2 Remaja Bekasi Gangguan Jiwa Akibat Kecanduan Bermain Game di Ponsel
A
A
A
BEKASI - Dua remaja di Kabupaten Bekasi mengalami gangguan jiwa setelah terpapar efek bermain game online berlebihan di telepon genggam (gadget). Kedua remaja adalah NV (17) dan TY (17), warga Cibitung, yang kini menjalani perawatan di Yayasan Al Fajar Berseri, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi.
Ketua Yayasan Al Fajar Berseri Tambun Selatan, Marsan, mengatakan, kedua remaja itu sudah sekitar satu tahun dirawat karena ketergantungan menggunakan telepon selular. Dalam kesehariannya, mereka berdiam diri dan hanya sesekali berinteraksi. Kedua pasien itu seketika bereaksi ketika melihat telepon genggam.
"Mereka biasa saja, diam saja. Makan juga bisa. Cuma kalau ada HP, langsung direbut, diambil, dimainin. Misalnya ada HP di-charge, langsung direbut. Ini karena mereka sudah terlalu ketergantungan dengan HP dan game," ujarnya.
Berdasarkan informasi dari keluarga keduanya, mereka memang sudah sangat berlebihan menggunakan ponsel. Bahkan mereka mengoperasikan gawai dari sejak bangun tidur hingga malam, menjelang tidur kembali. Ketergantungan itu telah mengganggu kehidupan nyata mereka. Tidak jarang mereka bolos sekolah. "Buat makan saja mereka lupa. Lebih parah lagi, kalau dilarang mereka mulai emosional," kata Marsan.
Menurut Marsan, Nv dan Ty bukan pasien gangguan kejiwaan pertama yang dirawat di Yayasan Al Fajar karena kecanduan gawai. Sebelumnya, ada satu pasien lasal Medan yang mengalami hal serupa bernama WH. Namun WH hanya berobat empat bulan dan sudah pulang.
Marwan mengingatkan, penggunaan gawai sudah saatnya mulai dikendalikan. Orang tua berperan besar mengantisipasi sejak dini. Karena jika berlebih, maka kejadian serupa akan terjadi. "Orang tua harus paham, di dalam HP itukan mengandung magnet yang bisa merusak otak. Itu mengapa ada dua orang yang tinggal di sini sekarang," paparnya.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Daerah Kabupaten Bekasi, Muhammad Rozak mengatakan, efek negatif dari penggunaan gawai sangat berbahaya jika berlebih. Memang, pihaknya belum menangani atau menerima laporan terkait anak yang terganggu jiwanya karena telepon genggam.
Meski demikian, dalam beberapa kasus kekerasan terhadap anak, salah satu faktor penyebabnya yakni penggunaan telepon genggam. Misalnya, kasus tawuran, itu awalnya dari telepon selular. Begitu juga kasus pencabulan anak oleh anak yang sebelumnya sering mengoperasikan telepon genggam, baik mengakses situs porno atau aplikasi dewasa seperti Bigo dan lainnya.
Setidaknya KPAD Kabupaten Bekasi telah menangani 7-10 kasus per bulan terkait kekerasan anak. Ironisnya, dari hasil penelusuran, sekitar 30 persen di antaranya diawali dari HP. "Bulan ini saja, Oktober, sudah tujuh kasus. Beberapa di antaranya karena HP. Sering melihat tindak kekerasan membuat anak jadi pelaku pidana pencurian," katanya.
Saat ini, pihaknya terus mengkampanyekan pengendalian penggunaan telepon. Hal itu kerap disampaikan dalam beberapa kesempatan, baik ketika mengunjungi sekolah maupun rapat di tingkat desa. Hanya saja, peran terbesar untuk mencegah hal negatif dari gawai yang berlebihan ini adalah orang tua.
"Orang tua jangan kalah sama anak. Jangan takut memasuki ruang pribadi anak karena anak pun lahir dari ruang pribadi orang tuanya. Peran ini sangat penting," pungkasnya.
Ketua Yayasan Al Fajar Berseri Tambun Selatan, Marsan, mengatakan, kedua remaja itu sudah sekitar satu tahun dirawat karena ketergantungan menggunakan telepon selular. Dalam kesehariannya, mereka berdiam diri dan hanya sesekali berinteraksi. Kedua pasien itu seketika bereaksi ketika melihat telepon genggam.
"Mereka biasa saja, diam saja. Makan juga bisa. Cuma kalau ada HP, langsung direbut, diambil, dimainin. Misalnya ada HP di-charge, langsung direbut. Ini karena mereka sudah terlalu ketergantungan dengan HP dan game," ujarnya.
Berdasarkan informasi dari keluarga keduanya, mereka memang sudah sangat berlebihan menggunakan ponsel. Bahkan mereka mengoperasikan gawai dari sejak bangun tidur hingga malam, menjelang tidur kembali. Ketergantungan itu telah mengganggu kehidupan nyata mereka. Tidak jarang mereka bolos sekolah. "Buat makan saja mereka lupa. Lebih parah lagi, kalau dilarang mereka mulai emosional," kata Marsan.
Menurut Marsan, Nv dan Ty bukan pasien gangguan kejiwaan pertama yang dirawat di Yayasan Al Fajar karena kecanduan gawai. Sebelumnya, ada satu pasien lasal Medan yang mengalami hal serupa bernama WH. Namun WH hanya berobat empat bulan dan sudah pulang.
Marwan mengingatkan, penggunaan gawai sudah saatnya mulai dikendalikan. Orang tua berperan besar mengantisipasi sejak dini. Karena jika berlebih, maka kejadian serupa akan terjadi. "Orang tua harus paham, di dalam HP itukan mengandung magnet yang bisa merusak otak. Itu mengapa ada dua orang yang tinggal di sini sekarang," paparnya.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Daerah Kabupaten Bekasi, Muhammad Rozak mengatakan, efek negatif dari penggunaan gawai sangat berbahaya jika berlebih. Memang, pihaknya belum menangani atau menerima laporan terkait anak yang terganggu jiwanya karena telepon genggam.
Meski demikian, dalam beberapa kasus kekerasan terhadap anak, salah satu faktor penyebabnya yakni penggunaan telepon genggam. Misalnya, kasus tawuran, itu awalnya dari telepon selular. Begitu juga kasus pencabulan anak oleh anak yang sebelumnya sering mengoperasikan telepon genggam, baik mengakses situs porno atau aplikasi dewasa seperti Bigo dan lainnya.
Setidaknya KPAD Kabupaten Bekasi telah menangani 7-10 kasus per bulan terkait kekerasan anak. Ironisnya, dari hasil penelusuran, sekitar 30 persen di antaranya diawali dari HP. "Bulan ini saja, Oktober, sudah tujuh kasus. Beberapa di antaranya karena HP. Sering melihat tindak kekerasan membuat anak jadi pelaku pidana pencurian," katanya.
Saat ini, pihaknya terus mengkampanyekan pengendalian penggunaan telepon. Hal itu kerap disampaikan dalam beberapa kesempatan, baik ketika mengunjungi sekolah maupun rapat di tingkat desa. Hanya saja, peran terbesar untuk mencegah hal negatif dari gawai yang berlebihan ini adalah orang tua.
"Orang tua jangan kalah sama anak. Jangan takut memasuki ruang pribadi anak karena anak pun lahir dari ruang pribadi orang tuanya. Peran ini sangat penting," pungkasnya.
(ysw)