Kasus Eksploitasi Anak, Polisi Akan Periksa Toko Obat di Blok M
A
A
A
JAKARTA - Polisi sudah mengetahui asal obat penenang untuk bayi yang diperalat guna mencari keuntungan oleh pelaku eksploitasi anak di bawah umur kawasan Blok M, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Polisi juga telah meringkus empat pelaku eksploitasi anak itu, yakni pasangan suami istri ER dan SM serta dua perempuan IR dan NH.
"Obat penenangnya kami sudah tahu asalnya. Tersangka membelinya dari Blok M. Dia beli begitu saja, padahal harusnya ada resep dokter, obat itu tak dijual bebas harusnya," kata Kapolres Jakarta Selatan Kombes Pol Wahyu Hadiningrat di Jakarta, Minggu (27/3/2016).
Menurut Wahyu, polisi tengah fokus mengurusi kebutuhan penyembuhan bayi berusia enam bulan ini yang saat ini berada di tempat rehabilitasi milik Kementerian Sosial (Kemensos) yang ada di Bambu Apus, Jakarta Timur itu. Adapun anak yang menjalani perawatan psikologis di Bambu Apus itu ada tiga anak, yakni Wiwid dan Risky serta satu di antaranya anak bayi yang diberikan obat penenang itu untuk mengemis, yakni Muhammad Ibrahim alias Bon Bon.
Meski begitu, kata Wahyu, polisi akan memeriksa tempat penjualan obat penenang tersebut, termasuk perizinannya. Lebih jauh, polisi tengah melakukan tes DNA terhadap 17 anak yang dieksploitasi tersangka. Begitu juga dengan empat orang dewasa lainnya dan empat tersangka untuk mengetahui mana saja yang merupakan anak mereka.
"Kami terus menangani kasus ini, Senin, 28 Maret 2016 besok, kami lakukan tes DNA untuk mengetahui mana orangtua kandung, mana yang hukan. Nanti dari situ kami bisa petakan tindak pidana apa saja yang mereka lakukan itu," tuturnya.
Wahyu menjelaskan, polisi memerlukan waktu dua bulan untuk mengungkap kasus eksploitasi anak itu lantaran polisi ingin mengungkap modusnya terlebih dahulu dan juga peran para pelaku. Sebab, ada dua pasal yang akan dikenakan polisi terhadap para pelaku itu.
"Jika ini dilakukan orangtua, maka akan dikenakan pasal tentang perlindungan anak. Jika bukan orangtua, kami kenakan juga pasal tentang perdagangan anak atau human trafficking," terangnya. (Baca: Komnas PA Minta Pelaku Eksploitasi Anak Dihukum Berat)
"Jika saat ada laporan, lalu kami amankan mereka saat itu juga. Itu hanya pada ranah orangtuanya atau bukan, kami tak bisa lakukan penahanan. Ujungnya mereka mengulangi hal itu secara terus menerus," pungkasnya.
Meski kejadian ini ada di Jakarta Selatan, Wahyu mengatakan, tingkat kejahatan terhadap perempuan dan anak di wilayah hukumnya sudah berkurang. Karena, saat ini polisi tengah menggalakkan program unggulan antisipasi tindak kekerasan terhadap anak dan perempuan.
"Soal statistik kejahatan anak itu sudah menurun, tahun 2014 ke 2015 itu turun 50% turun kejahatan anak. Kami akan terus menjaga statistik itu, termasuk dengan mengadakan Unit PPA di tiap Polsek," katanya. (Baca: Paksa Anak di Bawah Umur Mengemis, Polisi Ringkus 2 Perempuan)
"Obat penenangnya kami sudah tahu asalnya. Tersangka membelinya dari Blok M. Dia beli begitu saja, padahal harusnya ada resep dokter, obat itu tak dijual bebas harusnya," kata Kapolres Jakarta Selatan Kombes Pol Wahyu Hadiningrat di Jakarta, Minggu (27/3/2016).
Menurut Wahyu, polisi tengah fokus mengurusi kebutuhan penyembuhan bayi berusia enam bulan ini yang saat ini berada di tempat rehabilitasi milik Kementerian Sosial (Kemensos) yang ada di Bambu Apus, Jakarta Timur itu. Adapun anak yang menjalani perawatan psikologis di Bambu Apus itu ada tiga anak, yakni Wiwid dan Risky serta satu di antaranya anak bayi yang diberikan obat penenang itu untuk mengemis, yakni Muhammad Ibrahim alias Bon Bon.
Meski begitu, kata Wahyu, polisi akan memeriksa tempat penjualan obat penenang tersebut, termasuk perizinannya. Lebih jauh, polisi tengah melakukan tes DNA terhadap 17 anak yang dieksploitasi tersangka. Begitu juga dengan empat orang dewasa lainnya dan empat tersangka untuk mengetahui mana saja yang merupakan anak mereka.
"Kami terus menangani kasus ini, Senin, 28 Maret 2016 besok, kami lakukan tes DNA untuk mengetahui mana orangtua kandung, mana yang hukan. Nanti dari situ kami bisa petakan tindak pidana apa saja yang mereka lakukan itu," tuturnya.
Wahyu menjelaskan, polisi memerlukan waktu dua bulan untuk mengungkap kasus eksploitasi anak itu lantaran polisi ingin mengungkap modusnya terlebih dahulu dan juga peran para pelaku. Sebab, ada dua pasal yang akan dikenakan polisi terhadap para pelaku itu.
"Jika ini dilakukan orangtua, maka akan dikenakan pasal tentang perlindungan anak. Jika bukan orangtua, kami kenakan juga pasal tentang perdagangan anak atau human trafficking," terangnya. (Baca: Komnas PA Minta Pelaku Eksploitasi Anak Dihukum Berat)
"Jika saat ada laporan, lalu kami amankan mereka saat itu juga. Itu hanya pada ranah orangtuanya atau bukan, kami tak bisa lakukan penahanan. Ujungnya mereka mengulangi hal itu secara terus menerus," pungkasnya.
Meski kejadian ini ada di Jakarta Selatan, Wahyu mengatakan, tingkat kejahatan terhadap perempuan dan anak di wilayah hukumnya sudah berkurang. Karena, saat ini polisi tengah menggalakkan program unggulan antisipasi tindak kekerasan terhadap anak dan perempuan.
"Soal statistik kejahatan anak itu sudah menurun, tahun 2014 ke 2015 itu turun 50% turun kejahatan anak. Kami akan terus menjaga statistik itu, termasuk dengan mengadakan Unit PPA di tiap Polsek," katanya. (Baca: Paksa Anak di Bawah Umur Mengemis, Polisi Ringkus 2 Perempuan)
(mhd)