Himpunan Pengusaha Nahdliyin Dorong Pemutihan Kredit UMKM
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pandemi Covid-19 yang tidak kunjung selesai membuat perekonomian masyarakat semakin terpuruk. Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi salah satu sektor yang mendapatkan pukulan telak.
Padahal, selama ini UMKM mempunyai kontribusi yang sangat besar dalam perekonomian nasional. Menurut data Kementerian Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah (KUKM) tahun 2018, jumlah pelaku UMKM sebanyak 64,2 juta atau 99,99% dari jumlah pelaku usaha di Indonesia dan daya serap tenaga kerja UMKM adalah sebanyak 117 juta pekerja atau 97 persen dari daya serap tenaga kerja dunia usaha.
Sementara, kontribusi UMKM terhadap perekonomian nasional (PDB) sebesar 61,1% dan sisanya yaitu 38,9% disumbangkan oleh pelaku usaha besar yang jumlahnya hanya sebesar 5.550 atau 0,01 persen dari jumlah pelaku usaha. (Baca juga: BPIP: Penggerak Masyarakat Jadi Kunci Pengembangan Koperasi dan UMKM)
UMKM tersebut didominasi oleh pelaku usaha mikro yang berjumlah 98,68 persen dengan daya serap tenaga kerja sekitar 89 persen. Sementara itu sumbangan usaha mikro terhadap PDB hanya sekitar 37,8%.
Kemudian pada 2019 kontribusi UMKM terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia mencapai 65 persen atau sekitar Rp2.394,5 triliun. UMKM pun memberikan kontribusi terhadap sektor ketenagakerjaan yakni 96 persen dari 170 juta tenaga kerja.
Dengan data-data tersebut di atas, pemerintah didorong membuat kebijakan jitu guna mencari solusinya. Salah satunya dengan pemutihan kredit khususnya bagi pelaku UMKM yang kini penghasilannya turun drastis.
Ketua Pengurus Wilayah Himpunan Pengusaha Nahdliyin (HPN) DKI Jakarta Samsul B Ibrahim mengatakan, jika pemerintah mewujudkan hal tersebut maka bisa membantu keberlanjutan usaha pelaku UMKM dan mampu bertahan menghadapi kondisi yang tidak pasti ini.
"Contohnya, pelaku UMKM yang anggota HPN umumnya bersifat perorangan sehingga pinjamannya hanya sekitar Rp5 juta-Rp10 juta. Namun, mereka justru menjadi penyangga atau penggerak ekonomi sesungguhnya di masyarakat bawah atau akar rumput. Karena itu, pemerintah harus melindungi dan mambantunya secara optimal,” ujar Samsul, Kamis (22/10/2020).
"Kami menilai program pemerintah salah satunya adalah dukungan fiskal untuk mendukung UMKM melalui stimulus kredit UMKM sudah tepat, tapi belum cukup. Untuk mempercepat UMKM bergerak dan bangkit lagi dengan memberikan pemutihan kredit," sambungnya.
Dalam penilaiannya, pemerintah tak perlu menyisihkan uang negara untuk menyelamatkan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) baik dalam bentuk Penyertaan Modal Negara (PMN) atau pemberian dana talangan (bailout) senilai Rp22 triliun.
Padahal, selama ini UMKM mempunyai kontribusi yang sangat besar dalam perekonomian nasional. Menurut data Kementerian Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah (KUKM) tahun 2018, jumlah pelaku UMKM sebanyak 64,2 juta atau 99,99% dari jumlah pelaku usaha di Indonesia dan daya serap tenaga kerja UMKM adalah sebanyak 117 juta pekerja atau 97 persen dari daya serap tenaga kerja dunia usaha.
Sementara, kontribusi UMKM terhadap perekonomian nasional (PDB) sebesar 61,1% dan sisanya yaitu 38,9% disumbangkan oleh pelaku usaha besar yang jumlahnya hanya sebesar 5.550 atau 0,01 persen dari jumlah pelaku usaha. (Baca juga: BPIP: Penggerak Masyarakat Jadi Kunci Pengembangan Koperasi dan UMKM)
UMKM tersebut didominasi oleh pelaku usaha mikro yang berjumlah 98,68 persen dengan daya serap tenaga kerja sekitar 89 persen. Sementara itu sumbangan usaha mikro terhadap PDB hanya sekitar 37,8%.
Kemudian pada 2019 kontribusi UMKM terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia mencapai 65 persen atau sekitar Rp2.394,5 triliun. UMKM pun memberikan kontribusi terhadap sektor ketenagakerjaan yakni 96 persen dari 170 juta tenaga kerja.
Dengan data-data tersebut di atas, pemerintah didorong membuat kebijakan jitu guna mencari solusinya. Salah satunya dengan pemutihan kredit khususnya bagi pelaku UMKM yang kini penghasilannya turun drastis.
Ketua Pengurus Wilayah Himpunan Pengusaha Nahdliyin (HPN) DKI Jakarta Samsul B Ibrahim mengatakan, jika pemerintah mewujudkan hal tersebut maka bisa membantu keberlanjutan usaha pelaku UMKM dan mampu bertahan menghadapi kondisi yang tidak pasti ini.
"Contohnya, pelaku UMKM yang anggota HPN umumnya bersifat perorangan sehingga pinjamannya hanya sekitar Rp5 juta-Rp10 juta. Namun, mereka justru menjadi penyangga atau penggerak ekonomi sesungguhnya di masyarakat bawah atau akar rumput. Karena itu, pemerintah harus melindungi dan mambantunya secara optimal,” ujar Samsul, Kamis (22/10/2020).
"Kami menilai program pemerintah salah satunya adalah dukungan fiskal untuk mendukung UMKM melalui stimulus kredit UMKM sudah tepat, tapi belum cukup. Untuk mempercepat UMKM bergerak dan bangkit lagi dengan memberikan pemutihan kredit," sambungnya.
Dalam penilaiannya, pemerintah tak perlu menyisihkan uang negara untuk menyelamatkan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) baik dalam bentuk Penyertaan Modal Negara (PMN) atau pemberian dana talangan (bailout) senilai Rp22 triliun.