Belum Puncak Musim Hujan, Banjir dan Longsor Terjang Jabodetabek

Kamis, 02 Januari 2020 - 07:31 WIB
Belum Puncak Musim Hujan, Banjir dan Longsor Terjang Jabodetabek
Belum Puncak Musim Hujan, Banjir dan Longsor Terjang Jabodetabek
A A A
JAKARTA - Banjir besar dan longsor yang menerjang Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) serta sejumlah daerah di Indonesia, kemarin, menimbulkan banyak korban jiwa. Minimnya peringatan dini dan lemahnya koordinasi membuat dampak bencana sulit diantisipasi.

Hingga tadi malam, sedikitnya 27 orang meninggal dunia akibat bencana ini. Beberapa warga Kabupaten Lebak, Banten dan Kabupaten Bogor, Jawa Barat juga dilaporkan masih hilang akibat menjadi korban banjir bandang. Di Jakarta, banjir menyebar merata. Hingga pukul 23.00 WIB tadi malam, banyak wilayah yang masih terendam air.

Hujan deras juga terus mengguyur seperti di Jakarta Pusat. Beberapa jalur transportasi juga belum sepenuhnya normal. Di Tol Dalam Kota KM 14 Grogol, genangan air juga masih cukup tinggi sekitar 1 meter hingga membuat jalan bebas hambatan ini ditutup sementara. Lambannya evakuasi membuat sejumlah warga meninggal lantaran kedinginan (hipotermia) di tengah banjir.

Seperti dialami M Ali,82, Siti Hawa,72, dan Willi Surahman, warga Kampung Cipinang Melayu, Jakarta Timur. Dua warga lainnya juga tewas tersetrum karena tak menyadari aliran listrik mengenai air yang menggenangi rumahnya. Dua warga yang tewas tersetrum adalah Nurjanah, 27, warga lagoa, Koja, Jakarta Utara dan Arfico Arif,16, warga Kemayoran, Jakarta Pusat.

Banjir dan longsor yang menerjang Jakarta dan wilayah sekitarnya kali ini banyak mengagetkan warga. Mereka tak menyangka hujan yang turun sejak Selasa (31/12) sore hingga kemarin intensitasnya sangat tinggi. Dari data yang dirilis Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), di wilayah Jakarta Timur seperti kawasan Halim Perdanakusuma dan TMII, curah hujan tercatat mencapai 335-377 mm/hari.

Curah hujan ini melampui jauh saat Jakarta dilanda banjir besar pada 2007 (340 mm/hari) dan 2015 (277 mm/hari). Namun sosialisasi bakal datangnya curah hujan yang tinggi di masa pergantian tahun 2019 ke 2020 ini tergolong minim. Ini membuat warga kurang mempersiapkan secara dini saat tiba-tiba bencana datang.

Dengan kemajuan teknologi informasi saat ini, data dan potensi bencana semestinya sudah bisa disampaikan ke publik jauh-jauh hari. Harapannya, masyarakat menjadi lebih sadar dan mengantisipasi dengan langkah-langkah preventif.

Beberapa warga juga kaget lantaran wilayahnya yang selama ini tergolong aman dari banjir akhirnya turut menjadi korban. Soal banyaknya titik banjir baru di Jakarta di luar yang selama jadi langganan diakui Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. “Banyak tempat yang tidak mengalami banjir sekarang mengalami. Nanti kita lihat (penyebabnya), kita aka duduk lihat,” ujar Anies.

Di Kota Bekasi, akibat tanggul jebol, kawasan Perumahan Kemang Pratama Regency tergenang, pagi kemarin. Lambannya penanganan dari pemerintah setempat membuat genangan tak kunjung surut hingga sore hari. Soal kurangnya persiapan pemerintah dalam antisipasi bencana ini juga menjadi sorotan kalangan DPR.

Wakil Ketua DPR Koordinator Ekonomi dan Keuangan (Koreku) Sufmi Dasco Ahmad menilai bencana banjir kali ini terjadi lantaran kurangnya persiapan pihak-pihak terkait. “Soal banjir di mana-mana ini kan karena memang sudah lama nggak hujan. Curah hujannya terlalu tinggi dan terlalu banyak, dan memang kita kurang persiapan untuk itu karena selama ini hujannya jarang,” kata dia.

Hujan Deras Sepekan


Potensibanjir di Jabodetabek masih besar seiring tingginya intensitas hujan di wilayah ini hingga sepekan mendatang. Kepala Pusat Meteorologi Publik Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Fachri Radjab mengatakan intensitas hujan kali ini terjadi sebelum memasuki puncak musim hujan yang dipredikasi pada Februari-Maret.

“Ini yang perlu kita cermati, saat ini adalah belum memasuki puncak musim hujan. Jadi potensi hujan rendah dan hujan lebat masih ada sampai seminggu ke depan,” ungkap Fachri. Dengan fakta ini, menurut Fachri, masyarakat harus mewaspadai atas potensi ini. “Jadi kita masih awal, BMKG akan menginformasikan warning itu 3 jam sebelum kejadian, seperti halnya kami infokan ke masyarakat,” ujarnya.

Selain waspada hujan, Fachri juga mengimbau masyarakat tetap waspada terhadap kondisi pasang air laut. BMKG memprediksi pasang air laut terjadi pada awal pekan, tepatnya pada 5-6 Januari. Kondisi ini dapat mempengaruhi kenaikan permukaan air di daratan saat hujan mengguyur hingga banjir.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) merintahkan seluruh jajaran pemerintah dari pusat hingga daerah untuk turun dalam penanganan banjir. Dia merintahkan agar keselamatan warga menjadi prioritas. "BNPB, pemerintah provinsi, SAR, semuanya harus segera bergerak bersama-sama untuk memberikan rasa aman, memberikan keselamatan kepada warga yang terkena bencana banjir," katanya di Istana Kepresidenan Yogyakarta, kemarin.

Presiden juga meminta agar normalisasi terhadap fasilitas-fasilitas umum dapat segera dilakukan. Pasalnya hingga siang ini banjir telah mengganggu fasilitas umum beriperasi. "Karena ini sudah masuk di Jakarta sudah masuk ke Halim, sudah masuk ke tol Cikampek, kemudian juga di beberapa objek vital. Saya kira ini harus segera dinormalisasi. Sehingga fungsi-fungsi itu kembali menjadi normal," tuturnya.

Dia juga menekankan pentingnya kerja sama antara pemerintah pusat dan provinsi dalam penanganan banjir. Menurutnya, saat ini pemerintah pusat masih terus membangun beberapa waduk sebagai langkah penanganan banjir. Menteri PUPR Basuki Hadimulyono menilai banjir Jakarta juga dipengaruhi belum tuntasnya normalisasi Kali Ciliwung.

Dalam penyusurannya di Kali Ciliwung sepanjang 33 kilometer, 16 kilometer yang sudah dinormalisasi diketahui bebas dari luapan. Selebihnya yang belum dinormalisasi tergenang. Menurut dia, rumah penduduk saat ini bukan lagi di bantaran kali, melainkan sudah di palung. Lebar sungai Ciliwung sudah semakin sempit dan untuk melebarkan itu bukan hal yang mudah.

Dia berharap Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bisa menyelesaikan masalah ini. Anies berpendapat bahwa selama air dari kawasan selatan dibiarkan masuk ke Jakarta, apapun yang dikerjakan di Ibu Kota tidak akan bisa mengendalikannya. Kuncinya ada pada pengendalian air sebelum masuk ke kawasan pesisir.
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7587 seconds (0.1#10.140)