Prostitusi Online, Revolusi Prostitusi di Era Teknologi

Senin, 11 Mei 2015 - 21:13 WIB
Prostitusi Online, Revolusi Prostitusi di Era Teknologi
Prostitusi Online, Revolusi Prostitusi di Era Teknologi
A A A
DEPOK - Terungkapnya kasus dugaan prostitusi online yang melibatkan artis menjadi sebuah alarm bagi masyarakat Indonesia. Masyarakat harus menyadari prostitusi telah mengalami revolusi, baik dari sisi profil pelaku prostitusi dan motivasinya.

"Perihal profil pelaku seks komersil (PSK) sudah bergeser bukan hanya kalangan ekonomi menengah ke bawah yang terhimpit beban ekonomi yang luar biasa, sehingga mereka terdesak untuk masuk ke bisnis bawah tanah seperti prostitusi," kata Pengamat Sosial Universitas Indonesia (UI) Devie Rahmawati di Depok, Senin (11/5/2015).

Penulis buku ini menjelaskan dengan adanya medium teknologi membuat para PSK bukan hanya dari kalangan ekonomi sulit tapi dari berbagai kalangan. Sebagaimana riset di negara lain, lanjutnya, dengan medium online siapapun dapat masuk ke bisnis ini, bukan hanya orang secara full time berprofesi sebagai PSK namun juga paruh waktu.

"Banyak yang sekarang disebut part-timer PSK, yang tidak menjadi PSK sebagai profesi utama. Bukan hanya artis, tapi di negara lain ditemukan ada anak-anak sekolah, ibu rumah tangga yang juga menjadi pelaku seks komersial online," paparnya.

Devie menambahkan teknologi online memberikan peluang bahwa pelaku dapat terbebas dari stigma sosial (aib). Karena melalui mekanisme online seseorang dapat menyembunyikan identitasnya (modus anonimitas), pelaku dapat terhindar dari jeratan petugas keamanan. Mereka dapat menghindar dari jerat hukum karena teknologi yang mereka gunakan servernya dibuat di negara lain.

"Kedua kata-kata vulgar yang disampaikan dapat mereka katakan bahwa itu hanyalah fiksi dan hiburan semata (bukan forum 'menjual diri' yang nyata)," jelas dosen Vokasi UI ini.

Terkait motivasi para pelaku seks komersial modern, menurutnya, tidak lagi hanya karena kebutuhan hidup dasar, namun terkadang hanya karena ingin memenuhi kebutuhan hidup yang gaya misalnya berganti-ganti gadget dan fesyen. Oleh karena itu, dia mengimbau agar dari lingkungan sosial terkecil yaitu keluarga hingga pemerintah mulai membangun kultur bergaya hidup sederhana.

"Hal ini yang sangat mengkhawatitkan. Jangan ada lagi demonstrasi materi yang berlebihan di media dan lingkungan sekitar," tutupnya.
(hyk)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3212 seconds (0.1#10.140)