Keterangan psikolog Sarlito Wirawan soal ketidaklaziman Jessica Kumala Wongso saat bermain HP di Kafe Olivier pada 6 Januari 2016 lalu membuat kuasa hukum Jessica Otto Hasibuan kesal.
"Persis yang dikatakan ahli itu, terdakwa main hp. Buktinya ada transkrip. Jadi jam 16.26 dia sudah mulai main gadget sampai jam 16.29 dan jam 17.00," kata Otto di PN Jakpus.
Otto mencecar Sarlito dengan pertanyaan yang mengungkapkan bahwa selama 51 menit Jessica tak melakukan apa-apa. "Saya kalau main gagdet tiga menit, bukan satu jam lagi," jawab Sarlito.
Tak puas, Otto kembali mempertanyakan bahwa pernyataan lazim dari Sarlito masih berlaku atau tidak. Sarlito menjawab tidak apa-apa dan masih bisa dilakukan.
Otto mempertanyakan apakah bukti transkrip Jessica juga diberitahukan polisi ke Sarlito. Saksi ahli menjawab tidak.
Tak puas, Otto kembali mempertanyakan ada masalah atau tidak bila tidak diberitahu soal bukti transkrip. "Enggak dikasih tahu juga enggak apa-apa. Buat saya enggak ada masalah," kata Sarlito.
Mendengar jawaban itu, Otto makin kesal. Ia pun menimpali jawaban Sarlito. "Nasib terdakwa (Jessica) tergantung para saksi. Jangan dianggap enteng," kata Otto.
"Buat saya gak penting," tegas Sarlito menyudahi pertanyaan dari Otto.
Merujuk dari kejadian dan rekaman cctv pada kejadian di cafe Oliver, Grand Indonesia, Sarlito menilai penaruhan paper bag di atas meja adalah hal yang aneh. Pasalnya bagi kebanyakan orang menaruh di sejumlah cafe, penaruhan paper bag biasanya dilakukan ke kursi.
Belum lagi persoalan penggunaan gadget. Umumnya orang di kafe ketika menuggu orang, lanjut Sarlito, bermain gadget. Namun, dalam hal ini, Jessica tidak melakukan hal itu. Malahan Jessica seperti memantau kondisi sekitar cafe.
"Ia seperti melihat kondisi sekitar, entah untuk apa saya kurang paham," jelas Sarlito di PN Jakpus, Kamis (1/9/2016).
Pemesanan minuman dengan tenggat waktu 51 menit dari memesan meja tabel 54 sangatlah aneh. Pasalnya, kala itu Jessica sudah mengetahui bahwa dua temannya, Mirna dan Hani akan datang dalam waktu lama.
Melihat dari rangkaian demikian, Sarlito yakin betul ini ada keterkaitan satu sama lain yang dilakukan secara kesengajaan.
Termasuk ketika Mirna melakukan kejang-kejang, lanjut Sarlito, Jessica tidak terlihat membantunya. Asumsinya, karena sepanjang perlihatan itu, Jessica terkesan menjauhi korbannya. Terdakwa sendiri baru menolong ketika diminta sejumlah orang untuk membantu.
Ia mencontohkan, lazimnya orang, terutama sakit, sekalipun batuk-batuk atau sesak napas, seseorang akan langsung merespon dan menolong temannya. "Dia menjauhi korban korban, tertegun sebentar. Setelah itu reaksi menolong ketika di minta bantuan," cetus Sarlito.
Keterangan psikolog Sarlito Wirawan soal ketidaklaziman Jessica Kumala Wongso saat bermain HP di Kafe Olivier pada 6 Januari 2016 lalu membuat kuasa hukum Jessica Otto Hasibuan kesal.
"Persis yang dikatakan ahli itu, terdakwa main hp. Buktinya ada transkrip. Jadi jam 16.26 dia sudah mulai main gadget sampai jam 16.29 dan jam 17.00," kata Otto di PN Jakpus.
Otto mencecar Sarlito dengan pertanyaan yang mengungkapkan bahwa selama 51 menit Jessica tak melakukan apa-apa. "Saya kalau main gagdet tiga menit, bukan satu jam lagi," jawab Sarlito.
Tak puas, Otto kembali mempertanyakan bahwa pernyataan lazim dari Sarlito masih berlaku atau tidak. Sarlito menjawab tidak apa-apa dan masih bisa dilakukan.
Otto mempertanyakan apakah bukti transkrip Jessica juga diberitahukan polisi ke Sarlito. Saksi ahli menjawab tidak.
Tak puas, Otto kembali mempertanyakan ada masalah atau tidak bila tidak diberitahu soal bukti transkrip. "Enggak dikasih tahu juga enggak apa-apa. Buat saya enggak ada masalah," kata Sarlito.
Mendengar jawaban itu, Otto makin kesal. Ia pun menimpali jawaban Sarlito. "Nasib terdakwa (Jessica) tergantung para saksi. Jangan dianggap enteng," kata Otto.
"Buat saya gak penting," tegas Sarlito menyudahi pertanyaan dari Otto.
(ysw)