Miliki Ikon Baru, Pelestarian Benda Cagar Budaya Dipertanyakan

Kamis, 08 Desember 2016 - 00:19 WIB
Miliki Ikon Baru, Pelestarian Benda Cagar Budaya Dipertanyakan
Miliki Ikon Baru, Pelestarian Benda Cagar Budaya Dipertanyakan
A A A
JAKARTA - Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor meresmikan ikon baru Kota Bogor yakni Tepas Salapan Lawang Dasakerta (TSLD) yang letaknya persis berseberangan dengan Tugu Kujang di Jalan Otista-Pajajaran, tepatnya di atas pedestrian Lingkar Kebun Raya dan Istana Bogor, Bogor Tengah, Kota Bogor.

Persemian tersebut bertepatan dengan peringatan 34 tahun dibangunnnya Tugu Kujang sebagai ikon lama Kota Bogor yang penuh dengan makna sejarah maupun budaya. TSLD diresmikan langsung oleh Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto yang disaksikan langsung perwakilan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida) serta masyarakat Kota Bogor.

Namun demikian, peresmian bangunan pilar-pilar besar yang mewah dan gagah bergaya arsitek Romawi dan Yunani kuno itu, justru banyak menuai kritik. Selain kritik, landasan hukum pembangunan konsep kota pusaka hingga terkait dengan pelestarian benda cagar budaya (BCB).

"Saya melihatnya, bangunan tersebut terkesan menonjol dan sangat mendominasi pandangan, sehingga menutupi pemandangan hijauanya Kebun Raya Bogor (KRB) yang merupakan warisan budaya (heritage) yang lebih sejati," kata Peneliti Senior Pusat Pengkajian Perencanan dan Pengembangan Wilayah (P4W) IPB, Ernan Rustiadi di Bogor, Rabu 7 Desember 2016.

Jika mengacu pada Program Pendirian Jaringan Kota Pusaka Indonesia yang disusun oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bogor, tertulis bahwa visi dari Kota Pusaka di point kedua yakni sebagai salah satu indikator pencapaian tujuan penataan ruang akan bercirikan: Revitalisasi kawasan bersejarah (heritage).

Dosen Ahli Ekologi dan Manajemen Lanskap IPB, Dr Hadi Susilo Arifin menjelaskan, pembangunan ikon baru Kota Bogor TSLD atau Lawang Salapan tidak mencerminkan suatu upaya mewujudkan Kota Bogor sebagai Kota Pusaka.

"Justru keberadaan tepas tersebut dapat mempengaruhi nilai estetika Tugu Kujang sebagai ikon lama Kota Bogor," jelasnya.

Seharusnya, lanjut dia, Pemkot Bogor lebih mengedepankan perawatan benda cagar budaya atau bangunan heritage yang sudah ada jika memang ingin membuat Kota Bogor sebagai Kota Pusaka.

"Tidak perlu mengeluarkan anggaran untuk mendirikan bangunan baru. Kalau memang ada anggaran, seharusnya dipergunakan untuk memperbaiki atau memelihara aset Kota Bogor yang memiliki nilai sejarah yang tinggi, dengan demikian, Kota Bogor bisa disebut sebagai Kota Pusaka," tuturnya.

Hadi menjelaskan, jika melihat fisik bangunan Lawang Salapan yang menelan anggaran Rp2,8 miliar itu tidak mencirikan Kota Bogor sebagai Kota Pusaka. Seharusnya, dana tersebut digunakan untuk revitalisasi pelestarian benda, situs dan kawasan cagar budaya saja.

"Bisa melalui penataan kawasan Batutulis, Pecinan, Kampung Arab di Empang, atau bisa mempertahankan dan memanfaatkan kawasan sekitar KRB. Tapi bukan dengan dibangun Tepas Lawang Salapan karena itu justru menghalangi hijaunya hutan terbuka Kota Bogor," tukasnya.

Sementara itu, Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto menjelaskan, Lawang Salapan dibangun dengan anggaran yang bersumber dari pemerintah pusat melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Bima menambahkan, pembangunan Lawang Salapan ini sejalan dengan program pelestarian kota-kota pusaka yang ada di seluruh Indonesia, termasuk di Kota Bogor.

"Kota Bogor adalah Kota Pusaka, karena kota ini dibangun dan dirawat oleh nilai-nilai pusaka serta nilai-nilai luhur yang diajarkan dan diturunkan oleh para leluhur. Jadi kota pusaka bukan hanya sekadar mempercantik atau menambah keindahan kota. Tetapi, kota pusaka adalah ikhtiar untuk selalu merawat semangat turun temurun dari generasi ke generasi," ungkap Bima saat meresmikan Lawang Salapan.

Bima berdalih, bukan hanya untuk memperindah atau mempercantik Kota Bogor, tapi lebih dalam dari itu. Yaitu untuk memuliakan sejarah, untuk meneruskan nilai-nilai semangat semua untuk selalu memberikan yang terbaik bagi Kota Bogor.

"Lawang Salapan yang berdiri megah ini diharapkan akan selalu mengingatkan semua bahwa Kota Bogor pernah jaya. Bahwa Kota Bogor pernah mengalami masa-masa yang hebat dimana lima abad yang lalu di tempat ini dan di kota ini berdiri pusat kekuasaan yang memakmurkan warganya yang membuat mereka bangga kepada pemimpinnya," tegasnya.

Sekadar informasi, Tepas Salapan Lawang Dasakerta (TSLD), dalam bahasa Indonesia berarti Teras Sembilan Pintu 'Dasakerta'. TSLD hadir mendampingi dan sekaligus memperkuat kembali eksistensi Tugu Kujang yang telah berdiri sejak 1982.

TSLD menjadi simbol pintu masuk ke Kota Bogor. Sekaligus melambangkan sebuah tepas (teras atau beranda) dari sebuah hunian warga Sunda yang selalu terbuka menyambut para tamunya dengan penuh keramahan. Teras ini juga dirancang untuk menjadi sebuah pelataran dan ruang publik terbuka.

Dibangunnya TSLD merupakan dukungan pemerintah pusat terhadap keberadaan Kota Bogor sebagai sebuah Kota Pusaka. Seperti halnya Lawang Suryakancana, pembangunan TLSD merupakan bagian dari program kerja Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Tujuannya untuk mengembangkan potensi kota-kota pusaka (heritage cities) di Indonesia. Kota Bogor menjadi salah satu kota pusaka yang mendapat prioritas.

"Sejauh ini Pemerintah Kota Bogor memang telah bersinergi dengan para penggiat pelestarian pusaka. Selain itu juga telah menerbitkan Peraturan Wali kota Nomor 17 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Kota Bogor sebagai Kota Pusaka. Dengan demikian pemeliharaan TLSD beserta seluruh pusaka kota lainnya menjadi tugas bersama antara Pemerintah Kota Bogor dan seluruh masyarakat," katanya.
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4034 seconds (0.1#10.140)