KTP Dicatut Calon Independen, Pakar Kebijakan Publik Achmad Nur Hidayat Pertimbangkan Langkah Hukum
loading...
A
A
A
JAKARTA - Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang ada di Kartu Tanda Penduduk (KTP) dicatut untuk calon independen yang bertarung di Pilkada Jakarta juga dialami oleh pakar kebijakan publik Achmad Nur Hidayat . Dia langsung membuat laporan resmi ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan tengah mempertimbangkan mengambil langkah hukum.
Menurut Achmad Nur Hidayat, sebagai warga negara yang menjunjung tinggi prinsip demokrasi, dirinya percaya bahwa partisipasi dalam proses pemilihan umum merupakan hak yang harus dilindungi dan dihormati.
"Namun, baru-baru ini saya mengalami kejadian yang mengejutkan dan mengganggu. Nama dan Nomor Induk Kependudukan (NIK) saya tercatat sebagai pendukung salah satu pasangan calon kepala daerah independen, padahal saya tidak pernah memberikan dukungan atau mengenal tim sukses dari pasangan calon tersebut," ujarnya, Jumat (16/8/2024).
Menurut aktivis yang pernah menjadi Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) ini, kejadian tersebut menimbulkan berbagai pertanyaan dan kekhawatiran tentang kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam mencatat dan memverifikasi data pendukung calon independen.
"Pencatutan nama dan NIK tanpa sepengetahuan saya bukan hanya pelanggaran privasi, tetapi juga menunjukkan adanya celah dalam sistem verifikasi yang seharusnya menjamin akurasi dan keabsahan dukungan yang diberikan," katanya.
Pertama, kata dia, pencatutan ini menggarisbawahi lemahnya pengawasan dalam proses verifikasi data pendukung calon independen. KPU, sebagai lembaga yang dipercaya untuk mengelola dan menyelenggarakan pemilihan umum, harus mampu menjamin bahwa data yang digunakan adalah akurat dan sah.
"Kegagalan untuk melakukannya tidak hanya merugikan individu yang dicatut, tetapi juga mengancam integritas proses demokrasi itu sendiri."
Kedua, pencatutan nama dan NIK dirinya menunjukkan bahwa sistem verifikasi yang ada saat ini mungkin terlalu longgar dan mudah disalahgunakan.
"Hal ini membuka peluang bagi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk memanipulasi proses pemilihan dengan memasukkan data pendukung palsu. Jika tidak segera ditangani, hal ini dapat menurunkan kepercayaan publik terhadap proses pemilihan dan hasil akhirnya."
Sebagai korban pencatutan, dia menuntut adanya tindak lanjut yang serius dari KPU. "Saya telah mengajukan laporan resmi ke Bawaslu-KPU dan berharap KPU akan segera menindaklanjuti dengan menghapus data saya dari daftar pendukung calon independen tersebut. Lebih jauh lagi, saya mendorong KPU untuk memperketat prosedur verifikasi agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan," katanya.
Di sisi lain, dirinyaa juga mempertimbangkan untuk mengambil langkah hukum jika masalah ini tidak ditangani dengan baik.
"Pencatutan ini bukan hanya masalah administratif, tetapi juga merupakan pelanggaran terhadap hak privasi saya sebagai warga negara. Saya berharap pihak berwenang akan menanggapi masalah ini dengan serius dan memberikan sanksi yang tegas kepada mereka yang bertanggung jawab."
Dia juga mengajak seluruh warga negara untuk lebih waspada dan proaktif dalam melindungi data pribadi mereka. "Pencatutan data seperti yang saya alami dapat terjadi kepada siapa saja, dan hanya dengan kesadaran serta partisipasi aktif dari masyarakat, kita dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan data dalam proses pemilihan umum."
Sebelumnya, Anggota Bawaslu DKI Jakarta Benny Sabdo mengatakan bahwa apabila warga merasa dicatut dan tidak mendukung pasangan calon independen untuk melaporkan ke Bawaslu DKI.
Menurutnya, kemarin KPU DKI Jakarta menetapkan verifikasi persyaratan dukungan minimal Calon Gubernur/Wakil Gubernur independen dinyatakan memenuhi syarat.
"Andaikata ada masyarakat merasa dicatut namanya padahal tidak memberikan dukungan, silakan melapor kepada Bawaslu DKI Jakarta," ujar Benny saat dikonfirmasi, Jumat (16/8/2024).
Benny menambahkan bahwa warga harus membuat laporan resmi dengan datang ke Kantor Bawaslu DKI. "Laporan resmi, pelapor datang ke Bawaslu DKI. Nanti petugas kami akan melayani," katanya.
Lihat Juga: Bingkisan Doa dari Ratusan Anak Yatim untuk Ridwan Kamil-Siswono di Hari Terakhir Kampanye
Menurut Achmad Nur Hidayat, sebagai warga negara yang menjunjung tinggi prinsip demokrasi, dirinya percaya bahwa partisipasi dalam proses pemilihan umum merupakan hak yang harus dilindungi dan dihormati.
"Namun, baru-baru ini saya mengalami kejadian yang mengejutkan dan mengganggu. Nama dan Nomor Induk Kependudukan (NIK) saya tercatat sebagai pendukung salah satu pasangan calon kepala daerah independen, padahal saya tidak pernah memberikan dukungan atau mengenal tim sukses dari pasangan calon tersebut," ujarnya, Jumat (16/8/2024).
Menurut aktivis yang pernah menjadi Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) ini, kejadian tersebut menimbulkan berbagai pertanyaan dan kekhawatiran tentang kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam mencatat dan memverifikasi data pendukung calon independen.
"Pencatutan nama dan NIK tanpa sepengetahuan saya bukan hanya pelanggaran privasi, tetapi juga menunjukkan adanya celah dalam sistem verifikasi yang seharusnya menjamin akurasi dan keabsahan dukungan yang diberikan," katanya.
Pertama, kata dia, pencatutan ini menggarisbawahi lemahnya pengawasan dalam proses verifikasi data pendukung calon independen. KPU, sebagai lembaga yang dipercaya untuk mengelola dan menyelenggarakan pemilihan umum, harus mampu menjamin bahwa data yang digunakan adalah akurat dan sah.
"Kegagalan untuk melakukannya tidak hanya merugikan individu yang dicatut, tetapi juga mengancam integritas proses demokrasi itu sendiri."
Kedua, pencatutan nama dan NIK dirinya menunjukkan bahwa sistem verifikasi yang ada saat ini mungkin terlalu longgar dan mudah disalahgunakan.
"Hal ini membuka peluang bagi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk memanipulasi proses pemilihan dengan memasukkan data pendukung palsu. Jika tidak segera ditangani, hal ini dapat menurunkan kepercayaan publik terhadap proses pemilihan dan hasil akhirnya."
Sebagai korban pencatutan, dia menuntut adanya tindak lanjut yang serius dari KPU. "Saya telah mengajukan laporan resmi ke Bawaslu-KPU dan berharap KPU akan segera menindaklanjuti dengan menghapus data saya dari daftar pendukung calon independen tersebut. Lebih jauh lagi, saya mendorong KPU untuk memperketat prosedur verifikasi agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan," katanya.
Di sisi lain, dirinyaa juga mempertimbangkan untuk mengambil langkah hukum jika masalah ini tidak ditangani dengan baik.
"Pencatutan ini bukan hanya masalah administratif, tetapi juga merupakan pelanggaran terhadap hak privasi saya sebagai warga negara. Saya berharap pihak berwenang akan menanggapi masalah ini dengan serius dan memberikan sanksi yang tegas kepada mereka yang bertanggung jawab."
Dia juga mengajak seluruh warga negara untuk lebih waspada dan proaktif dalam melindungi data pribadi mereka. "Pencatutan data seperti yang saya alami dapat terjadi kepada siapa saja, dan hanya dengan kesadaran serta partisipasi aktif dari masyarakat, kita dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan data dalam proses pemilihan umum."
Sebelumnya, Anggota Bawaslu DKI Jakarta Benny Sabdo mengatakan bahwa apabila warga merasa dicatut dan tidak mendukung pasangan calon independen untuk melaporkan ke Bawaslu DKI.
Menurutnya, kemarin KPU DKI Jakarta menetapkan verifikasi persyaratan dukungan minimal Calon Gubernur/Wakil Gubernur independen dinyatakan memenuhi syarat.
"Andaikata ada masyarakat merasa dicatut namanya padahal tidak memberikan dukungan, silakan melapor kepada Bawaslu DKI Jakarta," ujar Benny saat dikonfirmasi, Jumat (16/8/2024).
Benny menambahkan bahwa warga harus membuat laporan resmi dengan datang ke Kantor Bawaslu DKI. "Laporan resmi, pelapor datang ke Bawaslu DKI. Nanti petugas kami akan melayani," katanya.
Lihat Juga: Bingkisan Doa dari Ratusan Anak Yatim untuk Ridwan Kamil-Siswono di Hari Terakhir Kampanye
(zik)