Menggelorakan Gerakan Jakarta Sadar Sampah

Senin, 25 Oktober 2021 - 05:42 WIB
loading...
Menggelorakan Gerakan Jakarta Sadar Sampah
Berdasarkan data dari Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, volume sampah Ibu Kota pada 2020 sebanyak 7.424 ton sampah per hari. foto grafis: syarif/koran sindo
A A A
JAKARTA - Jumlah sampah di Jakarta yang terus meningkat menjadi salah satu tantangan utama dalam pengelolaan sampah di Ibu Kota. Pola hidup dan konsumsi masyarakat terhadap produk yang menghasilkan sampah serta perlakuan terhadap sampah memberikan kontribusi signifikan terhadap menggunungnya timbunan sampah di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Bekasi.

baca juga: Kelompok Stacia Hijau Dorong Gerakan Jakarta Sadar Sampah Gagasan Pemprov DKI

Celakanya, timbunan sampah di TPST Bantargebang kini sudah mencapai batas maksimal. Ketinggian sampah di area seluas 104 hektare itu mencapai 50 meter, dan sempat beberapa kali meledak. Bahkan, pada 2019, Aktor Hollywood, Leonardo DiCaprio, sempat menyoroti gunungan sampah di TPST Bantargebang, yang menurutnya gunungan sampah terbesar di dunia.

Berdasarkan data dari Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, volume sampah Ibu Kota pada 2020 sebanyak 7.424 ton sampah per hari. Komposisinya mayoritas didominasi oleh sisa makanan sebesar 53%, plastik 9%, residu 8%, kertas 7%, dan lain-lain. Memilah sampah di rumah, dengan memisahkannya menjadi tiga kategori, yaitu sampah organik, sampah yang bisa didaur ulang, dan sampah residual, merupakan salah satu cara efektif dalam menangani beban sampah.

Pada 2019, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) meluncurkan Program Gerakan Nasional Pilah Sampah dari Rumah sebagai langkah strategis untuk menggalang peran aktif masyarakat dalam pengelolaan sampah. Ajakan ini sejalan dengan tema Global Recycling Day 2021 yang mendorong individu dan masyarakat untuk menjadi #RecyclingHeroes.

baca juga: Kurangi Sampah Jakarta, DKI Bangun 4 Fasilitas Pengelolaan Sampah dalam Kota

Kemudian, saat peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2021, Gubernur DKI Jakarta , Anies Baswedan juga telah meluncurkan program Jakarta Sadar Sampah. Program ini untuk menumbuhkan kesadaran setiap warga ibu kota mengurangi, memilah, dan mengolah sampah yang dikerjakan berkolaborasi, sehingga pengelolaan sampah menjadi tanggung jawab setiap individu. Atas keterlibatan warga ini, diharapkan pengelolaan sampah nantinya pun dapat lebih optimal.

“Kita menyadari setiap pribadi kita menghasilkan output yang digunakan dan yang dibuang (residu/sampah). Apabila kita masing-masing sadar bahwa setiap kita menghasilkan residu, maka kita juga harus mengelola residunya. Itulah kenapa kita harus bangun kesadaran di tingkat individu, bukan hanya di tingkat policy maker dan aktivis. Harapannya, kita nanti memiliki kota yang penduduknya berkesadaran mengurangi residu sampah, mengelola sampah dan mendaur ulang sampah. Inilah kenapa Jakarta Sadar Sampah harus tumbuh. Jadi, bukan sekadar program, tapi jadi gerakan yang harus kita kerjakan bersama-sama,” kata Anies.

Suara Kelompok Stacia Hijau

Kelompok Stacia Hijau (KSH), sebuah organisasi penggiat lingkungan yang berbasis di Jakarta mengapresiasi dan mendorong upaya Pemerintah Provinsi DKI dalam menggelorakan gerakan Jakarta Sadar Sampah. KSH menilai, gerakan moral yang bersifat kolaborasi ini mampu menyelamatkan Ibu Kota dari pencemaran sampah, dan ada unsur edukasinya juga. “Tinggal bagaimana menyadarkan masyarakat agar mampu memilah dan mengolah sampahnya sendiri, yang proses penyadarannya itu mesti dimulai dari tiap individu rumah tangga,” kata Ketua KSH Bela Kirali dalam sebuah diskusi di Cafe Wajah Pribumi (Japri), Ciputat, Tangsel, Sabtu (23/10).

baca juga: Wagub DKI Yakin FPSA Mampu Atasi Permasalahan Sampah di Jakarta

Sejauh ini, kata Bela, upaya Pemprov DKI dalam menangani sampah sudah cukup baik, kendati memang masih banyak hal krusial yang harus dibenahi, terutama di sisi partisipasi masyarakat. “Isu sampah ini kan sangat luas. Tak hanya terkait dengan persoalan lingkungan, tapi juga sosial masyarakat, budaya, ekonomi, bahkan ada unsur politisnya juga. Makanya tak bisa Pemprov DKI bekerja sendirian. Penanganan sampah ini kerja lintas sektoral. Pemprov tentu butuh dukungan semua pihak, terutama masyarakat,” tutur Bela.

Bela melihat, salah satu bentuk keseriusan Pemprov DKI dalam menangani persoalan sampah, yakni dengan membangun Fasilitas Pengolahan Sampah Antara (FPSA) di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, pada November 2021. Diyakini, FPSA yang dibangun nantinya memberikan dampak besar pada pengelolaan sampah Ibu Kota, yang sejauh ini masih mengandalkan TPST Bantargebang. Terlebih, sistem yang dibuat ramah lingkungan dan menggunakan teknologi modern.

“Yang membanggakan lagi, ternyata teknologi yang digunakan asli karya anak bangsa, dan ini patut didukung. Ke depan tentu dibutuhkan lebih banyak lagi FPSA. Karena volume sampah di Jakarta ini akan terus bertambah seiring meningkatnya mobilitas dan jumlah masyarakat Ibu Kota. Belum lagi tumpukan sampah di Bantargebang yang tingginya sudah mencapai 50 meter, itu juga mesti diberesi. Karena tumpukan sampah bukan hanya mencemari lingkungan, tapi juga membahayakan masyarakat sekitar dan menimbulkan beragam penyakit,” tutur pria kelahiran Pagaralam, Sumatera Selatan ini.

baca juga: Bangun FPSA Tebet, Sarana Jaya Siapkan Pemantau Emisi

Bela mengungkapkan, sebenarnya banyak lahan di Jakarta yang notabene aset Pemprov DKI, bisa dijadikan tempat untuk pengolahan sampah. Salah satunya di kawasan Ciganjur, Jakarta Selatan. “Arealnya kan luas itu, ada sekitar 60 hektare. Sangat mungkin jika mau dijadikan kawasan terpadu pengelolaan sampah. Masyarakat sekitar juga bisa diberdayakan dalam hal pengelolaan sampah yang baik. Karena kebetulan juga KSH mempunyai kelompok-kelompok masyarakat binaan di Ciganjur, yang selama ini aktif di program pembibitan buah dan konservasi,” kata Bela.

Khusus mengenai program pemberdayaan dan konservasi, Bela mengaku, tak hanya dilakukan di kawasan Ciganjur. Pihaknya bahkan telah lama merajut program konnservasi kawasan muara sungai Cisadane, dari kerusakan lingkungan. Lokasi persisnya di Desa Tanjung Burung dan Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Teluk Naga, Tangerang. “Kita berdayakan masyarakat di sana menanam mangrove, membangun ekonominya, dan menggali potensi serta kearifan lokal masyarakat setempat, termasuk menangani sampah di muara sungai Cisadane. Akan percuma rajin menanam mangrove tetapi abai terhadap sampah. Kan sampah-sampah di muara sungai mengalirnya ke laut Jakarta juga,” tandasnya.


Teknologi Ramah Lingkungan


Wakil Gubernur DKI, Ahmad Riza Patria (Ariza) juga menyatakan, model pendekatan kolaborasi dalam penanganan sampah di Jakarta adalah sebuah keniscayaan. Jakarta Sadar Sampah merupakan wadah kolaborasi tersebut, untuk tujuan mewujudkan Jakarta lebih bersih dan hijau. “Mulai dari pemerintah, komunitas, bisnis hingga individu, diajak untuk bekerja sama dan turut terlibat melalui tiga aksi, yaitu mengurangi, memilah dan mengolah sampah,” kata Ariza, belum lama ini.

baca juga: Sarana Jaya Bangun Taman FPSA Tebet, Solusi Pengolahan Sampah Ramah Lingkungan

Selain pendekatan kolaborasi, penanganan sampah juga dilakukan dengan pendekatan teknologi. Adalah Perumda Pembangunan Sarana Jaya, salah satu pihak yang ditugaskan oleh Pemprov DKI Jakarta untuk membangun dua Fasilitas Pengolahan Sampah Antara (FPSA) atau Intermediete Treatment Facility (ITF). Dalam proyek tersebut, beragam teknologi pengolahan sampah akan diterapkan secara tepat guna dan ramah lingkungan dengan cara perubahan bentuk, komposisi, karakteristik dan volume sampah.

Teknologi yang akan digunakan pada proyek tersebut, salah satunya akan mengacu pada teknologi FPSA Tebet yang menggunakan teknologi Hydrodrive (bahan bakar air) untuk pemusnahan sampah yang tak bisa dimanfaatkan secara organik dan ekonomi; serta pengolahan sampah organik Black Soldier Fly (BSF). Dilengkapi dengan teknologiHybrid Hydrodrive,FPSA Mikro Tebet mampu mengintegrasi teknologi thermal dan non-thermal dalam mengurai sampah.

baca juga: Salip Truk Sampah, Warga Bantargebang Bekasi Tewas Terlindas

Tercatat, bahwa teknologi thermal ini telah digunakan di beberapa negera maju, seperti Jepang, Australia, dan Austria yang penggunaannya terus meningkat dari 12% menjadi 27% sejak 1995 hingga 2019. Efektivitas FPSA Mikro Tebet ini juga terwujud dengan menerapkan pendekatan “di sumber dan habis di sumber” sehingga proses pengolahan sampah berlangsung lebih cepat dan dapat memotong jumlah emisi yang berdampak buruk terhadap lingkungan. Terbukti, teknologi ini mampu mengurangi residu sampah hingga tersisa 10%.

Inventor Teknologi Pengolahan Sampah Thermal Hydrodrive Djaka Winarso menyebut, pihaknya yang telah memulai untuk mengembangkan teknologi pengelolaan sampah sejak 2008, memilih menggunakan teknologi tersebut karena karakter sampah Indonesia yang cenderung basah dan biasanya tercampur antara organik dan anorganik.

"Kenapa thermal, karena dia bisa menyelesaikan sampah dengan cepat dan volume yang signifikan, dan itu yang kita butuhkan. Dan untuk saat ini, teknologi paling mungkin digunakan adalah Thermal Hydrodrive untuk pemusnahan sampah yang tak bisa dimanfaatkan secara organik dan ekonomi," kata Djaka kepadaKORAN SINDO, di Jakarta, Jumat (22/10).

baca juga: Walhi DKI Bongkar Penyebab TPST Bantar Gebang Nyaris Kelebihan Kapasitas

Teknologi pemusnahan sampah dengan thermal hydrodrive, dijelaskan Djaka, memanfaatkan Superheated Steam (syntetic gas) menjadi katalisator untuk meningkatkan suhu pada furnace boiler (ruang bakar) sekaligus bahan bakar. Super heated steam itu juga dimanfaatkan sebagai sumber panas untuk proses pengeringan sampah agar terjadi pembakaran sempurna.

Selain itu, untuk menjaga agar aman emisi, suhu dari perangkat tersebut dijaga pada suhu 850 derajat celcius, plus ditambah dengan filter asap menggunakan cyclone wet scrubber yang akan menyaring asap pembakaran dengan cyclone dan semburan air untuk menurunkan emisi pada ambang batas yang diizinkan.

"Namun fasilitas ini memang hanya sebagai teknologi. Karena yang lebih dari itu, yang ideal, adalah adanya pemilahan (sampah) di hulu (rumah tangga), atau berkonsep desentralisasi. Sehingga sampah terolah dan musnah di dekat sumbernya, tidak ke TPA yang luas, apalagi ditumpuk," ujar Djaka.

Dipastikan Warga Tak Terganggu

Agus Himawan, Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya mengatakan, pengolahan sampah menggunakan metode FPSA Skala Mikro ini memang baru dan perlu mendapatkan dukungan untuk keberhasilan dalam menyelesaikan permasalahan sampah Ibu kota. Hadirnya pembangunan FPSA Mikro Tebet ini juga telah mempertimbangkan dengan matang keberadaan lingkungan sekitar. Fasilitas ini akan mengontrol hasil proses thermal sehingga tidak mengganggu kesehatan warga sekitar.

baca juga: Kapasitas TPST Bantar Gebang Kian Menipis, DKI Kembali Wacanakan Pembangunan ITF

Tidak hanya itu, tersedia juga sistemContinuous Emission Monitoring Systemsatau yang biasa disebut CEMS sehingga masyarakat dapat memantau langsung emisi yang dihasilkan dari proses pengolahan sampah.Ke depannya, proyek ini juga dilengkapi dengan fasilitas pendukung lainnya, antara lain berupa learning centre, ampitheatre, Ruang Terbuka Hijau (RTH), sarana olah raga, kantin, serta musala yang dapat dimanfaatkan langsung oleh masyarakat.

“Tidak hanya sebagai tempat pengolahan sampah yang modern, pembangunanan FPSA Mikro Tebet diharapkan dapat membawa gaya hidup baru bagi masyarakat untuk menanggulangi dan mengendalikan limbah sampah,” kata Agus.
(ymn)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1621 seconds (0.1#10.140)