Penertiban Luar Batang Hanya Akal-akalan Pemprov DKI
A
A
A
JAKARTA - Sekretaris Masjid Luar Batang, Mansur Amin menilai alasan revitalisasi dan pembangunan plaza di masjid, hanyalah akal-akalan pemerintah provinsi DKI Jakarta. Terlebih, dirinya melihatnya penertiban di kawasan ini hanya akan membuka akses ke kawasan reklamasi di Teluk Jakarta.
"Jarak luar batang ke pulau G kan hanya beberapa kilo, jadi kalau alasanya hanya penertiban dan pembangunan plaza itu bohong, ini hanya akan membuat jalan ke kawasan reklamasi," tutur Mansur saat dihubungi SINDO, Senin (18/4/2016).
Karenanya, ia tidak setuju dengan rencana penggusuran ini. Termasuk soal meratakan bangunan milik masyarakat yang saat ini telah bersertifikat. Pasalnya, dalam sejarahnya, seperti yang tulis Adolf Heiken, kawasan perkampungan luar batang merupakan milik warga, setelah di abad 17 lalu, Habib Husein bin Abu Bakar Alaydrus menyerahkan sebagian tanah masjidnya kepada warga.
"Artinya dengan kata lain antara masjid dan pemukiman saling terikat. Ada kesatuan yang tak bisa dilepaskan. Jadi bagaimanapun juga masjid akan tetap membela warga," jelasnya.
Termasuk, soal keberadaan sertifikat yang merupakan bukti kuat kepemilikan tanah. Menurut Mansyur, sebagian besar warga di sana telah memiliki sertifikat, dan saat ini tengah di bawa oleh Yusril Ihza Mahendra, yang menjadi kuasa hukum warga luar batang.
"Memang ada beberapa yang tidak memiliki sertifikat. Namun hal itu tidak bisa di jadi acuan. Bagaimanapun sesuai dengan Undang-undang Agraria tahun 1958, warga yang telah mendiami 20 tahun punya hak mendapatkan tanah," cetusnya.
Saat ini, Mansur mengatakan kondisi Luar Batang masih terkendali sekalipun propaganda penolakan penggusuran kawasan muncul di sejumlah sudut kampung.
Adanya kericuhan kecil saat sejumlah petugas satpol pp kecamatan Penjaringan mencoba melakukan pembongkaran jembatan penghubung, merupakan bukti bahwa warga masih tidak setuju dengan rencana revitalisasi. "Kalo memang setuju, ngapain kita cape-cape ribut dengan petugas," jelasnya.
"Jarak luar batang ke pulau G kan hanya beberapa kilo, jadi kalau alasanya hanya penertiban dan pembangunan plaza itu bohong, ini hanya akan membuat jalan ke kawasan reklamasi," tutur Mansur saat dihubungi SINDO, Senin (18/4/2016).
Karenanya, ia tidak setuju dengan rencana penggusuran ini. Termasuk soal meratakan bangunan milik masyarakat yang saat ini telah bersertifikat. Pasalnya, dalam sejarahnya, seperti yang tulis Adolf Heiken, kawasan perkampungan luar batang merupakan milik warga, setelah di abad 17 lalu, Habib Husein bin Abu Bakar Alaydrus menyerahkan sebagian tanah masjidnya kepada warga.
"Artinya dengan kata lain antara masjid dan pemukiman saling terikat. Ada kesatuan yang tak bisa dilepaskan. Jadi bagaimanapun juga masjid akan tetap membela warga," jelasnya.
Termasuk, soal keberadaan sertifikat yang merupakan bukti kuat kepemilikan tanah. Menurut Mansyur, sebagian besar warga di sana telah memiliki sertifikat, dan saat ini tengah di bawa oleh Yusril Ihza Mahendra, yang menjadi kuasa hukum warga luar batang.
"Memang ada beberapa yang tidak memiliki sertifikat. Namun hal itu tidak bisa di jadi acuan. Bagaimanapun sesuai dengan Undang-undang Agraria tahun 1958, warga yang telah mendiami 20 tahun punya hak mendapatkan tanah," cetusnya.
Saat ini, Mansur mengatakan kondisi Luar Batang masih terkendali sekalipun propaganda penolakan penggusuran kawasan muncul di sejumlah sudut kampung.
Adanya kericuhan kecil saat sejumlah petugas satpol pp kecamatan Penjaringan mencoba melakukan pembongkaran jembatan penghubung, merupakan bukti bahwa warga masih tidak setuju dengan rencana revitalisasi. "Kalo memang setuju, ngapain kita cape-cape ribut dengan petugas," jelasnya.
(ysw)