Catatan PPDB 2020, Sampai Kapan Korban Sistem Harus Gigit Jari?
loading...
A
A
A
Jauh dari Harapan
Sistem zonasi yang diberlakukan pemerintah nyata-nyata tidak memberikan harapan besar bagi para calon siswa untuk masuk sekolah negeri. Jika jarak 1 km saja tetap gagal sekolah negeri, ini tentu fenomena yang menyesakkan dada.
Dari fakta ini, pemerintah tampak belum memetakan jelas kesiapan infrastruktur sekolah dengan padatnya jumlah penduduk yang memiliki siswa produktif. Praktis, sistem zonasi yang diberlakukan ini hanya menguntungkan calon siswa yang memiliki kartu keluarga berjarak kurang 1 km dari kawasan sekolah. Calon siswa yang memiliki rumah dengan jarak lebih dari itu pun akhirnya hanya bisa gigit jari. Padahal, tak semua orang tua mampu menyekolahkan anaknya di sekolah swasta.
Sistem baru zonasi masih menyisakan persoalan besar. Ada keadilan-keadilan yang tercederai. Ada hak-hak rakyat yang terampas. Untuk itu, pemerintah jangan abai dengan keresahan dan kebingungan yang dirasakan masyarakat ini. (Baca juga: Bayi Kembar Baru Lahir Tewas Diterkan 2 Anjing Peliharaan yang Cemburu)
Orang tua patut resah. Sebab, semua orang tua berkeinginan menjadikan anaknya pintar dengan biaya pendidikan yang lebih terjangkau. Untuk itu, ikhtiar masuk sekolah negeri adalah sebuah harapan besar.
Nyatanya, saat ini, modal pintar saja ternyata tidak cukup. Zonasi memberi bukti bahwa rumah tidak boleh jauh-jauh dari sekolah. Model zonasi mungkin bisa efektif jika pemerintah daerah sudah mampu membangun sekolah-sekolah negeri baru untuk tiap kecamatan yang mempertimbangkan jarak di masing-masing tingkatan.
Keadilan bidang pendidikan yang ingin dicapai pemerintah sebagaimana lewat Permendikbud Nomor 44/2019 Pasal 25 (1) tentang seleksi calon peserta didik baru kelas 7 (SMP) dan kelas 10 (SMA) dilakukan dengan memprioritaskan jarak tempat tinggal terdekat ke sekolah dalam wilayah zonasi yang ditetapkan, sulit tercapai selama infrastruktur sekolah tidak terpenuhi. Di wilayah Kota Tangerang Selatan, misalnya, sekolah-sekolah negeri belum sepenuhnya merata dan yang tersedia cukup banyak adalah sekolah-sekolah swasta. (Lihat videonya: Modus Baru Napi Asimilasi Masuk Hotel Incar HP)
Bila sistem zonasi ini terus diberlakukan pemerintah ke depan, bukankah justru akan membuat orang tua dan calon siswa bingung. Bagi yang berusaha keras, bisa jadi mereka akan menggunakan berbagai siasat agar diterima, termasuk pindah rumah sejak dini atau menumpang kartu keluarga (KK). Sebaliknya, bagi yang pasrah karena lokasi jauh dari sekolah negeri, maka harus siap-siap menyiapkan uang cukup karena kemungkinan besar hanya bisa masuk sekolah swasta. Bagi yang tak memiliki dana cukup ke swasta, tentu masalah yang dihadapi kian rumit lagi. Saatnya pemerintah mengevaluasi zonasi. (Rarasati Syarief)
Sistem zonasi yang diberlakukan pemerintah nyata-nyata tidak memberikan harapan besar bagi para calon siswa untuk masuk sekolah negeri. Jika jarak 1 km saja tetap gagal sekolah negeri, ini tentu fenomena yang menyesakkan dada.
Dari fakta ini, pemerintah tampak belum memetakan jelas kesiapan infrastruktur sekolah dengan padatnya jumlah penduduk yang memiliki siswa produktif. Praktis, sistem zonasi yang diberlakukan ini hanya menguntungkan calon siswa yang memiliki kartu keluarga berjarak kurang 1 km dari kawasan sekolah. Calon siswa yang memiliki rumah dengan jarak lebih dari itu pun akhirnya hanya bisa gigit jari. Padahal, tak semua orang tua mampu menyekolahkan anaknya di sekolah swasta.
Sistem baru zonasi masih menyisakan persoalan besar. Ada keadilan-keadilan yang tercederai. Ada hak-hak rakyat yang terampas. Untuk itu, pemerintah jangan abai dengan keresahan dan kebingungan yang dirasakan masyarakat ini. (Baca juga: Bayi Kembar Baru Lahir Tewas Diterkan 2 Anjing Peliharaan yang Cemburu)
Orang tua patut resah. Sebab, semua orang tua berkeinginan menjadikan anaknya pintar dengan biaya pendidikan yang lebih terjangkau. Untuk itu, ikhtiar masuk sekolah negeri adalah sebuah harapan besar.
Nyatanya, saat ini, modal pintar saja ternyata tidak cukup. Zonasi memberi bukti bahwa rumah tidak boleh jauh-jauh dari sekolah. Model zonasi mungkin bisa efektif jika pemerintah daerah sudah mampu membangun sekolah-sekolah negeri baru untuk tiap kecamatan yang mempertimbangkan jarak di masing-masing tingkatan.
Keadilan bidang pendidikan yang ingin dicapai pemerintah sebagaimana lewat Permendikbud Nomor 44/2019 Pasal 25 (1) tentang seleksi calon peserta didik baru kelas 7 (SMP) dan kelas 10 (SMA) dilakukan dengan memprioritaskan jarak tempat tinggal terdekat ke sekolah dalam wilayah zonasi yang ditetapkan, sulit tercapai selama infrastruktur sekolah tidak terpenuhi. Di wilayah Kota Tangerang Selatan, misalnya, sekolah-sekolah negeri belum sepenuhnya merata dan yang tersedia cukup banyak adalah sekolah-sekolah swasta. (Lihat videonya: Modus Baru Napi Asimilasi Masuk Hotel Incar HP)
Bila sistem zonasi ini terus diberlakukan pemerintah ke depan, bukankah justru akan membuat orang tua dan calon siswa bingung. Bagi yang berusaha keras, bisa jadi mereka akan menggunakan berbagai siasat agar diterima, termasuk pindah rumah sejak dini atau menumpang kartu keluarga (KK). Sebaliknya, bagi yang pasrah karena lokasi jauh dari sekolah negeri, maka harus siap-siap menyiapkan uang cukup karena kemungkinan besar hanya bisa masuk sekolah swasta. Bagi yang tak memiliki dana cukup ke swasta, tentu masalah yang dihadapi kian rumit lagi. Saatnya pemerintah mengevaluasi zonasi. (Rarasati Syarief)
(ysw)