Lingkungan Glamor, Selebritas Sasaran Empuk Narkoba

Selasa, 31 Desember 2019 - 10:39 WIB
Lingkungan Glamor, Selebritas Sasaran Empuk Narkoba
Lingkungan Glamor, Selebritas Sasaran Empuk Narkoba
A A A
JAKARTA - Selebritas atau figur publik masih menjadi sasaran empuk peredaran narkoba. Lingkungan mereka yang glamor dianggap pasar potensial.

“Ada uang, populer, banyak jaringan, jadi sebagai market sangat menjanjikan," kata psikolog Universitas Indonesia Aully Grashinta kemarin.

Maraknya narkoba di kalangan selebritas seperti artis, penyanyi, dan komedian juga tak terlepas dari kurangnya efek jera bagi pelaku. Mulai dari hukuman ringan hingga kemudahan proses rehabilitasi. Ironisnya sebagian figur public yang terjerat narkoba masih bisa diterima dengan baik di masyarakat dan laku di televisi.Bahkan ada juga artis bandar narkoba malah istrinya masuk televisi seolah-olah sangat sengsara karena suaminya tertangkap. Si istri ini meminta penonton turut berempati. “Kan memberi kesan menggunakan narkoba bukan sesuatu yang salah," ujarnya.
Ini menjadi tugas berat Polri dan Badan Narkotika Nasional (BNN) untuk memutus mata rantai peredaran narkoba. Caranya harus diurai jaringan dari pengedar hingga bandar. Bukan jadi rahasia lagi bahwa narkoba banyak berasal dari luar negeri dan masuk melalui beberapa dermaga yang tidak diawasi.Namun belum pernah kita dengar tindakan tegas terhadap negara pengekspor narkoba. “Itulah yang membuat narkoba tetap marak. Banyak pihak yang diuntungkan dari bisnis ini," ucap Shinta.
Menurut dia, belum tegasnya hukuman di dalam negeri membuat negara luar mengekspor narkoba ke Indonesia. Bahkan mungkin memainkan oknum penegak hukum. "Mereka jadi berani melakukan itu di Indonesia," katanya.

Masih mengenai selebritas narkoba, menurut kriminolog Universitas Indonesia Josias Simon, gaya hidup dan tuntutan kerja yang tinggi mendorong mereka mengonsumsi narkoba. Tak jarang dalam dunia entertainment pesta yang digelar kerap berujung pada pesta narkoba. “Ini lebih pada aktualisasi diri. Banyak artis yang kemudian mengonsumsi atau terjerat narkoba,” katanya.

Apalagi penghasilan yang tinggi di kalangan artis membuat mereka sanggup membeli narkoba karena gampang didapat dan murah.

Sepanjang tahun ini saja sudah belasan selebritas terjerat narkoba. Mereka di antaranya vokalis Zul “Zivilia”, Sandy Tumiwa, Nunung Srimulat dan suaminya Jully Jan Sambiran, Jefri Nichol, Rio Reifan, serta Ibra Azhari.

Ketua Umum Satgas Antinarkoba Anhar Nasution menilai banyak faktor yang membuat peredaran narkoba makin marak di Indonesia, mulai dari tertundanya hukuman mati sejumlah bandar narkoba sehingga jaringannya tetap hidup hingga keamanan lembaga pemasyarakatan yang lemah sehingga komunikasi dengan jaringan di bawah masih tetap ada.

Belum lagi bandar menurunkan harga narkoba. Saat ini harga narkoba jauh lebih murah dan menyasar masyarakat ekonomi rendah. “Anda bayangkan dengan Rp100.000–200.000 sudah bisa membeli sabu, ini cukup aneh. Padahal kita tahu satu gram sabu lebih mahal daripada emas,” ujar Anhar.

Di sisi lain polisi tak bisa berbuat lebih. Penindakan tak membuat jaringan narkoba hilang lantaran pasarnya masih tersedia. Maka itu menindak pasar perlu dilakukan aparat untuk memutus jaringan ini.

Sementara itu Polda Metro Jaya mengimbau masyarakat agar dapat memberikan informasi mengenai kasus penyalahgunaan narkoba, khususnya di kalangan artis atau figur publik yang kian marak.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus melihat fenomena penyalahgunaan narkoba di kalangan artis terus ada. Pihaknya terus mengintai beberapa artis yang masih mengonsumsi narkoba. Namun dia menutup rapat nama-nama artis yang masih diintai. “Kami mengharapkan artis-artis yang masih menggunakan narkoba bisa menyerahkan diri atau melapor supaya bisa direhabilitasi. Jangan sampai kami tangkap baru minta rehabilitasi," tegasnya.

Nama-nama artis yang terlibat narkoba didapatkan dari bandar yang tertangkap. Mereka menyebutkan bahwa pelanggannya selain masyarakat biasa, juga kalangan selebritas. Dia meminta para pecandu baik artis maupun masyarakat bisa langsung mendatangi puskesmas atau Polda Metro Jaya untuk direhabilitasi.

"Kalau ke Polda atau puskesmas nantinya disalurkan ke tempat rehabilitasi yang pantas," kata Yusri. Seandainya tidak memiliki biaya, pihak kepolisian akan menyalurkannya ke panti rehabilitasi milik pemerintah.

Dia juga tidak dapat menanggung segala risiko jika pecandu tertangkap. Bila mereka tertangkap dengan barang bukti, tidak menutup kemungkinan mereka akan dikenai hukuman. Dalam UU Nomor 35/2009 tentang Narkotika disebutkan pihak pemerintah diwajibkan memberikan rehabilitasi bagi pecandu narkoba yang melapor atau menyerahkan diri.

"Kalau tertangkap tangan bisa diberi hukuman. Jadi masyarakat juga harus mengetahui perbedaan antara ditangkap dan menyerahkan diri," tuturnya. Sebab pecandu narkoba ini sudah dewasa sehingga bisa menentukan hidup sendiri. (Helmy Syarif/R Ratna Purnama/Yan Yusuf)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.1527 seconds (0.1#10.140)