PWJ Kutuk Aksi Kekerasan Terhadap Jurnalis di Munajat 212
A
A
A
JAKARTA - Poros Wartawan Jakarta (PWJ) mengutuk keras tindakan dugaan kekerasan terhadap jurnalis yang terjadi dalam acara Munajat 212 semalam di Monas, Jakarta Pusat. Karena, perbuatan itu sebagai bentuk melawan hukum.
"Tindakan laskar FPI menghapus rekaman video maupun foto dari kamera jurnalis CNN Indonesia TV dan Detikcom adalah perbuatan melawan hukum," kata Ketua PWJ Tri Wibowo Santoso dalam keterangan tertulisnya, Jumat (22/2/2019).
Perbuatan itu, menurut dia, telah menghalangi profesi wartawan dalam meliput sebuah kegiatan. Hal ini secara tidak langsung telah melanggar hak publik dalam mendapat informasi.
"Pasal 8 Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers jelas menyatakan, dalam menjalankan profesinya jurnalis mendapat perlindungan hukum. Para pelaku dapat dijerat pidana yang merujuk pada KUHP, serta Pasal 18 UU Pers, dengan ancaman dua tahun penjara atau denda Rp500 juta," kata Bowo.
Maka itu, dia meminta, agar kepolisian menindaklanjuti kasus tersebut. Karena, kata dia, itu merupakan bentuk perlawanan hukum.
"Mendesak Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk memerintahkan jajarannya dalam hal ini Kepolisian Daerah Metro Jaya untuk menangkap pelaku dan diproses hukum dengan hukuman seberat-beratnya agar ada efek jera," terang Bowo.
Dia mengimbau, agar masyarakat tidak melakukan intimidasi maupun persekusi terhadap jurnalis.
"Mengimbau masyarakat dan kelompok masyarakat serta lembaga agar tidak melakukan persekusi dan kekerasan terhadap jurnalis yang sedang melakukan liputan," imbuhnya.
Sekadar diketahui, sejumlah awak media diintimidasi saat merekam kericuhan yang diduga karena adanya seorang copet di dekat pintu masuk VIP menuju panggung acara Munajat 212.
Saat para jurnalis merekam kericuhan, sejumlah masa yang mengenakan seragam Laskar Pembela Islam (LPI) itu langsung meminta para wartawan untuk tidak merekam. Bahkan mereka tak segan untuk mengambil telepon genggam wartawan dan camera tv untuk menghapus langsung video tersebut.
"Tindakan laskar FPI menghapus rekaman video maupun foto dari kamera jurnalis CNN Indonesia TV dan Detikcom adalah perbuatan melawan hukum," kata Ketua PWJ Tri Wibowo Santoso dalam keterangan tertulisnya, Jumat (22/2/2019).
Perbuatan itu, menurut dia, telah menghalangi profesi wartawan dalam meliput sebuah kegiatan. Hal ini secara tidak langsung telah melanggar hak publik dalam mendapat informasi.
"Pasal 8 Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers jelas menyatakan, dalam menjalankan profesinya jurnalis mendapat perlindungan hukum. Para pelaku dapat dijerat pidana yang merujuk pada KUHP, serta Pasal 18 UU Pers, dengan ancaman dua tahun penjara atau denda Rp500 juta," kata Bowo.
Maka itu, dia meminta, agar kepolisian menindaklanjuti kasus tersebut. Karena, kata dia, itu merupakan bentuk perlawanan hukum.
"Mendesak Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk memerintahkan jajarannya dalam hal ini Kepolisian Daerah Metro Jaya untuk menangkap pelaku dan diproses hukum dengan hukuman seberat-beratnya agar ada efek jera," terang Bowo.
Dia mengimbau, agar masyarakat tidak melakukan intimidasi maupun persekusi terhadap jurnalis.
"Mengimbau masyarakat dan kelompok masyarakat serta lembaga agar tidak melakukan persekusi dan kekerasan terhadap jurnalis yang sedang melakukan liputan," imbuhnya.
Sekadar diketahui, sejumlah awak media diintimidasi saat merekam kericuhan yang diduga karena adanya seorang copet di dekat pintu masuk VIP menuju panggung acara Munajat 212.
Saat para jurnalis merekam kericuhan, sejumlah masa yang mengenakan seragam Laskar Pembela Islam (LPI) itu langsung meminta para wartawan untuk tidak merekam. Bahkan mereka tak segan untuk mengambil telepon genggam wartawan dan camera tv untuk menghapus langsung video tersebut.
(mhd)