Hanya Pindahkan Kemacetan, MTI: Swasta Harus Dilibatkan

Sabtu, 27 Agustus 2016 - 01:30 WIB
Hanya Pindahkan Kemacetan,...
Hanya Pindahkan Kemacetan, MTI: Swasta Harus Dilibatkan
A A A
JAKARTA - Sistem ganjil genap tidak akan mampu mengarahkan masyarakat untuk menggunakan angkutan umum. Pasalnya, kebijakan itu hanya memindahkan kemacetan dari jalan protokol ke jalur alternatif.

Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Danang Parikesit mengatakan, seharusnya pemerintah berpikir untuk memperbaiki sistem angkutan umum ketimbang mengeluarkan kebijakan yang tidak efektif itu. Apalagi kondisi angkutan umum saat ini belum diminati.

"Fokus ganjil genap hanyalah pemindahan rute kemacetan ketika denda diberlakukan. Kemarin kan masih banyak pelanggaran, karena tidak ada denda. Kebijakan itu memang bukan ke arah pengurai kemacetan dengan memindahkan kendaraan pribadi ke angkutan umum," kata Danang Parikesit saat dihubungi, Jumat 26 Agustus 2016.

Danang menjelaskan, langkah utama untuk mengurai kemacetan itu memang terlebih dahulu harus disiapkan transportasi massal yang saling terintegrasi. Satu-satunya transportasi massal yang bisa diandalkan DKI saat ini hanyalah Bus Rapid Transit (BRT). Sayangnya, perbaikan pelayanan BRT yang terintegrasi dengan angkutan umum Non-BRT hingga saat ini belum juga terwujud.

Padahal, kata Danang, sesuai dengan unit kerja presiden bidang pengawasan dan pengendalian (UKP4), Pemprov DKI, sejak 2011 seharusnya sudah melakukan reformasi jaringan trayek angkutan umum yang mengintegrasikan halte, stasiun, dan perbaikan sistem kontrak. Namun, hingga saat ini hal itu belum juga terwujud lantaran terkendala birokrasi di tubuh Dishubtrans DKI Jakarta.

"Gubernur sebagai orang di luar birokrasi harus turun mengatasi ini. Banyak trayek yang tidak memiliki sistem kontrak. Sistem kontrak antara pengelola dan operator harus dapat memberikan kepastian usaha," ungkapnya.

Danang menuturkan, untuk mengembalikan penggunaan angkutan umum yang baik di Jakarta, sekiranya dibutuhkan sekitar 15 sampai 20 ribu bus yang mampu melayani perjalanan masyarakat dari awal hingga akhir tujuan. Namun, kebutuhan ini tidak harus dipenuhi pemerintah Jakarta seluruhnya. Pemerintah, katanya, bisa bekerja sama dengan pihak swasta agar bus bisa tersedia.

Apabila DKI tetap bersikeras mengadakan bus sendiri, Danang pesimis DKI mampu mengatasi permasalahan angkutan umum di Jakarta. Terlebih pengadaan bus selalu buruk dan DKI sudah mengalaminya.

"Swasta harus banyak dilibatkan asal dengan sistem konversi yang adil dan tepat. Gubernur harus Duduk dan konsultasikan bersama dengan operator. Para operator pasti mau mengikuti sistem kontrak selama dapat menjamin usaha mereka," ungkapnya.

Gubernu DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (ahok) sepakat bila ganji genap bukanlah kebijakan untuk mengurai kemacetan dengan memindahkan pengendar pribadi ke angkutan umum. Menurutnya, kebijakan paling efekti adalah Eleltronik road Pricing (ERP). Namun, dia meyakini bila ganjil genap lebih baik dari 3 in 1.

"Kami lagi lelang ERP, sediakan bus yang banyak dan melebarkan trotoar. Jadi kalau orang turun dari kereta mau naik bus bisa dengan nyaman lewat trotoar. Sampai akhir tahun akan masuk 100 bus lebih," ungkapnya.

Direktur Utama (Dirut) PT Transjakarta, Budi Kaliwono mengatakan, kebutuhan armada Transjakarta di Ibu Kota ke depan ada sebanyak 3.406 unit untuk melayani seluruh wilayah DKI Jakarta. Angka ini didapat dari hasil perhitungan dan kajian dari Universitas Indonesia.

Untuk tahun ini, kata Budi, pihaknya menargetkan penambahan armada bus Transjakarta hingga 2.475 unit. Dari jumlah tersebut, yang baru tersedia dan beroperasi hingga saat ini ada sebanyak 1.231 unit.

"Memang tidak bisa cepat membeli bus. Karena kami beli di LKPP yang cukup membutuhkan waktu dalam prosesnya," ujarnya.

Jumlah bus yang sudah dibeli hingga 31 Desember 2015 ada sebanyak 183 unit. Untuk semester I tahun 2016 ini, pihaknya telah membeli sebanyak 31 unit bus dengan nilai investasi sebesar Rp 140.802.000.000. Sedangkan semester II/2016, direncanakan akan membeli 385 unit bus dengan nilai investasi Rp 575.000.000.000.

Selain membeli bus, PT Transjakarta juga mendapatkan bus donasi dari perusahaan swasta sebanyak 40 unit. Hingga saat ini baru ada sembilan bus donasi dari Mercedes Alfa (1), Mercedes Tahir Foundation (5), Man TBIG (1) dan CIMB Niaga (2).

"Sebanyak 30 unit lagi sedang kita prospek. Mudah-mudahan sebelum akhir tahun sudah ada bus-bus tersebut. Untuk Pembelian bus diperoleh dari Penyertaan Modal Pemerintah (PMP) 2014 dan 2015 serta refinancing dari Bank DKI," pungkasnya.
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7669 seconds (0.1#10.140)