Asal Usul Nama Citayam, Wilayah di Pinggiran Jakarta yang Kini Jadi Buah Bibir
loading...
A
A
A
Kemudian pada 2011 lima desa ini menjadi Kecamatan Cipayung. Sedangkan, Desa Citayam dimekarkan dengan desa induk bernama Desa Citayam, sedangkan desa pemekaran bernama Desa Raga Jaya. Untuk Kampung Citayam, merupakan bagian dari Desa Raga Jaya, Kecamatan Bojong Gede, Kabupaten Bogor.
Cukup rumit memang, karena ini tak lepas dari pemekaran Depok menjadi kota mandiri terpisah dari Kabupaten Bogor. Sejak era kolonial, Citayam merupakan daerah penghasil karet yang tersohor. Di landhuis Citayam terdapat rumah tuan tanah dan properti lainnya, termasuk pabrik penggilingan karet. Pusat kegiatan tanah partikelir ini berada di dua lokasi.
Untuk rumah pemilik atau tuan tanah lokasinya berada di sisi barat pinggir setu (danau kecil) yang disebut Setu Citayam. Sedangkan pabrik penggilingan, gudang dan tempat para pekerja lokasinya berada di sebelah barat setu (lokasi perumahan Atsiri yang sekarang).
Dalam perkembangannya, nama Citayam menjadi lebih sangat menonjol seiring dengan dibangunnya sebuah halte atau stasiun kereta api yang diberi nama Stasion Tjitajam pada 1922. Letak stasiun ini tepat berada di sisi timur setu. Hasil-hasil perkebunan Citayam dibawa melalui jalan pos polisi dan Pasar Citayam yang sekarang menuju Stasiun Citayam.
Kemudian dibuat alternatif melalui setu yang sekarang disebut Jalan Pos (kereta api) Citayam. Perempatan yang terbentuk karena pembuatan jalan alternatif tersebut di sekitar Setu Citayam ini kemudian sering disebut sebagai simpang (perempatan) Hek. Jadi, nama Citayam juga merujuk pada sebuah setu, area tanah partikelir (landhuis), dan stasiun kereta api.
Setu Citayam juga sudah dipetakan dalam peta ‘Tjipajoeng: herzien in de jaren 1899-1900’ yang diterbitkan oleh Topographisch Bureau pada 1901. Setu Citayam 1930. Bahkan nama Citayam sudah dikenal karena disebut seorang ahli Botani ternama Cornelis Gijsbert Gerrit Jan van Steenis yang dua kali mengunjungi Setu Citayam. Direktur Herbarium Kerajaan (Rijksherbarium) Leiden, Belanda (1962-1972) yang biasa disapa Profesor Kees van Steenis pertama kali datang ke Setu Citayam pada 1929, diperkirakan antara akhir Maret atau April.
Sebab pada 14 Maret di sempat singgah di Depok dan melanjutkan perjalanan ke Gunung Gede, Cibodas pada 5 Mei. Kunjungan kedua Kees van Steenis ke Setu Citayam pada 28 Agustus 1932. Dia bertugas di Kebun Raya Bogor dari 1929 hingga 1949, telah menulis dua buku bidang botani dan biografi, yaitu Flora Voor De Scholen in Indonesie (1949) dan The Mountain Flora of Java (berisi pemerian 456 spesies asli pegunungan Jawa).
Pembangunan Stasiun Citayam pada 1922 juga membuat nama daerah ini tidak asing. Kehadiran Stasiun/Halte Citayam merupakan bagian dari beroperasinya Kereta Api Batavia (Jakarta Kota)-Buitenzorg (Bogor) sejak awal 1873. Diketahui pembangunan jalur kereta antara Jakarta dan Bogor oleh NIS (Nederland Indische Spoorweg Maatschappij) dicanangkan pada 1870.
Pembukaan jalur kereta pertama di Jakarta, sempat diberitakan Javabode, sebuah koran lokal saat itu, pada 15 September 1871. Jalur kereta api Batavia-Buitenzorg ini terdiri dari stasiun utama (hoofdstatsion), stasiun (stasiun kecil), halte (halte besar) dan overweg (halte kecil).
Stasiun utama berada di Batavia lama (Stadhuis/NIS) dan Buitenzorg. Untuk halte dan overweg terdapat di Cileboet, Bodjong Gede, Tjitajam, Depok, Pondok Tjina, Lenteng Agoeng, Pasar Minggoe. Pada hari pertama operasi keret api Batavia-Buitenzorg sudah diterapkan langsung penjadwalan tetap (Bataviaasch handelsblad, 29-01-1873). Hanya ada dua jadwal keberangkatan dari Buitenzorg ke Batavia (Trein VII pukul 07.01 dan Trein XVII pukul 14.28).
Cukup rumit memang, karena ini tak lepas dari pemekaran Depok menjadi kota mandiri terpisah dari Kabupaten Bogor. Sejak era kolonial, Citayam merupakan daerah penghasil karet yang tersohor. Di landhuis Citayam terdapat rumah tuan tanah dan properti lainnya, termasuk pabrik penggilingan karet. Pusat kegiatan tanah partikelir ini berada di dua lokasi.
Untuk rumah pemilik atau tuan tanah lokasinya berada di sisi barat pinggir setu (danau kecil) yang disebut Setu Citayam. Sedangkan pabrik penggilingan, gudang dan tempat para pekerja lokasinya berada di sebelah barat setu (lokasi perumahan Atsiri yang sekarang).
Dalam perkembangannya, nama Citayam menjadi lebih sangat menonjol seiring dengan dibangunnya sebuah halte atau stasiun kereta api yang diberi nama Stasion Tjitajam pada 1922. Letak stasiun ini tepat berada di sisi timur setu. Hasil-hasil perkebunan Citayam dibawa melalui jalan pos polisi dan Pasar Citayam yang sekarang menuju Stasiun Citayam.
Kemudian dibuat alternatif melalui setu yang sekarang disebut Jalan Pos (kereta api) Citayam. Perempatan yang terbentuk karena pembuatan jalan alternatif tersebut di sekitar Setu Citayam ini kemudian sering disebut sebagai simpang (perempatan) Hek. Jadi, nama Citayam juga merujuk pada sebuah setu, area tanah partikelir (landhuis), dan stasiun kereta api.
Setu Citayam juga sudah dipetakan dalam peta ‘Tjipajoeng: herzien in de jaren 1899-1900’ yang diterbitkan oleh Topographisch Bureau pada 1901. Setu Citayam 1930. Bahkan nama Citayam sudah dikenal karena disebut seorang ahli Botani ternama Cornelis Gijsbert Gerrit Jan van Steenis yang dua kali mengunjungi Setu Citayam. Direktur Herbarium Kerajaan (Rijksherbarium) Leiden, Belanda (1962-1972) yang biasa disapa Profesor Kees van Steenis pertama kali datang ke Setu Citayam pada 1929, diperkirakan antara akhir Maret atau April.
Sebab pada 14 Maret di sempat singgah di Depok dan melanjutkan perjalanan ke Gunung Gede, Cibodas pada 5 Mei. Kunjungan kedua Kees van Steenis ke Setu Citayam pada 28 Agustus 1932. Dia bertugas di Kebun Raya Bogor dari 1929 hingga 1949, telah menulis dua buku bidang botani dan biografi, yaitu Flora Voor De Scholen in Indonesie (1949) dan The Mountain Flora of Java (berisi pemerian 456 spesies asli pegunungan Jawa).
Pembangunan Stasiun Citayam pada 1922 juga membuat nama daerah ini tidak asing. Kehadiran Stasiun/Halte Citayam merupakan bagian dari beroperasinya Kereta Api Batavia (Jakarta Kota)-Buitenzorg (Bogor) sejak awal 1873. Diketahui pembangunan jalur kereta antara Jakarta dan Bogor oleh NIS (Nederland Indische Spoorweg Maatschappij) dicanangkan pada 1870.
Pembukaan jalur kereta pertama di Jakarta, sempat diberitakan Javabode, sebuah koran lokal saat itu, pada 15 September 1871. Jalur kereta api Batavia-Buitenzorg ini terdiri dari stasiun utama (hoofdstatsion), stasiun (stasiun kecil), halte (halte besar) dan overweg (halte kecil).
Stasiun utama berada di Batavia lama (Stadhuis/NIS) dan Buitenzorg. Untuk halte dan overweg terdapat di Cileboet, Bodjong Gede, Tjitajam, Depok, Pondok Tjina, Lenteng Agoeng, Pasar Minggoe. Pada hari pertama operasi keret api Batavia-Buitenzorg sudah diterapkan langsung penjadwalan tetap (Bataviaasch handelsblad, 29-01-1873). Hanya ada dua jadwal keberangkatan dari Buitenzorg ke Batavia (Trein VII pukul 07.01 dan Trein XVII pukul 14.28).