Polisi Disarankan Selidiki Latar Belakang Orang Terdekat Mirna
A
A
A
JAKARTA - Dalam mengungkap kasus kematian Mirna Salihin, polisi belum sepenuhnya menyelidiki latar belakang orang-orang terdekat korban. Selain itu, polisi juga harusnya memeriksa intensif saksi lainnya yaitu Hanny serta suami Mirna.
Dekan Fakultas Hukum Universitas Pancasila (FHUP), Ade Saptomo mengatakan, polisi bisa melakukan pendalaman misalnya apa latar belakang Jesica, Hanny serta suami Mirna. Penyidik perlu menarik kebelakang benang cerita dari kasus ini yaitu dengan mendalami pengetahuan ketiganya mengenai sianida.
Dengan cara itu bisa membuktikan siapa pelaku yang membunuh Mirna. "Misalnya dengan mencari tahu soal pengetahuan saksi-saksi soal sianida. Siapa memorinya (pengetahuannya) yang paling besar soal sianida. Cara ini yang saya lihat belum dilakukan penyidik," kata Ade Saptomo, Kamis (28/1/2016).
Menurut Ade, tingkat pengetahuan si pelaku soal sianida yang kemudian mendorong dia untuk membunuh menggunakan zat beracun ini. Misalnya X tahu bahwa sianida itu racun, namun bisa jadi Y lebih tahu kalau sianida itu berbahaya dan mematikan sehingga dia memilih zat itu sebagai media membunuh.
"Tingkat pengetahuannya kan berbeda. Nah dengan cara ini bisa terungkap kemudian pelakunya. Jadi tidak berkutik pada asumsi semata," kata dia. Ade menjelaskan, memori yang kuat dari seseorang mengenai suatu hal itu bisa mempengaruhi tindakan.
Karena, tidak serta merta pelakunya memilih sianida untuk membunuh kalau tidak ada pengetahuan yang kuat. "Asumsinya, orang berucap dan berbuat ya merujuk pada memori dan pengetahuan yang dimiliki," katanya.
Memori atau pengetahuan itu bisa didapat ketika pelaku mengeyam pendidikan atau dari informasi yang berkembang. Ketika pelaku memiliki pengetahuan kuat maka pilihan jatuh pada apa yang dia ketahui selama ini. "Toh banyak zat beracun lainnya, tetapi mengapa yang dipilihnya adalah sianida," ucapnya.
Mengenai proses penyelidikan, Ade berpendapat tidak masalah jika berjalan lambat. Asalkan, nantinya fakta yang terungkap sesuai kebenaran dan hanya mengandalkan kecepatan.
Jika saat ini publik mengarah pada Jesica sebagai tersangka, menurutnya itu terlalu cepat. Ade berpandangan, Jesica hanyalah produk dari suatu proses hukum. Dia seolah diciptakan atau diskenariokan sebagai pelaku, padahal prosesnya pun masih berjalan. Dia menyarankan agar penyidik memperlakukan Jesica seperti saksi lainnya misalnya Hanny dan pelayan kafe.
"Harusnya mereka juga sama dong. Kalau Jesica diperiksa intensif, kenapa yang lain tidak," katanya.
Dekan Fakultas Hukum Universitas Pancasila (FHUP), Ade Saptomo mengatakan, polisi bisa melakukan pendalaman misalnya apa latar belakang Jesica, Hanny serta suami Mirna. Penyidik perlu menarik kebelakang benang cerita dari kasus ini yaitu dengan mendalami pengetahuan ketiganya mengenai sianida.
Dengan cara itu bisa membuktikan siapa pelaku yang membunuh Mirna. "Misalnya dengan mencari tahu soal pengetahuan saksi-saksi soal sianida. Siapa memorinya (pengetahuannya) yang paling besar soal sianida. Cara ini yang saya lihat belum dilakukan penyidik," kata Ade Saptomo, Kamis (28/1/2016).
Menurut Ade, tingkat pengetahuan si pelaku soal sianida yang kemudian mendorong dia untuk membunuh menggunakan zat beracun ini. Misalnya X tahu bahwa sianida itu racun, namun bisa jadi Y lebih tahu kalau sianida itu berbahaya dan mematikan sehingga dia memilih zat itu sebagai media membunuh.
"Tingkat pengetahuannya kan berbeda. Nah dengan cara ini bisa terungkap kemudian pelakunya. Jadi tidak berkutik pada asumsi semata," kata dia. Ade menjelaskan, memori yang kuat dari seseorang mengenai suatu hal itu bisa mempengaruhi tindakan.
Karena, tidak serta merta pelakunya memilih sianida untuk membunuh kalau tidak ada pengetahuan yang kuat. "Asumsinya, orang berucap dan berbuat ya merujuk pada memori dan pengetahuan yang dimiliki," katanya.
Memori atau pengetahuan itu bisa didapat ketika pelaku mengeyam pendidikan atau dari informasi yang berkembang. Ketika pelaku memiliki pengetahuan kuat maka pilihan jatuh pada apa yang dia ketahui selama ini. "Toh banyak zat beracun lainnya, tetapi mengapa yang dipilihnya adalah sianida," ucapnya.
Mengenai proses penyelidikan, Ade berpendapat tidak masalah jika berjalan lambat. Asalkan, nantinya fakta yang terungkap sesuai kebenaran dan hanya mengandalkan kecepatan.
Jika saat ini publik mengarah pada Jesica sebagai tersangka, menurutnya itu terlalu cepat. Ade berpandangan, Jesica hanyalah produk dari suatu proses hukum. Dia seolah diciptakan atau diskenariokan sebagai pelaku, padahal prosesnya pun masih berjalan. Dia menyarankan agar penyidik memperlakukan Jesica seperti saksi lainnya misalnya Hanny dan pelayan kafe.
"Harusnya mereka juga sama dong. Kalau Jesica diperiksa intensif, kenapa yang lain tidak," katanya.
(whb)