Polda Metro Jaya Kembangkan Kasus Dwelling Time ke Surabaya

Rabu, 12 Agustus 2015 - 17:34 WIB
Polda Metro Jaya Kembangkan Kasus Dwelling Time ke Surabaya
Polda Metro Jaya Kembangkan Kasus Dwelling Time ke Surabaya
A A A
JAKARTA - Tim Satgas Khusus Polda Metro Jaya mengamankan seorang staf PT Garindo Sejahtera Abadi berinisial VT terkait kasus dugaan suap dalam dwelling time. Status VT masih sebagai saksi dalam kasus yang melibatkan eks Ditjen Daglu Kemendag Partogi Pangaribuan.

Koordinator Satgasus Kombes Pol Krishna Murti mengungkapkan, pada Selasa 11 Agustus 2015 kemarin, penyidik melakukan penggeledahan di Kantor PT Garindo Sejahtera Abadi yang beralamat di Jalan Perak Barat No 281, Surabaya, Jawa Timur. "Selain menggeledah kantor tersebut kita juga membawa VT ke Jakarta untuk dimintai keterangan," ungkap Krishna Murti di Mapolda Metro Jaya, Rabu (12/8/2015).

Krishna menambahkan, dalam penggeladahan itu petugas menyita sejumlah barang bukti berupa dokumen penting, CPU, komputer, alat komunikasi dan lain-lain. "Penggeledahan ini dilakukan untuk melengkapi alat bukti dalam kasus suap dengan tesangka Lusi dan Partogi, dan juga sebagai tindak lanjut dalam rangka pengungkapan adanya kartel atu mafia dalam masalah impor garam selama ini," jelasnya.

Di bagian lain, Tim Satgas Khusus Polda Metro Jaya kini menemukan adanya dugaan penyelewangan di Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terkair kuota importasi garam.

Kasubdit Tipikor Ditreskrimsus Polda Metro Jaya AKBP Ajie Indra Dwiatma mengatakan, tim penyidik yang menangani kasus dwelling time menemukan adanya dugaan pelanggaran di Kementerian Perindustrian. Pelanggaran itu berupa penyimpangan dalam kuota importasi garam yang termasuk dalam kategori barang impor larangan terbatas (Lartas).

"ā€ˇPenggeledahan di Kemenperin beberapa waktu lalu berkaitan dengan adanya temuan penyidik terkait penyimpangan dalam importasi garam," kata Ajie Indra Dwiatma, Rabu (12/8/2015).

Menurut Ajie, pemerintah membatasi kuota impor garam karena merugikan petani garam lokal. Impor garam masih diperbolehkan dengan catatan harus menyerap 50% garam yang diproduksi petani lokal.

"Misalkan, kebutuhan garam setahun 15 ton, itu harusnya menyerap 10 ton garam lokal, sisanya impor. Tetapi ini malah justru terbalik, penyerapan dari petani garam 5 ton, impornya yang digedein," katanya.

Dengan begitu, petani garam lokal mau tidak mau terpaksa menjual garam dengan harga rendah di pasaran karena kalah bersaing dengan garam impor.
(whb)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3432 seconds (0.1#10.140)