Kenaikan Harga Makanan pada Maret Picu Inflasi Jakarta
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kenaikan harga makanan pada awal Ramadan atau bulan Maret memicu kenaikan inflasi. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi Jakarta pada Maret 2024 mencapai 0,37 persen.
Meski demikian, inflasi di bulan itu jauh lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 0,45 persen.
Kepala Kantor Bank Indonesia perwakilan Jakarta Arlyana Abubakar menuturkan naiknya inflasi di Jakarta bersumber dari kelompok makanan, minuman, dan tembakau.
Lalu, kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya. Sementara, kelompok rekreasi, olahraga, dan budaya serta kelompok transportasi menopang rendahnya inflasi.
“Secara tahunan, Jakarta mengalami inflasi sebesar 2,18% (yoy), masih terkendali dalam sasaran 2,5±1%, meskipun sedikit meningkat dibandingkan bulan sebelumnya (2,12%, yoy). Inflasi tersebut juga lebih rendah dari nasional (3,05%, yoy),” ujar Arlyana, Senin (1/4/2024).
Dia memaparkan kelompok rekreasi, olahraga, dan budaya mengalami deflasi sebesar 0,34% (mtm), lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya yang mencatat inflasi 0,09% (mtm) sejalan dengan menurunnya harga komoditas perlengkapan sekolah yaitu tas.
Sementara, kelompok transportasi tercatat deflasi sebesar 0,01% (mtm), juga lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya yang mencatat inflasi 0,72% (mtm).
“Deflasi pada kelompok transportasi terutama bersumber dari penurunan tarif angkutan udara sejalan dengan penurunan harga avtur dan adanya kebijakan tarif batas (TBA) jelang arus mudik Lebaran 2024,” ucapnya.
Untuk kelompok makanan, minuman, dan tembakau mengalami inflasi sebesar 1,33% (mtm), lebih tinggi dibandingkan inflasi pada bulan sebelumnya (1,24%; mtm).
“Inflasi pada kelompok tersebut terutama didorong meningkatnya harga beras, daging ayam ras, dan telur ayam ras. Kenaikan harga beras disebabkan tingginya biaya produksi, penurunan produktivitas, dan mundurnya masa panen sebagai dampak lanjutan El Nino,” katanya.
Kenaikan harga daging ayam ras dan telur ayam ras didorong tingginya harga pakan, meningkatnya permintaan saat bulan Ramadan dan menjelang Hari Raya Idulfitri, serta menurunnya pasokan telur ayam karena masa peremajaan (afkir) pada beberapa wilayah sentra produksi.
Di sisi lain, penurunan harga cabai merah menjadi penahan meningkatnya inflasi pada kelompok ini seiring meningkatnya pasokan di daerah sentra produksi.
Kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya juga mengalami inflasi sebesar 0,73% (mtm), lebih tinggi dibandingkan inflasi pada bulan sebelumnya (0,47% mtm) yang didorong meningkatnya harga emas perhiasan sejalan meningkatnya harga emas global.
“Kelompok pendidikan juga mengalami inflasi yang lebih tinggi dari 0,00% (mtm) menjadi 0,51% (mtm) yang didorong meningkatnya tarif bimbingan belajar,” ucap Arlyana.
Meski demikian, realisasi inflasi DKI yang masih terkendali tidak terlepas dari hasil sinergi Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi DKI Jakarta yang semakin kuat.
Selama Maret 2024, TPID DKI telah melakukan berbagai kegiatan dalam rangka pengendalian inflasi antara lain High Level Meeting TPID jelang HBKN dan Idulfitri 2024, kegiatan pasar murah dan sembako murah, kerja sama antar daerah (KAD) melalui panen padi bersama untuk mendukung penguatan pasokan beras di Jakarta.
Kemudian, penguatan komunikasi dengan program Belanja Bijak melalui berbagai kanal seperti dialog bersama Hebitren dan sosialisasi secara masif melalui iklan layanan masyarakat serta rapat koordinasi TPID mingguan dalam rangka pemantauan stok dan harga.
“Ke depan, sinergi TPID DKI akan terus diperkuat untuk memastikan strategi 4K (Ketersediaan Pasokan, Keterjangkauan Harga, Kelancaran Distribusi dan Komunikasi Efektif) dapat berjalan baik dan efektif, utamanya melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP). Dengan berbagai upaya sinergi dan kolaborasi tersebut, inflasi Jakarta diharapkan dapat tetap terkendali dalam sasaran yang lebih rendah yaitu 2,5±1% pada tahun 2024,” ujar Arlyana.
Meski demikian, inflasi di bulan itu jauh lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 0,45 persen.
Kepala Kantor Bank Indonesia perwakilan Jakarta Arlyana Abubakar menuturkan naiknya inflasi di Jakarta bersumber dari kelompok makanan, minuman, dan tembakau.
Lalu, kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya. Sementara, kelompok rekreasi, olahraga, dan budaya serta kelompok transportasi menopang rendahnya inflasi.
“Secara tahunan, Jakarta mengalami inflasi sebesar 2,18% (yoy), masih terkendali dalam sasaran 2,5±1%, meskipun sedikit meningkat dibandingkan bulan sebelumnya (2,12%, yoy). Inflasi tersebut juga lebih rendah dari nasional (3,05%, yoy),” ujar Arlyana, Senin (1/4/2024).
Dia memaparkan kelompok rekreasi, olahraga, dan budaya mengalami deflasi sebesar 0,34% (mtm), lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya yang mencatat inflasi 0,09% (mtm) sejalan dengan menurunnya harga komoditas perlengkapan sekolah yaitu tas.
Sementara, kelompok transportasi tercatat deflasi sebesar 0,01% (mtm), juga lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya yang mencatat inflasi 0,72% (mtm).
“Deflasi pada kelompok transportasi terutama bersumber dari penurunan tarif angkutan udara sejalan dengan penurunan harga avtur dan adanya kebijakan tarif batas (TBA) jelang arus mudik Lebaran 2024,” ucapnya.
Untuk kelompok makanan, minuman, dan tembakau mengalami inflasi sebesar 1,33% (mtm), lebih tinggi dibandingkan inflasi pada bulan sebelumnya (1,24%; mtm).
“Inflasi pada kelompok tersebut terutama didorong meningkatnya harga beras, daging ayam ras, dan telur ayam ras. Kenaikan harga beras disebabkan tingginya biaya produksi, penurunan produktivitas, dan mundurnya masa panen sebagai dampak lanjutan El Nino,” katanya.
Kenaikan harga daging ayam ras dan telur ayam ras didorong tingginya harga pakan, meningkatnya permintaan saat bulan Ramadan dan menjelang Hari Raya Idulfitri, serta menurunnya pasokan telur ayam karena masa peremajaan (afkir) pada beberapa wilayah sentra produksi.
Di sisi lain, penurunan harga cabai merah menjadi penahan meningkatnya inflasi pada kelompok ini seiring meningkatnya pasokan di daerah sentra produksi.
Kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya juga mengalami inflasi sebesar 0,73% (mtm), lebih tinggi dibandingkan inflasi pada bulan sebelumnya (0,47% mtm) yang didorong meningkatnya harga emas perhiasan sejalan meningkatnya harga emas global.
“Kelompok pendidikan juga mengalami inflasi yang lebih tinggi dari 0,00% (mtm) menjadi 0,51% (mtm) yang didorong meningkatnya tarif bimbingan belajar,” ucap Arlyana.
Meski demikian, realisasi inflasi DKI yang masih terkendali tidak terlepas dari hasil sinergi Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi DKI Jakarta yang semakin kuat.
Selama Maret 2024, TPID DKI telah melakukan berbagai kegiatan dalam rangka pengendalian inflasi antara lain High Level Meeting TPID jelang HBKN dan Idulfitri 2024, kegiatan pasar murah dan sembako murah, kerja sama antar daerah (KAD) melalui panen padi bersama untuk mendukung penguatan pasokan beras di Jakarta.
Kemudian, penguatan komunikasi dengan program Belanja Bijak melalui berbagai kanal seperti dialog bersama Hebitren dan sosialisasi secara masif melalui iklan layanan masyarakat serta rapat koordinasi TPID mingguan dalam rangka pemantauan stok dan harga.
“Ke depan, sinergi TPID DKI akan terus diperkuat untuk memastikan strategi 4K (Ketersediaan Pasokan, Keterjangkauan Harga, Kelancaran Distribusi dan Komunikasi Efektif) dapat berjalan baik dan efektif, utamanya melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP). Dengan berbagai upaya sinergi dan kolaborasi tersebut, inflasi Jakarta diharapkan dapat tetap terkendali dalam sasaran yang lebih rendah yaitu 2,5±1% pada tahun 2024,” ujar Arlyana.
(jon)