Silpa Kabupaten Bogor Capai Rp1,1 Triliun, Bupati Dianggap Gagal
A
A
A
BOGOR - DPRD Kabupaten Bogor mempertanyakan kinerja Bupati Bogor Nurhayanti. Pasalnya, dalam dua tahun berturut-turut sisa lebih perhitungan anggaran (Silpa) terus menembus Rp1,1 triliun.
Kondisi tersebut cukup kontras dengan masih banyak sarana prasarana dan kebutuhan dasar masyarakat, khususnya terkait infrastruktur jalan di Kabupaten Bogor yang rusak. Sehingga kondisi tersebut dinilai kalangan legislatif, di bawah kepemimpinan Nurhayanti Pemkab Bogor gagal dalam menjalankan amanah rakyat, tepatnya dalam melaksanakan sejumlah program pembangunan.
“Masak dalam dua tahun berturut terus menyisakan anggaran Rp1,1 triliun. Bahkan pada 2015 ini lebih tinggi yakni Rp1,132 triliun. Sedangkan pada 2014 Rp1,101 triliun. Ini menjadi bukti Pemkab Bogor era kepemimpinan Nurhayanti gagal,” ungkap Anggota Komisi III DPRD Kabupaten Bogor Edwin Sumarga, Kamis, 14 April 2016 kemarin.
Menurut Ketua DPC Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Kabupaten Bogor itu, tingginya besaran Silpa harus menjadi bahan evaluasi bagi DPRD, sekaligus menilai kinerja Bupati Bogor selama dua tahun. “Pada tahun 2014 lalu, kami bisa memaklumi, karena pada saat itu adanya beberapa kendala, seperti aturan penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) dari pemerintah pusat yang berubah-ubah, tapi untuk 2015 tidak dapat ditolelir lagi,” tegasnya.
Edwin melanjutkan, dengan terus menerus tingginya angka SILPA ini jelas merugikan rakyat, dalam pemenuhan hak-haknya selaku pemilik uang.“Rakyat berhak menggugat Pemkab Bogor. Bahkan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Bogor, sebagai penegak Perda wajib menindaklanjuti jika ada rakyat yang menggugat, karena sama saja Pemkab Bogor tak bisa menjalankan amanah Perda APBD,” terusnya.
Anggota Fraksi PDIP Slamet Mulyadi menilai, Pemkab Bogor selain tak becus mengelola anggaran, khususnya dalam melaksanakan amanah rakyat, juga wajib mengevaluasi Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). “APBD yang kita sahkan itu adalah uang rakyat yang dititipkan kepada Pemkab Bogor, untuk digunakan membiayai program-program pembangunan, tapi kenapa sudah dikasih duit, tak dipakai hingga membuat Silpa membengkak, ini sama artinya para petinggi di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Bogor mengkhianati amanah rakyat,” jelasnya.
Bupati Nurhayanti saat dikonfirmasi mengungkapkan rendahnya penyerapan anggaran yang dibuktikan dengan tingginya Silpa disebabkan beberapa kegiatan di SKPD terlambat dalam melakukan penyerapan. Pasalnya, dari Rp6,770 triliun belanja daerah, hanya terserap Rp5,638 triliun, sehingga ada sisa sebesar Rp1,132 triliun.
“Salah satu belanja yang tak terserap adalah bansos, akibat adanya aturan yang mewajibkan penerima harus memiliki badan hukum serta ada program yang tidak dilaksanakan sehingga anggarannya diluncurkan ke tahun 2016 ini,” kilahnya.
Kondisi tersebut cukup kontras dengan masih banyak sarana prasarana dan kebutuhan dasar masyarakat, khususnya terkait infrastruktur jalan di Kabupaten Bogor yang rusak. Sehingga kondisi tersebut dinilai kalangan legislatif, di bawah kepemimpinan Nurhayanti Pemkab Bogor gagal dalam menjalankan amanah rakyat, tepatnya dalam melaksanakan sejumlah program pembangunan.
“Masak dalam dua tahun berturut terus menyisakan anggaran Rp1,1 triliun. Bahkan pada 2015 ini lebih tinggi yakni Rp1,132 triliun. Sedangkan pada 2014 Rp1,101 triliun. Ini menjadi bukti Pemkab Bogor era kepemimpinan Nurhayanti gagal,” ungkap Anggota Komisi III DPRD Kabupaten Bogor Edwin Sumarga, Kamis, 14 April 2016 kemarin.
Menurut Ketua DPC Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Kabupaten Bogor itu, tingginya besaran Silpa harus menjadi bahan evaluasi bagi DPRD, sekaligus menilai kinerja Bupati Bogor selama dua tahun. “Pada tahun 2014 lalu, kami bisa memaklumi, karena pada saat itu adanya beberapa kendala, seperti aturan penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) dari pemerintah pusat yang berubah-ubah, tapi untuk 2015 tidak dapat ditolelir lagi,” tegasnya.
Edwin melanjutkan, dengan terus menerus tingginya angka SILPA ini jelas merugikan rakyat, dalam pemenuhan hak-haknya selaku pemilik uang.“Rakyat berhak menggugat Pemkab Bogor. Bahkan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Bogor, sebagai penegak Perda wajib menindaklanjuti jika ada rakyat yang menggugat, karena sama saja Pemkab Bogor tak bisa menjalankan amanah Perda APBD,” terusnya.
Anggota Fraksi PDIP Slamet Mulyadi menilai, Pemkab Bogor selain tak becus mengelola anggaran, khususnya dalam melaksanakan amanah rakyat, juga wajib mengevaluasi Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). “APBD yang kita sahkan itu adalah uang rakyat yang dititipkan kepada Pemkab Bogor, untuk digunakan membiayai program-program pembangunan, tapi kenapa sudah dikasih duit, tak dipakai hingga membuat Silpa membengkak, ini sama artinya para petinggi di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Bogor mengkhianati amanah rakyat,” jelasnya.
Bupati Nurhayanti saat dikonfirmasi mengungkapkan rendahnya penyerapan anggaran yang dibuktikan dengan tingginya Silpa disebabkan beberapa kegiatan di SKPD terlambat dalam melakukan penyerapan. Pasalnya, dari Rp6,770 triliun belanja daerah, hanya terserap Rp5,638 triliun, sehingga ada sisa sebesar Rp1,132 triliun.
“Salah satu belanja yang tak terserap adalah bansos, akibat adanya aturan yang mewajibkan penerima harus memiliki badan hukum serta ada program yang tidak dilaksanakan sehingga anggarannya diluncurkan ke tahun 2016 ini,” kilahnya.
(whb)