Warga DKI Diminta Rasional dalam Menilai Hasil Pembangunan

Senin, 19 Desember 2016 - 21:43 WIB
Warga DKI Diminta Rasional dalam Menilai Hasil Pembangunan
Warga DKI Diminta Rasional dalam Menilai Hasil Pembangunan
A A A
JAKARTA - Gerakan Masyarakat (Gema) Ibu Kota menilai banyak masyarakat pemilih di Jakarta yang kurang memahami realita persoalan pembangunan. Gema Ibu Kota tergerak untuk membangun kesadaran masyarakat Jakarta serta mengajak mereka untuk melihat realita tersebut dengan lebih jernih.

Pengamat lingkungan dan inisiator Gema Ibu Kota Suhardi Suryadi mengatakan, Gema Ibu kota memandang Jakarta merupakan barometer pembangunan nasional. “Ketika persoalan pembangunan di DKI Jakarta tidak dapat diselesaikan, maka dapat dipastikan pembangunan nasional juga akan terpengaruh,” kata Suhardi Suryadi dalam acara peluncuran dan diskusi publik bertajuk Evaluasi Hasil Pembangunan DKI Jakarta 2012-2016 dalam Perspektif Keadilan Bagi Rakyat pada Minggu 18 Desember 2016 di kawasan Menteng, Jakarta.

Gema Ibu Kota, lanjut Suhardi, ingin membuka wawasan warga Jakarta agar dapat melihat keberhasilan pembangunan tidak hanya sebatas pada aspek fisik dan aksesorisnya. Berdasarakan data-data resmi, Gema Ibu Kota melihat bahwa berbagai persoalan utama pembangunan di Jakarta belum mampu diselesaikan, bahkan sebagiannya mengalami kemunduran.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin di Jakarta meningkat 30.000 jiwa dalam empat tahun terakhir. Jumlah penduduk miskin pada Maret 2016 mencapai 384.300 jiwa dari sebelumnya 355.200 jiwa pada 2012.

Pemerhati masalah ekonomi politik dan kemiskinan Abdurrahman Syebubakar menambahkan, data BPS mencatat rata-rata Rasio Gini tahun 2012-2016 berkisar di atas 0,4 (rasio 0 sampai 1, di mana angka 1 adalah yang terburuk) meningkat drastis dari periode sebelum 2011 yang berada di kisaran 0,3. Hal tersebut menunjukkan kesenjangan pendapatan antara penduduk kaya dan miskin melebar dalam empat tahun terakhir.

“Angka tersebut menempatkan DKI Jakarta sebagai salah satu dari 7 provinsi dengan Rasio Gini tertinggi di Indonesia,” kata Abdurrahman dalam siaran pers yang diterima SINDOnews, Senin (19/12/2016).
Tren kenaikan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebagai indikator dasar pembangunan ekonomi, pendidikan, dan kesehatan di DKI Jakarta juga relatif rendah, yaitu sekitar 0,54 per tahun-IPM tahun 2012 (77,53) dan 2015 (78,99). Sementara, rata-rata kenaikan IPM di provinsi lain mencapai hingga lebih dari 0,7, contohnya Nusa Tenggara Barat (0,8) dan Nusa Tenggara Timur (0,7).

Rata-rata kenaikan IPM per tahun di DKI Jakarta juga berada di bawah Jawa Timur (0,72), Jawa Tengah (0,68), Jawa Barat (0,66), dan bahkan Papua (0,56) serta rata-rata kenaikan IPM nasional (0,62). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada peningkatan yang berarti dalam pembangunan manusia di Jakarta.

Pegiat kemanusiaan dan pemberdayaan masyarakat Romo Sandyawan Sumardi mengatakan, penggusuran paksa yang dilakukan di berbagai tempat termasuk Kampung Pulo dan Bukit Duri, dilakukan tanpa memberikan ruang dialog dan telah menyepelekan persoalan keberlanjutan penghidupan warga. “Penggusuran paksa terbukti menyebabkan warga yang tergusur kehilangan pendapatan sehingga sangat rentan untuk jatuh miskin,” kata Sandyawan.

Pengamat kebijakan publik Agus Pambagyo menuturkan, pembangunan rumah susun dan berbagai program yang menggunakan dana di luar APBD, termasuk dari para pengembang, adalah tidak tepat. Agus Pambagyo juga menyoroti rendahnya penyerapan anggaran dan realisasi belanja modal di DKI juga menjadi tolok ukur buruknya tata kelola pemerintahan, sehingga memperparah pembangunan DKI yang relatif tersendat.
(whb)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 2.0257 seconds (0.1#10.140)