Dedy Tabrani, Wakapolresta Tangerang Raih Gelar Doktor dengan Predikat Cum Laude
loading...
A
A
A
JAKARTA - AKBP Dedy Tabrani menjalani Sidang Promosi Doktor Ilmu Kepolisian Program Pasca Sarjana Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK) secara daring melalui aplikasi cisco webex, Rabu 14 Oktober 2020.
Sidang promosi doktor dipimpin Kombes Pol Dr. Hadi Purnomo dengan sekretaris AKBP Dr Benny Maringan Saragih. Lima tim pengujinya adalah Prof Dr. Burhan Djabir Magenda, Prof Dr. Abdul Gani Abdullah, Dr. Reza Idria, Dr. Sidratahta Muhtar dan Dr. Herdy Sahrasad.
Sementara promotor dalam sidang itu adalah Dr. Achyar Yusuf Lubis dengan Co-Promotor Noorhuda Ismail Ph.D dan Angel Damayanti Ph.D.
Dalam sidang yang berlangsung mulai pukul 09.00 WIB, Dedy Tabrani mampu mempertahankan disertasinya. Alumni Akpol 1999 ini mengangkat disertasi berjudul “Terorisme Keluarga: Pendekatan Interdisipliner Tentang Jaringan Ulama Kekerasan dalam Serangan Terorisme Bom Bunuh Diri Sekeluarga di Surabaya, 2018".
“Dalam disertasi ini, beberapa konsep baru yang di temukan adalah konsep Terorisme Keluarga Batih, Konsep Ulama Kekerasan, konsep multi front approach, Pengembangan teori Intelektual Organik Gramschi, Konsep Collaborative Policing,” terang Dedy usai sidang.
Lantas, kenapa Wakapolresta Tangerang ini tertarik mengangkat disertasi tersebut? “Latarbelakang saya dari awal di Gegana Anti Teror di Kelapa Dua. Pekerjaan yang saya pahami, saya baca selama ini banyak terkait tentang Ilmu Kepolisian, terorisme dan intelejen,” paparnya.
“Terorisme Surabaya merupakan peristiwa yang pertama terjadi di dunia. Tidak ada penelitian sebelumnya tentang Terorisme keluarga batih, yang melibatkan bapak, ibu dan anak dalam satu aksi terorisme sekaligus,” tambah Dedy.
Upaya pewira polisi kelahiran Banda Aceh 15 Oktober 1976 dalam mengangkat disertasi tentang Terorisme Surabaya 2018 tidak sia-sia. Ya. Endingnya, mantan Kapolres Dairi (2016) dan Kapolres Purwakarta (2017) ini mampu meraih gelar Doktor dengan Predikat Summa Cum Laude (Lulus dengan Banyak Pujian).
Menariknya lagi, eksekutor teroris dalam peristiwa bom Sarinah Jakarta Pusat ini mampu meraup nilai 98,66. Lebih dari itu, dia menyelesaikan pendidikan hanya dalam waktu 2 tahun empat bulan. Dedy mencatat sejarah baru di STIK-PTIK.
Dihubungi terpisah, Associates Professor/ Senior Researcher Dr. Herdy Sahrasad selaku Tim Penguji Sidang Promosi Doktor Ilmu Kepolisian Program Pasca Sarjana STIK mengaku kagum dengan kiprah Dedy Tabrani.
“Menurut saya sangat bagus. ujian dan penelitiannya sangat dalam dan ada temuan baru menyangkut munculnya ulama kekerasan. Tentang keluarga batih ini kan baru,” jelas Dr. Herdy melalui sambungan telepon, Rabu (14/10/2020) malam.
Ditambahkan, temuan baru tersebut bisa memberikan sumbangan bagi ilmu Kepolisian maupun ilmu sosial pada umumnya untuk kajian terorisme.
Harapannya, Dedy Tabrani bisa melanjutkan kajian penelitiannya sambil bekerja di kepolisian. Karena masalah serupa terkait radikalisme dan terorisme dikhawatirkan terulang lagi.
“Sehingga penilitian ini bisa memberikan perspektif dan pendekatan yang lebih tepat untuk mencari solusi. Harapan saya, dia bisa berkhidmat lagi dengan wawasan yang lebih dalam. Penelitian ini modal awal yang luar biasa, sehingga punya pemahaman yang baik tentang terorisme,” pungkasnya.
Sidang promosi doktor dipimpin Kombes Pol Dr. Hadi Purnomo dengan sekretaris AKBP Dr Benny Maringan Saragih. Lima tim pengujinya adalah Prof Dr. Burhan Djabir Magenda, Prof Dr. Abdul Gani Abdullah, Dr. Reza Idria, Dr. Sidratahta Muhtar dan Dr. Herdy Sahrasad.
Sementara promotor dalam sidang itu adalah Dr. Achyar Yusuf Lubis dengan Co-Promotor Noorhuda Ismail Ph.D dan Angel Damayanti Ph.D.
Dalam sidang yang berlangsung mulai pukul 09.00 WIB, Dedy Tabrani mampu mempertahankan disertasinya. Alumni Akpol 1999 ini mengangkat disertasi berjudul “Terorisme Keluarga: Pendekatan Interdisipliner Tentang Jaringan Ulama Kekerasan dalam Serangan Terorisme Bom Bunuh Diri Sekeluarga di Surabaya, 2018".
“Dalam disertasi ini, beberapa konsep baru yang di temukan adalah konsep Terorisme Keluarga Batih, Konsep Ulama Kekerasan, konsep multi front approach, Pengembangan teori Intelektual Organik Gramschi, Konsep Collaborative Policing,” terang Dedy usai sidang.
Lantas, kenapa Wakapolresta Tangerang ini tertarik mengangkat disertasi tersebut? “Latarbelakang saya dari awal di Gegana Anti Teror di Kelapa Dua. Pekerjaan yang saya pahami, saya baca selama ini banyak terkait tentang Ilmu Kepolisian, terorisme dan intelejen,” paparnya.
“Terorisme Surabaya merupakan peristiwa yang pertama terjadi di dunia. Tidak ada penelitian sebelumnya tentang Terorisme keluarga batih, yang melibatkan bapak, ibu dan anak dalam satu aksi terorisme sekaligus,” tambah Dedy.
Upaya pewira polisi kelahiran Banda Aceh 15 Oktober 1976 dalam mengangkat disertasi tentang Terorisme Surabaya 2018 tidak sia-sia. Ya. Endingnya, mantan Kapolres Dairi (2016) dan Kapolres Purwakarta (2017) ini mampu meraih gelar Doktor dengan Predikat Summa Cum Laude (Lulus dengan Banyak Pujian).
Menariknya lagi, eksekutor teroris dalam peristiwa bom Sarinah Jakarta Pusat ini mampu meraup nilai 98,66. Lebih dari itu, dia menyelesaikan pendidikan hanya dalam waktu 2 tahun empat bulan. Dedy mencatat sejarah baru di STIK-PTIK.
Dihubungi terpisah, Associates Professor/ Senior Researcher Dr. Herdy Sahrasad selaku Tim Penguji Sidang Promosi Doktor Ilmu Kepolisian Program Pasca Sarjana STIK mengaku kagum dengan kiprah Dedy Tabrani.
“Menurut saya sangat bagus. ujian dan penelitiannya sangat dalam dan ada temuan baru menyangkut munculnya ulama kekerasan. Tentang keluarga batih ini kan baru,” jelas Dr. Herdy melalui sambungan telepon, Rabu (14/10/2020) malam.
Ditambahkan, temuan baru tersebut bisa memberikan sumbangan bagi ilmu Kepolisian maupun ilmu sosial pada umumnya untuk kajian terorisme.
Harapannya, Dedy Tabrani bisa melanjutkan kajian penelitiannya sambil bekerja di kepolisian. Karena masalah serupa terkait radikalisme dan terorisme dikhawatirkan terulang lagi.
“Sehingga penilitian ini bisa memberikan perspektif dan pendekatan yang lebih tepat untuk mencari solusi. Harapan saya, dia bisa berkhidmat lagi dengan wawasan yang lebih dalam. Penelitian ini modal awal yang luar biasa, sehingga punya pemahaman yang baik tentang terorisme,” pungkasnya.
(mhd)