BPK Curigai Transaksi Pembayaran Lahan RS Sumber Waras
A
A
A
JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencurigai transaksi yang dilakukan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta saat melakukan pembayaran atas lahan RS Sumber Waras di Jalan Kyai Tapa Jakarta Barat.
Transaksi diketahui dilakukan pada jam tutup bank yaitu pada pukul 19.49 WIB. "Kecurigaan pertama bahwa di akhir 31 Des 2014, jam 7 malam ada bukti cek tunai. Ini kok ada apa jam 7.49 WIB (malam)? Tidak mungkin (transaksi) di bank, kenapa ini seperti dipaksakan," ujar Ketua BPK Harry Azhar Azis saat menjadi pembicara diskusi Polemik Sindo Trijaya Radio "Pro Kontra Audit Sumber Waras" di Cikini Jakarta Sabtu (16/4/2014).
Harry mengatakan indikasi yang dapat disimpulkan dari transaksi semalam itu adalah apabila sudah melewati pukul 24.00 WIB maka transaksi bisa dikatakan tidak sah karena sudah berbeda tahun anggaran.
Menurut dia apabila tidak ingin dicurigai sepatutnya transaksi dilakukan pada 25 Desember 2014. "Kenapa tidak pas tutup buku 25 Desember, kenapa dipaksakan. Mungkin ada hal-hal yang belum selesai, tapi sepanjang ada BPK belum pernah ada transaksi seperti ini," kata Harry.
Harry menambahkan, jumlah nominal Rp755 Miliar sebagai alat pembayaran juga memunculkan kecurigaan, dimana uang sebanyak itu dilakukan pembayaran melalui bukti cek tunai.
"Kalau uang persediaan itu yang ada hanya uang kecil 20-50 juta. Namanya cek ini kertas, dibawa kemana, apa itu lazim? Kenapa tidak ditransfer saja," tambah Harry.
Transaksi diketahui dilakukan pada jam tutup bank yaitu pada pukul 19.49 WIB. "Kecurigaan pertama bahwa di akhir 31 Des 2014, jam 7 malam ada bukti cek tunai. Ini kok ada apa jam 7.49 WIB (malam)? Tidak mungkin (transaksi) di bank, kenapa ini seperti dipaksakan," ujar Ketua BPK Harry Azhar Azis saat menjadi pembicara diskusi Polemik Sindo Trijaya Radio "Pro Kontra Audit Sumber Waras" di Cikini Jakarta Sabtu (16/4/2014).
Harry mengatakan indikasi yang dapat disimpulkan dari transaksi semalam itu adalah apabila sudah melewati pukul 24.00 WIB maka transaksi bisa dikatakan tidak sah karena sudah berbeda tahun anggaran.
Menurut dia apabila tidak ingin dicurigai sepatutnya transaksi dilakukan pada 25 Desember 2014. "Kenapa tidak pas tutup buku 25 Desember, kenapa dipaksakan. Mungkin ada hal-hal yang belum selesai, tapi sepanjang ada BPK belum pernah ada transaksi seperti ini," kata Harry.
Harry menambahkan, jumlah nominal Rp755 Miliar sebagai alat pembayaran juga memunculkan kecurigaan, dimana uang sebanyak itu dilakukan pembayaran melalui bukti cek tunai.
"Kalau uang persediaan itu yang ada hanya uang kecil 20-50 juta. Namanya cek ini kertas, dibawa kemana, apa itu lazim? Kenapa tidak ditransfer saja," tambah Harry.
(ysw)