Tak Berhasil Laksanakan Tugas, Anak Buah Anies Baswedan Mengundurkan Diri
loading...
A
A
A
JAKARTA - Anak buah Anies Baswedan yang menjabat sebagai Kepala Badan Pengelola Aset Daerah (BPAD) DKI Jakarta Pujiono mengundurkan diri dari jabatannya. Pujiono beralasan kurang berhasil dalam melaksanakan tugas sebagai Kepala BPAD.
Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta , Mujiyono mengatakan, Pujiono mengundurkan diri dari jabatannya per tanggal 17 Mei 2021."Pak Pujiono mendapat tugas pengelolaan aset. Dia mengundurkan diri, alasannya karena merasa kurang berhasil dalam melaksanakan tugas sebagai Kepala BPAD, merasa kurang sanggup mengatasi persoalan aset kita," kata Mujiyono kepada wartawan, Kamis (20/5/2021).
Mujiyono memahami perasaan Pujiono, sebab persoalan inventarisasi aset di Jakarta memang bermasalah sejak dulu. Sampai saat ini, banyak aset daerah yang tidak dikuasai secara fisik oleh Pemprov DKI.
Sayangnya, banyak aset daerah yang status fisiknya tidak ditemukan. Sehingga, ketika fasos-fasum ingin diambil alih oleh Pemprov DKI, hal itu tak dapat dilakukan dan akhirnya aset tak terinventarisasi.
"Contoh, perumahan A harus menyerahkan fasos-fasum kepada negara dengan hitungan sekian. Tapi ini kadang-kadang sudah bertahun-tahun tidak juga diserahkan. Karena sudah terlalu lama, si pengembang sudah tidak ada di situ lagi. Bisa jadi perusahaannya sudah bangkrut atau ganti nama. Pada akhirnya, APBD tidak bisa masuk ke fasos-fasum yang belum diinventarisasi aset DKI," urainya. Dia pun menyarankan agar pejabat pengganti harus memiliki dalam keterampilan mengelola aset DKI.
Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta , Mujiyono mengatakan, Pujiono mengundurkan diri dari jabatannya per tanggal 17 Mei 2021."Pak Pujiono mendapat tugas pengelolaan aset. Dia mengundurkan diri, alasannya karena merasa kurang berhasil dalam melaksanakan tugas sebagai Kepala BPAD, merasa kurang sanggup mengatasi persoalan aset kita," kata Mujiyono kepada wartawan, Kamis (20/5/2021).
Mujiyono memahami perasaan Pujiono, sebab persoalan inventarisasi aset di Jakarta memang bermasalah sejak dulu. Sampai saat ini, banyak aset daerah yang tidak dikuasai secara fisik oleh Pemprov DKI.
Sayangnya, banyak aset daerah yang status fisiknya tidak ditemukan. Sehingga, ketika fasos-fasum ingin diambil alih oleh Pemprov DKI, hal itu tak dapat dilakukan dan akhirnya aset tak terinventarisasi.
"Contoh, perumahan A harus menyerahkan fasos-fasum kepada negara dengan hitungan sekian. Tapi ini kadang-kadang sudah bertahun-tahun tidak juga diserahkan. Karena sudah terlalu lama, si pengembang sudah tidak ada di situ lagi. Bisa jadi perusahaannya sudah bangkrut atau ganti nama. Pada akhirnya, APBD tidak bisa masuk ke fasos-fasum yang belum diinventarisasi aset DKI," urainya. Dia pun menyarankan agar pejabat pengganti harus memiliki dalam keterampilan mengelola aset DKI.
(hab)