Yusril Nilai Aparat Hukum Melempem Tangani Dugaan Korupsi Kasus Ini
A
A
A
JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menilai, kepolisian, kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lambat dalam menangani pembelian lahan di Cengkareng Barat. Tidak hanya itu, ketiga lembaga hukum itu juga terkesan melempem menangani kasus pembelian lahan di Rumah Sakit Sumber Waras di Jakarta Barat.
"Padahal dari kronologi peristiwa, tindak pidana korupsi dalam kasus jual beli tanah di Cengkareng Barat seharga Rp638 miliar ini sangat jelas dan terang benderang. Pemprov DKI dan oknumnya jelas tidak menerapkan prinsip kehati-hatian dalam tansaksi ini, apalagi mereka mengetahui bahwa ada perkara sengketa kepemilikan lahan tersebut di pengadilan antara Pemprov DKI dengan pihak ketiga," kata Yusril dalam rilis yang diterima Sindonews, Senin (4/7/2016).
Yusril mengatakan, ada kesan yang kuat di mata publik jika aparat penegak hukum seperti KPK, kepolisian dan kejaksaan selalu lambat, lalai dan mencari-cari alasan menghindar untuk menindak adanya dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan oknum Pemprov DKI Jakarta.
"Bahwa di antara para pelaku ada yang sudah mengembalikan gratifikasi penjualan tanah ini, bahkan ada niat oknum Pemda DKI untuk membatalkan transaksi dan mengembalikan kerugian negara, hal itu sama sekali tidak menghilangkan sifat korupsi dari perbuatan itu," tukasnya.
Bakal Calon Gubernur (Cagub) DKI Jakarta ini mengatakan, unsur kerugian negara Rp638 miliar yang dihitung oleh BPK, seharusnya sudah bisa cukup untuk meningkatkan kasus itu ke ranah penyidikan dengan menetapkan para tersangkanya.
"Lambat dan lalainya aparat penegak hukum dalam menindak dugaan pidana korupsi di DKI ini, mulai dari kasus bus Transjakarta, Sumber Waras, reklamasi dan terakhir kasus jual beli lahan di Cengkareng Barat, diindikasikan karena dugaan korupsi ini, jika diusut lebih jauh, akan melibatkan sejumlah orang penting di negara ini, sangat disesalkan," tukasnya.
Seharusnya, kata dia, penegakan hukum tanpa pandang bulu yang menjadi tekad di awal gerakan reformasi kini lumpuh total. Sikap aparat penegak hukum seperti ini semakin menjauhkan dari upaya untuk menegakkan asas negara hukum.
"Padahal dari kronologi peristiwa, tindak pidana korupsi dalam kasus jual beli tanah di Cengkareng Barat seharga Rp638 miliar ini sangat jelas dan terang benderang. Pemprov DKI dan oknumnya jelas tidak menerapkan prinsip kehati-hatian dalam tansaksi ini, apalagi mereka mengetahui bahwa ada perkara sengketa kepemilikan lahan tersebut di pengadilan antara Pemprov DKI dengan pihak ketiga," kata Yusril dalam rilis yang diterima Sindonews, Senin (4/7/2016).
Yusril mengatakan, ada kesan yang kuat di mata publik jika aparat penegak hukum seperti KPK, kepolisian dan kejaksaan selalu lambat, lalai dan mencari-cari alasan menghindar untuk menindak adanya dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan oknum Pemprov DKI Jakarta.
"Bahwa di antara para pelaku ada yang sudah mengembalikan gratifikasi penjualan tanah ini, bahkan ada niat oknum Pemda DKI untuk membatalkan transaksi dan mengembalikan kerugian negara, hal itu sama sekali tidak menghilangkan sifat korupsi dari perbuatan itu," tukasnya.
Bakal Calon Gubernur (Cagub) DKI Jakarta ini mengatakan, unsur kerugian negara Rp638 miliar yang dihitung oleh BPK, seharusnya sudah bisa cukup untuk meningkatkan kasus itu ke ranah penyidikan dengan menetapkan para tersangkanya.
"Lambat dan lalainya aparat penegak hukum dalam menindak dugaan pidana korupsi di DKI ini, mulai dari kasus bus Transjakarta, Sumber Waras, reklamasi dan terakhir kasus jual beli lahan di Cengkareng Barat, diindikasikan karena dugaan korupsi ini, jika diusut lebih jauh, akan melibatkan sejumlah orang penting di negara ini, sangat disesalkan," tukasnya.
Seharusnya, kata dia, penegakan hukum tanpa pandang bulu yang menjadi tekad di awal gerakan reformasi kini lumpuh total. Sikap aparat penegak hukum seperti ini semakin menjauhkan dari upaya untuk menegakkan asas negara hukum.
(mhd)