Anies Cabut Larangan Isolasi Mandiri, Anggota DPRD: Jangan Plin-Plan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan sempat melarang pasien positif Covid-19 untuk melakukan isolasi mandiri di rumah. Namun, kebijakan itu telah dibatalkan. Kini orang nomor satu di Jakarta itu menyatakan bisa melakukan isolasi di rumah, namun ada syarat yang harus dipenuhi. Salah satunya berkoordinasi terlebih dulu dengan Gugus Tugas Penanganan Covid-19.
Menanggapi hal itu, anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta Fraksi PDI Perjuangan, Hardiyanto Kenneth menilai mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu sangat tidak fokus dan main-main dalam menangani Covid-19 di Jakarta. Sebab telah menerbitkan Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 980/2020 tentang Prosedur Pengelolaan Isolasi Terkendali Dalam Rangka Penanganan Covid-19, salah satunya memperbolehkan pasien positif Covid-19 untuk melakukan isolasi mandiri di rumah. (Baca juga: Tanpa Pengecekan Suhu dan Masker, Pengunjung Bebas Keluar-Masuk Pamulang Square)
"Penerbitan Kepgub tersebut membuat saya menilai sikap gubernur yang plin-plan terhadap penanganan Covid-19 di Jakarta. Kenapa kembali memperbolehkan pasien isolasi mandiri di rumah, hal itu sangat berbahaya bagi keluarga dan warga sekitar," ujar Kenneth dalam keterangannya, Sabtu (3/10/2020). (Baca juga: 59 RS Rujukan COVID-19 di Jakarta, Wagub Pastikan Masyarakat Dapat Layanan Baik)
Seharusnya, kata pria yang akrab disapa Kent itu, Gubernur Anies tidak perlu melarang pasien Covid-19 tanpa gejala isolasi di rumah, karena dengan keluarnya pergub tersebut membuat warga semakin bingung dengan penanganan Covid-19 di Jakarta. "Dari awalnya Pak Anies sudah mengatakan pasien Covid-19 tanpa gejala silakan isolasi di rumah, lalu mengeluarkan statement kembali melarang pasien isolasi di rumah, dan menyuruh isolasi di Wisma Atlet, lalu sekarang diperbolehkan lagi. Gubernur Anies ini sebenarnya mau kemana arahnya? Jangan membuat warga bertanya-tanya dan menjadi semakin bingung dengan sikap gubernur yang plin plan. Seharusnya jika ingin membuat keputusan ya dipikirkan dulu yang matang, jangan terkesan menganggap enteng seperti ini," ketus Kent.
Kent juga mempertanyakan mekanisme aturan isolasi mandiri di rumah, apakah akan ada tenaga medis setiap waktu melakukan pemantauan kepada pasien baik dari segi obat-obatan dan maupun kebutuhan sehari-hari. "Mekanismenya seperti apa? musti jelas. Jangan sampai membuat pasien tambah parah saat isolasi di dalam rumah, karena tidak setiap waktu tenaga medis bisa melakukan pengecekan. Jangan sampai pasien Covid-19 tanpa gejala, malah menjadi tambah parah," ketusnya. (Baca juga: COVID-19 di Jaktim Meningkat, Satu Hari Ratusan Kasus Baru Muncul)
Jika hal itu dilakukan, sambung Kent, tingkat jajaran RT/RW kelurahan harus lebih diberdayakan kembali untuk melakukan pencegahan penyebaran Covid-19 di wilayah. Unsur RT/RW kelurahan harus benar-benar merangkul seluruh warga untuk mentaati protokol kesehatan.
Selain itu, Kent juga sangat menyayangkan Pemprov DKI terkait rencana pemasangan pengumuman berupa stiker di rumah tempat pasien positif yang akan menjalani isolasi mandiri. Menurutnya, hal tersebut sangat tidak bijak dan tidak memikirkan dampak buruk bagi keluarga yang rumahnya dipasang stiker pengumuman tersebut.
"Saya rasa Pemprov DKI jangan terlalu banyak membuat regulasi yang tidak bijak, seperti memasang stiker pengumuman di rumah penderita Covid-19, hal itu akan membuat keluarga dikucilkan oleh lingkungan sekitar. Karena bagi sebagian orang terpapar Covid-19 di anggap sebagai hal yang tabu. Jadi Sanksi sosial itu lebih berat loh. Saya berharap Pemprov bisa lebih bijak dalam membuat peraturan, kajian aspek sosiologisnya harus lebih mendalam. Dan itu tugas RT/RW kelurahan agar bisa merangkul seluruh warganya jika ada yang terjangkit Covid-19, jangan sampai keluarga yang positif Covid-19 dikucilkan di lingkungannya," tegas Kent.
Dalam hal isolasi, kata Kent, Pemprov DKI Jakarta telah menyiapkan tiga lokasi karantina yakni Pusat Pengkajian dan Pengembangan Islam Jakarta (Jakarta Islamic Centre), Jakarta Utara; Graha Wisata Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta Timur; dan Graha Wisata Ragunan Komplek GOR Jaya Raya Ragunan, Jakarta Selatan. "Ada tiga lokasi karantina yang sudah disiapkan Pemprov DKI Jakarta. Lokasi-lokasi tersebut pasti akan menampung pasien Covid-19 tanpa gejala. Lalu ada beberapa hotel juga yang disiapkan, apa itu kurang?" tanya Kent.
Kent juga meminta kepada Gubernur Anies agar lebih fokus dalam menangani pandemi Covid-19 di Jakarta, sehingga bisa menekan angka pasien positif. Harus sosialisasi lebih intens lagi dan bisa lebih digalakkan lagi razia protokol kesehatan bagi warga di transportasi umum, pasar tradisional maupun di perkampungan.
“Banyak warga baik di pasar dan jalanan yang tidak mengindahkan protokol kesehatan, karena memang tidak ada ketegasan dan kurangnya sosialisasi dari gubernurnya. Karena bagi sebagian orang menganggap bahwa Covid-19 ini tidak nyata dan hanya permainan pemerintah saja. Jadi percuma saja perpanjang PSBB ketat, dan sangat tidak efektif untuk menekan penyebaran virus Corona kalau tidak ada tindakan tegas dan sosialisasi yang jelas yang terukur dari Pemprov DKI Jakarta,” tuturnya.
Kent pun selalu mengimbau kepada warga Jakarta khususnya, jika hendak berpergian agar benar-benar mengindahkan protokol kesehatan Covid-19, seperti jaga jarak, memakai masker, dan menyiapkan hand sanitizer. "Saya mengimbau kepada warga DKI Jakarta wajib melakukan protokol kesehatan Covid-19 dengan disiplin dimanapun berada. Penyebaran virus akan terhenti jika dari diri kita yang benar-benar disiplin terhadap diri sendiri. Jangan bosan dan malas dalam melakukan standar protokol kesehatan. Pakai masker, jaga jarak, dan mencuci tangan dengan sabun atau membawa hand sanitizer. Kita wajib bertanggung jawab terhadap diri kita sendiri, dan orang lain," pungkasnya.
Perlu diketahui sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta secara resmi mencabut larangan isolasi mandiri di rumah bagi pasien positif Covid-19 tanpa gejala (OTG) maupun yang bergejala ringan. Pencabutan larangan tersebut seiring dengan terbitnya Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 980/2020 tentang Prosedur Pengelolaan Isolasi Terkendali dalam Rangka Penanganan Covid-19, yang diteken Gubernur Anies Baswedan pada 22 September 2020.
Dalam beleid aturan itu, disebutkan bahwa pasien positif Covid-19 yang memiliki rumah memadai dan layak diperbolehkan untuk menjalani isolasi mandiri di rumahnya masing-masing. Adapun bagi pasien positif yang tidak memiliki rumah atau fasilitas yang memadai, tetap dilarang untuk menjalani isolasi mandiri di rumah dan akan dirujuk untuk melakukan isolasi mandiri di fasilitas yang sudah disediakan pemerintah.
Namun, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga mencantumkan sejumlah syarat dan prosedur yang harus dipenuhi pasien yang menjalani isolasi mandiri. Mulai dari prosedur selama proses isolasi, hingga standar minimal kriteria rumah yang digunakan isolasi. Untuk proses, pasien harus melakukan pemantauan kondisi kesehatan secara berkala melalui puskesmas terdekat. Adapun pengawasan isolasi akan dilakukan oleh pihak kelurahan dengan melibatkan Gugus Tugas Tingkat RW/RW atau pihak lainnya.
Nantinya, kelurahan akan menempelkan atau memasang pengumuman 'sedang melakukan isolasi mandiri' pada pintu atau tempat yang mudah terlihat di rumah pasien yang menjalani isolasi mandiri
Menanggapi hal itu, anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta Fraksi PDI Perjuangan, Hardiyanto Kenneth menilai mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu sangat tidak fokus dan main-main dalam menangani Covid-19 di Jakarta. Sebab telah menerbitkan Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 980/2020 tentang Prosedur Pengelolaan Isolasi Terkendali Dalam Rangka Penanganan Covid-19, salah satunya memperbolehkan pasien positif Covid-19 untuk melakukan isolasi mandiri di rumah. (Baca juga: Tanpa Pengecekan Suhu dan Masker, Pengunjung Bebas Keluar-Masuk Pamulang Square)
"Penerbitan Kepgub tersebut membuat saya menilai sikap gubernur yang plin-plan terhadap penanganan Covid-19 di Jakarta. Kenapa kembali memperbolehkan pasien isolasi mandiri di rumah, hal itu sangat berbahaya bagi keluarga dan warga sekitar," ujar Kenneth dalam keterangannya, Sabtu (3/10/2020). (Baca juga: 59 RS Rujukan COVID-19 di Jakarta, Wagub Pastikan Masyarakat Dapat Layanan Baik)
Seharusnya, kata pria yang akrab disapa Kent itu, Gubernur Anies tidak perlu melarang pasien Covid-19 tanpa gejala isolasi di rumah, karena dengan keluarnya pergub tersebut membuat warga semakin bingung dengan penanganan Covid-19 di Jakarta. "Dari awalnya Pak Anies sudah mengatakan pasien Covid-19 tanpa gejala silakan isolasi di rumah, lalu mengeluarkan statement kembali melarang pasien isolasi di rumah, dan menyuruh isolasi di Wisma Atlet, lalu sekarang diperbolehkan lagi. Gubernur Anies ini sebenarnya mau kemana arahnya? Jangan membuat warga bertanya-tanya dan menjadi semakin bingung dengan sikap gubernur yang plin plan. Seharusnya jika ingin membuat keputusan ya dipikirkan dulu yang matang, jangan terkesan menganggap enteng seperti ini," ketus Kent.
Kent juga mempertanyakan mekanisme aturan isolasi mandiri di rumah, apakah akan ada tenaga medis setiap waktu melakukan pemantauan kepada pasien baik dari segi obat-obatan dan maupun kebutuhan sehari-hari. "Mekanismenya seperti apa? musti jelas. Jangan sampai membuat pasien tambah parah saat isolasi di dalam rumah, karena tidak setiap waktu tenaga medis bisa melakukan pengecekan. Jangan sampai pasien Covid-19 tanpa gejala, malah menjadi tambah parah," ketusnya. (Baca juga: COVID-19 di Jaktim Meningkat, Satu Hari Ratusan Kasus Baru Muncul)
Jika hal itu dilakukan, sambung Kent, tingkat jajaran RT/RW kelurahan harus lebih diberdayakan kembali untuk melakukan pencegahan penyebaran Covid-19 di wilayah. Unsur RT/RW kelurahan harus benar-benar merangkul seluruh warga untuk mentaati protokol kesehatan.
Selain itu, Kent juga sangat menyayangkan Pemprov DKI terkait rencana pemasangan pengumuman berupa stiker di rumah tempat pasien positif yang akan menjalani isolasi mandiri. Menurutnya, hal tersebut sangat tidak bijak dan tidak memikirkan dampak buruk bagi keluarga yang rumahnya dipasang stiker pengumuman tersebut.
"Saya rasa Pemprov DKI jangan terlalu banyak membuat regulasi yang tidak bijak, seperti memasang stiker pengumuman di rumah penderita Covid-19, hal itu akan membuat keluarga dikucilkan oleh lingkungan sekitar. Karena bagi sebagian orang terpapar Covid-19 di anggap sebagai hal yang tabu. Jadi Sanksi sosial itu lebih berat loh. Saya berharap Pemprov bisa lebih bijak dalam membuat peraturan, kajian aspek sosiologisnya harus lebih mendalam. Dan itu tugas RT/RW kelurahan agar bisa merangkul seluruh warganya jika ada yang terjangkit Covid-19, jangan sampai keluarga yang positif Covid-19 dikucilkan di lingkungannya," tegas Kent.
Dalam hal isolasi, kata Kent, Pemprov DKI Jakarta telah menyiapkan tiga lokasi karantina yakni Pusat Pengkajian dan Pengembangan Islam Jakarta (Jakarta Islamic Centre), Jakarta Utara; Graha Wisata Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta Timur; dan Graha Wisata Ragunan Komplek GOR Jaya Raya Ragunan, Jakarta Selatan. "Ada tiga lokasi karantina yang sudah disiapkan Pemprov DKI Jakarta. Lokasi-lokasi tersebut pasti akan menampung pasien Covid-19 tanpa gejala. Lalu ada beberapa hotel juga yang disiapkan, apa itu kurang?" tanya Kent.
Kent juga meminta kepada Gubernur Anies agar lebih fokus dalam menangani pandemi Covid-19 di Jakarta, sehingga bisa menekan angka pasien positif. Harus sosialisasi lebih intens lagi dan bisa lebih digalakkan lagi razia protokol kesehatan bagi warga di transportasi umum, pasar tradisional maupun di perkampungan.
“Banyak warga baik di pasar dan jalanan yang tidak mengindahkan protokol kesehatan, karena memang tidak ada ketegasan dan kurangnya sosialisasi dari gubernurnya. Karena bagi sebagian orang menganggap bahwa Covid-19 ini tidak nyata dan hanya permainan pemerintah saja. Jadi percuma saja perpanjang PSBB ketat, dan sangat tidak efektif untuk menekan penyebaran virus Corona kalau tidak ada tindakan tegas dan sosialisasi yang jelas yang terukur dari Pemprov DKI Jakarta,” tuturnya.
Kent pun selalu mengimbau kepada warga Jakarta khususnya, jika hendak berpergian agar benar-benar mengindahkan protokol kesehatan Covid-19, seperti jaga jarak, memakai masker, dan menyiapkan hand sanitizer. "Saya mengimbau kepada warga DKI Jakarta wajib melakukan protokol kesehatan Covid-19 dengan disiplin dimanapun berada. Penyebaran virus akan terhenti jika dari diri kita yang benar-benar disiplin terhadap diri sendiri. Jangan bosan dan malas dalam melakukan standar protokol kesehatan. Pakai masker, jaga jarak, dan mencuci tangan dengan sabun atau membawa hand sanitizer. Kita wajib bertanggung jawab terhadap diri kita sendiri, dan orang lain," pungkasnya.
Perlu diketahui sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta secara resmi mencabut larangan isolasi mandiri di rumah bagi pasien positif Covid-19 tanpa gejala (OTG) maupun yang bergejala ringan. Pencabutan larangan tersebut seiring dengan terbitnya Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 980/2020 tentang Prosedur Pengelolaan Isolasi Terkendali dalam Rangka Penanganan Covid-19, yang diteken Gubernur Anies Baswedan pada 22 September 2020.
Dalam beleid aturan itu, disebutkan bahwa pasien positif Covid-19 yang memiliki rumah memadai dan layak diperbolehkan untuk menjalani isolasi mandiri di rumahnya masing-masing. Adapun bagi pasien positif yang tidak memiliki rumah atau fasilitas yang memadai, tetap dilarang untuk menjalani isolasi mandiri di rumah dan akan dirujuk untuk melakukan isolasi mandiri di fasilitas yang sudah disediakan pemerintah.
Namun, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga mencantumkan sejumlah syarat dan prosedur yang harus dipenuhi pasien yang menjalani isolasi mandiri. Mulai dari prosedur selama proses isolasi, hingga standar minimal kriteria rumah yang digunakan isolasi. Untuk proses, pasien harus melakukan pemantauan kondisi kesehatan secara berkala melalui puskesmas terdekat. Adapun pengawasan isolasi akan dilakukan oleh pihak kelurahan dengan melibatkan Gugus Tugas Tingkat RW/RW atau pihak lainnya.
Nantinya, kelurahan akan menempelkan atau memasang pengumuman 'sedang melakukan isolasi mandiri' pada pintu atau tempat yang mudah terlihat di rumah pasien yang menjalani isolasi mandiri
(cip)