Jadi Terdakwa Tunggal, Mucikari Artis Ajukan Gugatan ke MK

Selasa, 10 November 2015 - 22:27 WIB
Jadi Terdakwa Tunggal, Mucikari Artis Ajukan Gugatan ke MK
Jadi Terdakwa Tunggal, Mucikari Artis Ajukan Gugatan ke MK
A A A
JAKARTA - Robby Abbas alias Obie mucikari prostitusi kelas kakap yang dijatuhkan 1 tahun 4 bulan penjara mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi.

Dari jadwal sidang yang dirilis MK, Obie dengan kuasa pemohon Heru Widodo, Petrus Pieter Ell mengajukan gugatan terhadap Pengujian Kitab Undang-Undang Hukum Pidana khususnya Pasal 296 dan Pasal 506.

Diketahui, Pasal 296 dan Pasal 506 KUHP berkaitan dengan penjeratan terhadap penyedia/germo pekerja seks komersial (PSK).

Secara utuh Pasal 296 berbunyi: Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain, dan menjadikannya sebagai pencarian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak lima belas ribu rupiah.

Sedangkan Pasal 506: Barang siapa menarik keuntungan dari perbuatan cabul seorang wanita dan menjadikannya sebagai pencarian, diancam dengan pidana kurungan paling lama satu tahun.

Dari ringkasan permohonan perkara Nomor 132/PUU-XIII/2015, pemohon menyebutkan, selaku WN Indonesia pemohon menganggap hak konstitusionalnya dirugikan atau setidaknya berpotensi dilanggar hak konstitusionalnya dengan berlakunya norma Pasal 296 dan Pasal 506 KUHP.

Pemohon juga mengaku, saat ini menjadi terdakwa di PN Jaksel, oleh Jaksa Penuntut Umum, pemohon didakwa dengan dakwaan kesatu: "Dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain, dan menjadikannya sebagai pencarian atau kebiasaan".

Serta dakwaan kedua: "menarik keuntungan dari perbuatan cabul seorang wanita dan menjadikannya sebagai pencarian."

Dalam ringkasan pemhon tersebut ada empat alasan yang digunakan Obie dalam mengajukan gugatan. Alasan itu di antaranya, pemohon merupakan terdakwa tunggal didakwa berdasarkan Pasal 256 dan Pasal 506 KUHP.

Sedangkan pihak yang menghubungi pemohon untuk dicarikan artis penyedia jasa prostitusi dan kemudian menggunakan jasa artis tersebut dengan memberikan imbalan jasa sejumlah uang tidak dikenakan sanksi pidana dan hanya dijadikan saksi saja.

Pada poin dua tertuang, Pasal 256 jo Pasal 506 KUHP hanya dapat dikenakan kepada seseorang atau subjek hukum yang menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul atau seks komersial saja. Sedangkan terhadap pihak lain yang terlibat dalam tindakan tersebut seperti PSK dan pihak yang mendapatkan kenikmatan seksual dengan memberikan imbalan tidak dikenakan hukuman pemidanaan.

Tiga, pemberlakuan ketentuan tersebut tidak mencerminkan beberapa norma pembentuk hukum positif di Indonesia seperti hukum adat, hukum agama, dan hukum nasional.

Di poin empat tertulis, kekosongan hukum yang mengatur mengenai pihak yang tidak diatur dalam Pasal 256 dan Pasal 506 KUHP malah kemudian diatur dalam beberapa Peraturan Daerah. Seperti Pasal 42 ayat (2) Perda DKI Jakarta Nomor 8/2007 dan Perda Kota Tanggerang Nomor 8/2005.

Menurut pemohoan, dengan adanya pengaturan tersebut dapat dikatakan bahwa perbuatan hubungan seksual di luar pernikahan dengan tujuan mendapatkan imbalan jasa merupakan perbuatan melanggar hukum.

"Dan jika hal tersebut tidak diatur dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi maka akan menimbulkan ketidakpastian hukum."
(whb)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5111 seconds (0.1#10.140)