Tanah Abang, Warisan Pusat Kulakan Termegah
loading...
A
A
A
Berbulan-bulan vakum, Iman kemudian kembali berdagang pada September 1998. Dengan meminjam modal dari kakaknya yang juga pedagang, pundi-pundi pendapatan mulai dikeruk, kehidupan ekonomi Iman mulai membaik hingga akhirnya mampu membeli satu kios di blok yang sama. Pada 2010 usahanya makin lancar dan dia memiliki total 7 kios. Iman pun mulai berjualan dengan dukungan teknologi digital. Kini omzet ratusan juta berhasil dia kantongi tiap bulannya. (Baca juga: WHO Peringatkan Dunia Lebih Siap untuk Pandemi Berikutnya)
Tuan Tanah Kolonial
Jauh sebelum Pasar Tanah Abang semegah dan menjadi yang terbesar se-Asia Tenggara seperti saat ini, pasar ini awalnya hanya kawasan rimbun dengan pepohonan. Adalah kapitan China dan insinyur perairan Phoa Beng Gam yang memprakarsai berdirinya kawasan Tanah Abang pada 1648. Setelah mendapatkan restu dari VOC atau Belanda, Phoa kemudian menanami lahan merah yang kosong itu dengan sejumlah pohon.
Menurut buku Tenabang Tempo Doeloe yang ditulis Abdul Chaer (2017), etnik Tionghoa perlahan mulai mendirikan permukiman di tempat tersebut. Ini terjadi lantaran kondisi kawasan kian aman, tepatnya seusai pembangunan Kota Lama (Batavia) rampung pada 1740. Bukti keberadaan mereka dikukuhkan dengan adanya Kelenteng Hok Tek Tengsin yang dibangun sekitar 1808. Letak kelenteng ini menyempil di antara Blok A dan Blok F pusat grosir. (Baca juga: Al-Qur'an Kembali Dibakar di Swedia, Turki Jengkel)
Sebelum kelenteng itu terbangun, tuan tanah kolonial VOC Justinus Vinck menginisiasi pembangunan Pasar Tanah Abang dan Pasar Senen. Setelah Pasar Senen selesai dibangun pada 1735, dua tahun berikutnya Tanah Abang ganti didirikan yang pembangunannya atas restu Gubernur Jenderal VOC Abraham Patras.
“Pasar diselenggarakan hari Senin untuk Pasar Weltevreden (Pasar Senen), hari Sabtu untuk pasar yang akan dibangun di Bukit Tanah Abang,” tulis Abraham Patras dalam suratnya kepada Vinck seperti dikutip PD Pasar Jaya dalam Pasar Tanah Abang 250 Tahun.
Guna menghubungkan kedua pasar itu, Jalan Prapatan dan Jalan Kebon Sirih pun dibangun. Lambat laun jalur ini menjadi jalur sutera perdagangan di Batavia. Namun lima tahun setelah berdiri, pasar ini porak-poranda akibat tragedi pembantaian orang China (chineezenmoord). Ribuan orang mati menjadi korban.
Menurut Buku Batavia 1970 karya Windoro Adi pada 2010, akhirnya pasar kembali dibuka setelah sejumlah orang Arab berdatangan ke Tanah Abang, Mereka kemudian hidup berdampingan dengan pedagang China. Pasar Tanah Abang pun kembali ramai. Sejak 1766 pasar dibuka penuh. (Baca juga: Inilah Negara-negara di Dunia yang Memiliki Hulu Ledak Nuklir)