Organda Kritik Kebijakan Manajemen PT Transportasi Jakarta
A
A
A
JAKARTA - Organda DKI Jakarta mengkritik rencana manajemen PT Transportasi Jakarta yang memilih melakukan kontrak langsung dengan pemilik angkutan umum. Seharusnya kontrak tersebut dilakukan dengan operator bukan perorangan.
Kepala Organda DKI Jakarta Shafruhan Sinungan mengatakan, dalam UU No 22/2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan para pemilik angkutan umum harus bernaung dalam badan hukum. Artinya, Pemprov DKI melalui PT Transportasi Jakarta tidak boleh membuka pintu para pengusaha angkutan umum untuk berada di bawah manajemennya.
"Kami semakin ragu dengan kapasitas Direktur Transportasi Jakarta yang baru ini. Bagaimana bisa perorangan kerja sama langsung dengan BUMD. Lagian ini tuh urusanya regulator, Dinas Perhubungan, bukan BUMD," kata Shafruhan Sinungan saat dihubungi Kamis 18 Februari 2016 kemarin.
Shafruhan menjelaskan, pada prinsipnya para operator angkutan umum ingin bekerjasama dengan PT Trasnportasi Jakarta. Namun, mereka tidak memiliki kemampuan bila diminta langsung meremajakan kendaraannya.
Direktur Institut Studi Transportasi (instrans) Dharmanigtyas menuturkan, boleh saja PT Transportasi Jakarta berkontrak langsung dengan pemilik angkutan umum. Namun, itu akan merusak sistem manajemen Bus Rapid Transit (BRT).
"PT Transportasi Jakarta itu kan awalnya ada konsorsium operator di dalamnya. Kalau langsung perorangan, ribuan pemilik angkutan umum akan masuk ke PT Transportasi Jakarta dan sulit terkontrol," ujarnya.
Kesalahan buruknya angkutan umum selama ini, kata Tyas merupakan dampak dari tidak adanya pembinaan operator oleh pemerintah dan sistem manajemen PT Transportasi Jakarta yang buruk. Sejak 2012, kata dia, para operator di koridor 2-7 itu telah mengajukan peremajaan. Namun, hingga saat ini PT Trasnportasi Jakarta belum juga meresponsnya.
"Peremajaan itu kan harus ada surat kontrak lagi. Sumber masalahnya itu di PT Transportasi Jakarta yang lamban merespon peremajaan. Apalagi Pemprov tidak pernah membina para operator. Dalam mengurus surat administrasi bus mestinya menjadi kesempatan untuk melakukan pembinaan," jelasnya.
Kepala Organda DKI Jakarta Shafruhan Sinungan mengatakan, dalam UU No 22/2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan para pemilik angkutan umum harus bernaung dalam badan hukum. Artinya, Pemprov DKI melalui PT Transportasi Jakarta tidak boleh membuka pintu para pengusaha angkutan umum untuk berada di bawah manajemennya.
"Kami semakin ragu dengan kapasitas Direktur Transportasi Jakarta yang baru ini. Bagaimana bisa perorangan kerja sama langsung dengan BUMD. Lagian ini tuh urusanya regulator, Dinas Perhubungan, bukan BUMD," kata Shafruhan Sinungan saat dihubungi Kamis 18 Februari 2016 kemarin.
Shafruhan menjelaskan, pada prinsipnya para operator angkutan umum ingin bekerjasama dengan PT Trasnportasi Jakarta. Namun, mereka tidak memiliki kemampuan bila diminta langsung meremajakan kendaraannya.
Direktur Institut Studi Transportasi (instrans) Dharmanigtyas menuturkan, boleh saja PT Transportasi Jakarta berkontrak langsung dengan pemilik angkutan umum. Namun, itu akan merusak sistem manajemen Bus Rapid Transit (BRT).
"PT Transportasi Jakarta itu kan awalnya ada konsorsium operator di dalamnya. Kalau langsung perorangan, ribuan pemilik angkutan umum akan masuk ke PT Transportasi Jakarta dan sulit terkontrol," ujarnya.
Kesalahan buruknya angkutan umum selama ini, kata Tyas merupakan dampak dari tidak adanya pembinaan operator oleh pemerintah dan sistem manajemen PT Transportasi Jakarta yang buruk. Sejak 2012, kata dia, para operator di koridor 2-7 itu telah mengajukan peremajaan. Namun, hingga saat ini PT Trasnportasi Jakarta belum juga meresponsnya.
"Peremajaan itu kan harus ada surat kontrak lagi. Sumber masalahnya itu di PT Transportasi Jakarta yang lamban merespon peremajaan. Apalagi Pemprov tidak pernah membina para operator. Dalam mengurus surat administrasi bus mestinya menjadi kesempatan untuk melakukan pembinaan," jelasnya.
(whb)