Asal Usul Nama Kebagusan dan Kisah Tragis Wanita Cantik Nyai Tubagus Latak Lanang
loading...
A
A
A
JAKARTA - Asal-usul nama suatu daerah/wilayah selalu menarik untuk diketahui. Sebab di dalamnya terkandung nilai sejarah dan cerita-cerita rakyat, salah satunya nama Kebagusan. Konon, Kebagusan berasal dari nama seorang wanita cantik asal Banten, yaitu Nyai Tubagus Latak Lanang.
Kebagusan merupakan salah satu kelurahan yang terletak di Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Kebagusan merupakan daerah tempat tinggal Putri Presiden Soekarno, Megawati Sukarnoputri.
Kebagusan memiliki sejarah yang cukup panjang. Daerah Kebagusan dulunya merupakan hutan jati yang cukup lebat, mulai dari kawasan Kebun Binatang Ragunan hingga Pejaten, Cilandak, dan Jagakarsa.
Kebagusan masuk dalam wilayah DKI Jakarta sejak 1950-an. Dulunya Kebagusan hanya perkampungan kecil. Namun sejak 1990-an, perkembangan wilayah Kebagusan semakin pesat, terutama setelah dibukanya jalur tol lingkar luar yang membelah Jalan TB Simatupang hingga Pondok Indah.
Di masa lalu, sebagian besar masyarakat Kebagusan berprofesi sebagai petani atau peternak. Mereka menjual hasil panen tumbuhan dan hewan ternaknya di pasar-pasar di sekitar wilayah Pasar Minggu dan Pasar Lenteng Agung. Namun kini, catatan administrasi di Kelurahan Kebagusan sebagian besar warga Kebagusan berprofesi sebagai PNS maupun karyawan kantor dan wiraswasta.
Seorang dosen dan peneliti Universitas Indonesia Akhir Matua Harahap dalam tulisannya menyebutkan, Kebagusan (Kebagoesan) sebagai sebuah kampung sudah dipetakan pada tahun 1901. Kampong Kebagoesan berada di land Tandjong West (kini bernama Tanjung Barat). Jadi, Kampong Kebagoesan sudah terbentuk jauh sebelum tahun 1901.
Peta jalur kereta api yang membelah wilayah Kebagusan dan Tanjung Barat tahun 1901.
Nama Kampong Kebagoesan saat itu tidak hanya di land Tandjoeng West (Residentie Batavia), tetapi juga ditemukan di tempat lain, seperti Bengkulu (diberitakan 1859), Tegal (1863), Lampung (1898), dan Sumatera Timur (1915).
Kebagusan berasal dari kata ‘bagus’. Penggunaan kata ‘bagus’ sudah umum dan banyak digunakan sejak tempo doeloe (bersifat generik). Kata ‘bagus’ berasal dari bahasa Melayu, bahasa yang sudah digunakan dalam perdagangan sejak tempo doeloe (lingua franca).
Penggunaan kata ‘bagus’ juga pada nama gelar, yaitu Ratoe Bagoes (mereduksi menjadi Tubagus). Nama Kampong Kebagoesan tentu saja tidak otomatis berasal dari nama gelar Ratoe Bagoes. Sebab nama Kampong Kebagusan tidak hanya ditemukan di tanah partikelir (land) Tandjong West.
Dalam hal ini, pada tempo dulu Kebagusan diartikan sebagai ‘kebaikan’, seperti misalnya ditemukan dalam surat kabar ‘semoga permainan baroe ini penoeh kebagoesan’ (1880); ‘boeroe-boeroe datang liat ini kebagoesan, sebab ini’ (1881); ‘demi kebagoesan sarekat Islam, kita’ (1932); dan sebagainya. Singkat kata: tempo doeloe ‘bagoes’ adalah ‘baik’ dan ‘kebagoesan’ adalah ‘kebaikan’.
Peta wilayah Kebagusan dan daerah sekitar tahun 1914.
Dengan kata lain, ‘bagoes’ dan ‘kebagoesan’ dihubungkan dengan sifat atau harapan. Akan tetapi makna pada masa kini ‘bagus’ dan ‘kebagusan’ cenderung dihubungkan dengan penilaian terhadap suatu objek, terutama barang/jasa). Dengan demikian, Ratoe Bagoes adalah gelar untuk menunjukkan Raja yang baik, bukan raja yang ganteng.
Dalam versi lain, banyak riwayat menyebutkan bahwa asal-usul Kebagusan berasal dari nama seorang perempuan asal Banten, yakni Nyai Ratih Nursiyah binti Habib Husin bin Abu Bakar alias Nyai Bagus Lantak Lanang, atau biasa disebut Ibu Bagus.
Dikutip dari https://bataviadigital.perpusnas.go.id, berdasarkan cerita beberapa sesepuh di Kebagusan, Ibu Bagus adalah puteri Kesultanan Banten yang cukup kesohor. Konon, Nyai Tubagus Latak Lanang disebut memiliki paras yang sangat cantik, baik akhlak maupun fisiknya. Saking cantiknya, banyak pria yang mati-matian memperebutkan Ibu Bagus.
Kecantikannya pula yang membuat hidup Ibu Bagus berakhir tragis. Banyak cerita turun temurun soal kematian Ibu Bagus. Ibu Bagus disebut meninggal lantaran dibunuh pria pujaannya, karena tak ingin Ibu Bagus jatuh ke pria lain.
Namun beberapa sesepuh Kebagusan meyakini cerita Ibu Bagus meninggal karena bunuh diri. Ibu Bagus memilih bunuh diri karena ingin menyelamatkan para laki-laki agar tidak saling membunuh dan bertikai karena memperebutkannya. Versi lain menyebutkan Nyai Tubagus meninggal akibat kebakaran besar yang menghanguskan hutan jati pada masa itu, yang sekarang daerahnya bernama Jati Padang.
Di tengah kisah kematiannya yang sulit dibuktikan kebenarannya, makam Ibu Bagus tetap memikat hati warga Kebagusan. Karenanya, niat sejumlah pihak menggusur makam Ibu Bagus itu ke tempat pemakaman umum (TPU), selalu ditentang warga sekitar.
Makam Ibu Bagus terletak di Jalan Kebagusan II RT 001/RW 07. Di batu nisan itu terukir nama Nyai Tubagus Ratih Nursiyah. Makam ini terjepit oleh sejumlah rumah mewah. Kediaman Megawati Soekarnoputri cukup dekat dengan makam Ibu Bagus.
Berkarpet rerumputan hijau yang tercukur rapi, area makam seluas 3×7 meter ini dibatasi dinding bercat putih setinggi hampir satu meter. Sebuah pohon kamboja dan sejumlah tanaman penuh dedaunan pun tumbuh subur di sekeliling nisan yang dipugar pada 11 Oktober 1999.
Kebagusan merupakan salah satu kelurahan yang terletak di Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Kebagusan merupakan daerah tempat tinggal Putri Presiden Soekarno, Megawati Sukarnoputri.
Kebagusan memiliki sejarah yang cukup panjang. Daerah Kebagusan dulunya merupakan hutan jati yang cukup lebat, mulai dari kawasan Kebun Binatang Ragunan hingga Pejaten, Cilandak, dan Jagakarsa.
Kebagusan masuk dalam wilayah DKI Jakarta sejak 1950-an. Dulunya Kebagusan hanya perkampungan kecil. Namun sejak 1990-an, perkembangan wilayah Kebagusan semakin pesat, terutama setelah dibukanya jalur tol lingkar luar yang membelah Jalan TB Simatupang hingga Pondok Indah.
Di masa lalu, sebagian besar masyarakat Kebagusan berprofesi sebagai petani atau peternak. Mereka menjual hasil panen tumbuhan dan hewan ternaknya di pasar-pasar di sekitar wilayah Pasar Minggu dan Pasar Lenteng Agung. Namun kini, catatan administrasi di Kelurahan Kebagusan sebagian besar warga Kebagusan berprofesi sebagai PNS maupun karyawan kantor dan wiraswasta.
Seorang dosen dan peneliti Universitas Indonesia Akhir Matua Harahap dalam tulisannya menyebutkan, Kebagusan (Kebagoesan) sebagai sebuah kampung sudah dipetakan pada tahun 1901. Kampong Kebagoesan berada di land Tandjong West (kini bernama Tanjung Barat). Jadi, Kampong Kebagoesan sudah terbentuk jauh sebelum tahun 1901.
Peta jalur kereta api yang membelah wilayah Kebagusan dan Tanjung Barat tahun 1901.
Nama Kampong Kebagoesan saat itu tidak hanya di land Tandjoeng West (Residentie Batavia), tetapi juga ditemukan di tempat lain, seperti Bengkulu (diberitakan 1859), Tegal (1863), Lampung (1898), dan Sumatera Timur (1915).
Kebagusan berasal dari kata ‘bagus’. Penggunaan kata ‘bagus’ sudah umum dan banyak digunakan sejak tempo doeloe (bersifat generik). Kata ‘bagus’ berasal dari bahasa Melayu, bahasa yang sudah digunakan dalam perdagangan sejak tempo doeloe (lingua franca).
Penggunaan kata ‘bagus’ juga pada nama gelar, yaitu Ratoe Bagoes (mereduksi menjadi Tubagus). Nama Kampong Kebagoesan tentu saja tidak otomatis berasal dari nama gelar Ratoe Bagoes. Sebab nama Kampong Kebagusan tidak hanya ditemukan di tanah partikelir (land) Tandjong West.
Dalam hal ini, pada tempo dulu Kebagusan diartikan sebagai ‘kebaikan’, seperti misalnya ditemukan dalam surat kabar ‘semoga permainan baroe ini penoeh kebagoesan’ (1880); ‘boeroe-boeroe datang liat ini kebagoesan, sebab ini’ (1881); ‘demi kebagoesan sarekat Islam, kita’ (1932); dan sebagainya. Singkat kata: tempo doeloe ‘bagoes’ adalah ‘baik’ dan ‘kebagoesan’ adalah ‘kebaikan’.
Peta wilayah Kebagusan dan daerah sekitar tahun 1914.
Dengan kata lain, ‘bagoes’ dan ‘kebagoesan’ dihubungkan dengan sifat atau harapan. Akan tetapi makna pada masa kini ‘bagus’ dan ‘kebagusan’ cenderung dihubungkan dengan penilaian terhadap suatu objek, terutama barang/jasa). Dengan demikian, Ratoe Bagoes adalah gelar untuk menunjukkan Raja yang baik, bukan raja yang ganteng.
Dalam versi lain, banyak riwayat menyebutkan bahwa asal-usul Kebagusan berasal dari nama seorang perempuan asal Banten, yakni Nyai Ratih Nursiyah binti Habib Husin bin Abu Bakar alias Nyai Bagus Lantak Lanang, atau biasa disebut Ibu Bagus.
Dikutip dari https://bataviadigital.perpusnas.go.id, berdasarkan cerita beberapa sesepuh di Kebagusan, Ibu Bagus adalah puteri Kesultanan Banten yang cukup kesohor. Konon, Nyai Tubagus Latak Lanang disebut memiliki paras yang sangat cantik, baik akhlak maupun fisiknya. Saking cantiknya, banyak pria yang mati-matian memperebutkan Ibu Bagus.
Kecantikannya pula yang membuat hidup Ibu Bagus berakhir tragis. Banyak cerita turun temurun soal kematian Ibu Bagus. Ibu Bagus disebut meninggal lantaran dibunuh pria pujaannya, karena tak ingin Ibu Bagus jatuh ke pria lain.
Namun beberapa sesepuh Kebagusan meyakini cerita Ibu Bagus meninggal karena bunuh diri. Ibu Bagus memilih bunuh diri karena ingin menyelamatkan para laki-laki agar tidak saling membunuh dan bertikai karena memperebutkannya. Versi lain menyebutkan Nyai Tubagus meninggal akibat kebakaran besar yang menghanguskan hutan jati pada masa itu, yang sekarang daerahnya bernama Jati Padang.
Di tengah kisah kematiannya yang sulit dibuktikan kebenarannya, makam Ibu Bagus tetap memikat hati warga Kebagusan. Karenanya, niat sejumlah pihak menggusur makam Ibu Bagus itu ke tempat pemakaman umum (TPU), selalu ditentang warga sekitar.
Makam Ibu Bagus terletak di Jalan Kebagusan II RT 001/RW 07. Di batu nisan itu terukir nama Nyai Tubagus Ratih Nursiyah. Makam ini terjepit oleh sejumlah rumah mewah. Kediaman Megawati Soekarnoputri cukup dekat dengan makam Ibu Bagus.
Berkarpet rerumputan hijau yang tercukur rapi, area makam seluas 3×7 meter ini dibatasi dinding bercat putih setinggi hampir satu meter. Sebuah pohon kamboja dan sejumlah tanaman penuh dedaunan pun tumbuh subur di sekeliling nisan yang dipugar pada 11 Oktober 1999.
(thm)