Dugaan Malapraktik, Polisi Akan Bongkar Makam Allya
A
A
A
JAKARTA - Untuk menyelidiki dugaan malapraktik, Polda Metro Jaya akan meminta izin keluarga untuk membongkar makam Allya Siska Nadya (34). Polisi perlu melakukan autopsi jenazah Allya untuk mendapatkan bukti adanya dugaan malapraktik.
"Kami akan menurunkan dokter forensik untuk bertemu keluarganya dulu untuk meminta izin apakah boleh (jenazah) diautopsi atau tidak," ujar Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Pol Krishna Murti di Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (7/1/2016).
Menurutnya, autopsi jenasah ini sangat penting untuk mencari alat bukti yang bisa digunakan sebagai syarat untuk menemukan adanya tindak pidana malapraktek. "Kami tengah cari fakta-fakta untuk mencari adanya dugaan pidana," terangnya.
Krishna pun menampik disebut tidak kooperatif dalam kasus ini, sebab pihak keluarga selama ini enggan kooperatif dengan polisi.
"Kan bukan polisi yang salah (kalau disebut tidak kooperatif). Makanya dalam kesempatan kali ini kami akan coba dekati kembali keluarga korban untuk bersama-sama menyelesaikan kasusnya," pungkasnya.
Diketahui, Allya yang merupakan anak mantan Wakil Direktur Komunikasi PT PLN meninggal usai menjalani perawatan di klinik Klinik Chiropractic First Pondok Indah Mall 1, Jaksel.
Ayah korban, Alfian Helmy Hasjim menjelaskan awalnya Allya kerap mengeluh nyeri di bagian otot lehernya dan terkadang terasa pegal. Kemudian oleh keluarga disarankan untuk berobat ke klinik itu.
Dalam pengobatannya, Allya ditangani oleh praktisi asal Amerika Serikat, Randall Cafferty. Dalam sehari Allya menjalani terapi sampai dua kali, siang dan malam.
Proses terapinya Allya diminta untuk tengkurap di ranjang. Kemudian kepala Allya digerakkan ke kanan dan ke kiri beberapa kali hingga pada tulang lehernya berbunyi.
Usai menjalani terapi tersebut, bukan hilang rasa sakit justru Allya merasakan pegal di leher yang begitu hebat. Hingga pada akhirnya sekira pukul 23.00 WIB gadis manis itu merintih kesakitan dan keesokan harinya meninggal dunia.
"Kami akan menurunkan dokter forensik untuk bertemu keluarganya dulu untuk meminta izin apakah boleh (jenazah) diautopsi atau tidak," ujar Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Pol Krishna Murti di Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (7/1/2016).
Menurutnya, autopsi jenasah ini sangat penting untuk mencari alat bukti yang bisa digunakan sebagai syarat untuk menemukan adanya tindak pidana malapraktek. "Kami tengah cari fakta-fakta untuk mencari adanya dugaan pidana," terangnya.
Krishna pun menampik disebut tidak kooperatif dalam kasus ini, sebab pihak keluarga selama ini enggan kooperatif dengan polisi.
"Kan bukan polisi yang salah (kalau disebut tidak kooperatif). Makanya dalam kesempatan kali ini kami akan coba dekati kembali keluarga korban untuk bersama-sama menyelesaikan kasusnya," pungkasnya.
Diketahui, Allya yang merupakan anak mantan Wakil Direktur Komunikasi PT PLN meninggal usai menjalani perawatan di klinik Klinik Chiropractic First Pondok Indah Mall 1, Jaksel.
Ayah korban, Alfian Helmy Hasjim menjelaskan awalnya Allya kerap mengeluh nyeri di bagian otot lehernya dan terkadang terasa pegal. Kemudian oleh keluarga disarankan untuk berobat ke klinik itu.
Dalam pengobatannya, Allya ditangani oleh praktisi asal Amerika Serikat, Randall Cafferty. Dalam sehari Allya menjalani terapi sampai dua kali, siang dan malam.
Proses terapinya Allya diminta untuk tengkurap di ranjang. Kemudian kepala Allya digerakkan ke kanan dan ke kiri beberapa kali hingga pada tulang lehernya berbunyi.
Usai menjalani terapi tersebut, bukan hilang rasa sakit justru Allya merasakan pegal di leher yang begitu hebat. Hingga pada akhirnya sekira pukul 23.00 WIB gadis manis itu merintih kesakitan dan keesokan harinya meninggal dunia.
(ysw)