Pengamat: Bogor Harus Pikirkan Transportasi Massal
A
A
A
BOGOR - Untuk mengatasi kemacetan parah di Kota Bogor, Pemkot Bogor harus memikirkan untuk membangun pola transportasi massal. Pasalnya, selama ini jumlah ruas jalan tidak pernah bertambah sedangkan jumlah kendaraan meningkat pesat.
"Jika dibiarkan dan tidak ada solusi, maka kemacetan di Kota Bogor akan semakin parah," kata Dosen Universitas Pakuan (Unpak), Bogor, Budi Arif, Selasa (16/6).
Budi menegaskan, salah satu alternatif mengatasi masalah ini adalah keberadaan transportasi massal. Mengingat Bogor telah berkembang menjadi kota besar, sehingga transportasi massal sudah menjadi kebutuhan
Namun, kebijakan pengadaan transportasi massal juga harus diiringi dengan pengaturan dan tata kelola yang tepat. Serta harus ada pengaturan yang sistematis, postur badan jalan, dan kesediaan rasio kendaraan. Ada siklus yang tak kasatmata namun terjadi dalam lalu lintas Kota Bogor.
"Kenyataannya, kondisi jalan di Kota Bogor, pada pagi hari penuh, siang hari lengang. Jadi, harus dipelajari polanya untuk memfasilitasi lonjakan pergerakan di periode tertentu," tuturnya.
Sebagai gambaran umum, kondisi jalanan di Kota Bogor saat ini adalah 1:47. Atau bisa diartikan, setiap panjang jalan sepanjang satu kilometer diakses 47 kendaraan. Kondisi jalan yang rusak juga menjadi salah satu biang kemacetan kota.
Sampai akhir 2014, hanya 351 km (55 persen) dari 635 total panjang jalanan di Kota Bogor berkualitas baik. Sisanya berkondisi rusak ringan sampai parah.
Kondisi serupa terlihat dengan trotoar di sebagian besar ruas jalan. Mimpi kepala daerah Bima Arya Sugiarto-Usmar Hariman yang sudah memimpin Kota Bogor selama setahun untuk membangun citra Bogor sebagai kota ramah pejalan kaki hingga saat ini hanya isapan jempol belaka.
Buktinya hingga kini hanya 20 kilometer ruas jalan di Kota Bogor yang kondisinya baik. Bahkan trotoar jalan Pajajaran (Warungjambu-Sukasari), 90 persen kondisinya buruk dan sudah beralih fungsi. Penataan dilakukan hanya di titik-titik yang tidak terlalu penting, seperti di Tugu Kujang, Kapten Muslihat. Itupun dananya bersumber dari pemerintah pusat.
Selain itu, meskipun ada pembangunan jalan baru, semuanya kelanjutan dari walikota sebelumnya yakni penyelesaian proyek terusan seksi dua Jalan Lingkar R3 sepanjang 1,25 kilometer, jalan ke Stasiun Lawang Taleus (Sukaresmi) 250 meter.
"Jika dibiarkan dan tidak ada solusi, maka kemacetan di Kota Bogor akan semakin parah," kata Dosen Universitas Pakuan (Unpak), Bogor, Budi Arif, Selasa (16/6).
Budi menegaskan, salah satu alternatif mengatasi masalah ini adalah keberadaan transportasi massal. Mengingat Bogor telah berkembang menjadi kota besar, sehingga transportasi massal sudah menjadi kebutuhan
Namun, kebijakan pengadaan transportasi massal juga harus diiringi dengan pengaturan dan tata kelola yang tepat. Serta harus ada pengaturan yang sistematis, postur badan jalan, dan kesediaan rasio kendaraan. Ada siklus yang tak kasatmata namun terjadi dalam lalu lintas Kota Bogor.
"Kenyataannya, kondisi jalan di Kota Bogor, pada pagi hari penuh, siang hari lengang. Jadi, harus dipelajari polanya untuk memfasilitasi lonjakan pergerakan di periode tertentu," tuturnya.
Sebagai gambaran umum, kondisi jalanan di Kota Bogor saat ini adalah 1:47. Atau bisa diartikan, setiap panjang jalan sepanjang satu kilometer diakses 47 kendaraan. Kondisi jalan yang rusak juga menjadi salah satu biang kemacetan kota.
Sampai akhir 2014, hanya 351 km (55 persen) dari 635 total panjang jalanan di Kota Bogor berkualitas baik. Sisanya berkondisi rusak ringan sampai parah.
Kondisi serupa terlihat dengan trotoar di sebagian besar ruas jalan. Mimpi kepala daerah Bima Arya Sugiarto-Usmar Hariman yang sudah memimpin Kota Bogor selama setahun untuk membangun citra Bogor sebagai kota ramah pejalan kaki hingga saat ini hanya isapan jempol belaka.
Buktinya hingga kini hanya 20 kilometer ruas jalan di Kota Bogor yang kondisinya baik. Bahkan trotoar jalan Pajajaran (Warungjambu-Sukasari), 90 persen kondisinya buruk dan sudah beralih fungsi. Penataan dilakukan hanya di titik-titik yang tidak terlalu penting, seperti di Tugu Kujang, Kapten Muslihat. Itupun dananya bersumber dari pemerintah pusat.
Selain itu, meskipun ada pembangunan jalan baru, semuanya kelanjutan dari walikota sebelumnya yakni penyelesaian proyek terusan seksi dua Jalan Lingkar R3 sepanjang 1,25 kilometer, jalan ke Stasiun Lawang Taleus (Sukaresmi) 250 meter.
(ysw)