Salah Fatal! 73% Orang Tua Mendisiplinkan Anak dengan Kekerasan
A
A
A
JAKARTA - Semua pihak diajak semakin sadar dan mengambil langkah-langkah mengusung penghapusan kekerasan terhadap anak. Kekerasan terhadap anak diyakini bisa dihapus dengan komitmen bersama semua elemen bangsa.
Wahana Visi Indonesia (WVI), Qlue, Universitas Bina Nusantara (Binus), dan Do Something Indonesia, telah bersinergi untuk mengkampanyekan penghapusan kekerasan terhadap anak (PKTA) melalui teknologi digital maupun online. Kampanye kali ini diadakan di Kampus Binus, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Sabtu (30/6/2018).
Koordinator Perlindungan Anak WVI, Emmy Lucy, mengatakan, berdasarkan Global Report 2017 Ending Violence in Childhood, tercatat 73,7% anak di lndonesia berusia 1-14 tahun mengalami pendisiplinan dengan kekerasan di rumah mereka, dan 50% anak berusia 13-15 tahun mengalami perundungan (bullying) di sekolah. Angka ini tentu masih sangat memprihatinkan.
"Kekerasan terhadap anak bisa dihapuskan. Sebagai lembaga yang fokus pada kesejahteraan anak, kami melihat ini bukan hanya tugas pemerintah ataupun orang tua, tapi ini tugas kita semua untuk menghapuskan kekerasan terhadap anak," ujarnya kepada wartawan di Kampus Binus Kebon Jeruk.
Penghapusan kekerasan terhadap anak bisa dimulai dari orang tua. Caranya, misalnya dengan mengubah metode tindak pendisiplinan terhadap anak, baik di rumah maupun sekolah. "Tak usah dengan kekerasan, tapi dengan konsekuensi logis. Contoh, anak berantakin mainan, dia diberi hukumannya dengan membereskan mainannya lagi," tuturnya.
Sementara itu, Head of Communication Department Binus University, Maria Anggia, mengungkapkan, berdasarkan data Global Report 2017 Ending Violence in Childhood, terdapat 22.109 kasus perlindungan anak di Indonesia pada rentang waktu 2012-2016.
Anak-anak mengalami kekerasan di berbagai tempat, seperti rumah, dalam keluarga, sekolah hingga lingkungan tempat tinggal. Kekerasan yang dialami oleh anak juga bewariasi, seperti pukulan, perundungan (bullying), pendisiplinan dengan kekerasan, kekerasan seksual, hingga terbunuh.
"Dampak yang ditimbulkan bukan hanya merugikan anak-anak saat ini, tapi juga di masa yang akan datang. Sebagai lembaga pendidikan, Binus University mendukung komitmen pemerintah melalui kolaborasi dengan berbagai pihak untuk menghapuskan segala bentuk kekerasan kepada anak," tandasnya.
Adapun Community Lead Qlue, lbrahim, memaparkan, kolaborasi ini terjadi sebagai bentuk komitmen dari masing-masing pihak dalam mendukung upaya pemerintah Indonesia menghapuskan kekerasan terhadap anak.
Sejak tahun 2016 lndonesia menyatakan diri sebagai salah satu negara pelopor penghapusan kekerasan terhadap anak, bersama dengan 3 negara lain, yaitu Tanzania, Swedia, dan Meksiko.
"Berbasis aplikasi Qlue, salah satu kegiatan yang kami lakukan bersama itu mengedukasi masyarakat untuk dapat melakukan pelaporan melalui label survey issue apabila mengetahui kejadian kekerasan terhadap anak yang tinggal dan berada dl jalanan," jelasnya.
Dia mengungkapkan, laporan yang terkumpul itu akan dijadikan peta persebaran permasalahan kekerasan terhadap anak di DKI Jakarta untuk mengetahui persebaran kejadian kekerasan terhadap anak di Jakarta,” ucapnya.
Sejalan dengan itu, Senior Program Specialist Do Something Indonesia yang bergerak di bawah naungan Yayasan Cinta Anak Bangsa (YCAB), Demas Ryan, menjabarkan, pelaksanaan XY Generation Inspirational Talk itu merupakan inisiasi untuk membangun kesadaran bersama untuk PKTA.
Pasalnya, remaja usia 14-18 tahun seringkali tidak sadar kalau mereka juga merupakan kelompok anak. Mereka juga banyak mengalami kekerasan fisik ataupun mental yang dilakukan oleh orang dewasa maupun teman sebaya.
Melalui kampanye PKTA ini, Do Something Indonesia sebagai platform online anak muda mengajak masyarakat untuk peduli terhadap lingkungannya dan juga berani membawa perubahan.
"Kita perlu membangun generasi yang bebas dari tindak kekerasan agar mereka bisa berkarya sebagai penerus bangsa," pungkasnya.
Wahana Visi Indonesia (WVI), Qlue, Universitas Bina Nusantara (Binus), dan Do Something Indonesia, telah bersinergi untuk mengkampanyekan penghapusan kekerasan terhadap anak (PKTA) melalui teknologi digital maupun online. Kampanye kali ini diadakan di Kampus Binus, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Sabtu (30/6/2018).
Koordinator Perlindungan Anak WVI, Emmy Lucy, mengatakan, berdasarkan Global Report 2017 Ending Violence in Childhood, tercatat 73,7% anak di lndonesia berusia 1-14 tahun mengalami pendisiplinan dengan kekerasan di rumah mereka, dan 50% anak berusia 13-15 tahun mengalami perundungan (bullying) di sekolah. Angka ini tentu masih sangat memprihatinkan.
"Kekerasan terhadap anak bisa dihapuskan. Sebagai lembaga yang fokus pada kesejahteraan anak, kami melihat ini bukan hanya tugas pemerintah ataupun orang tua, tapi ini tugas kita semua untuk menghapuskan kekerasan terhadap anak," ujarnya kepada wartawan di Kampus Binus Kebon Jeruk.
Penghapusan kekerasan terhadap anak bisa dimulai dari orang tua. Caranya, misalnya dengan mengubah metode tindak pendisiplinan terhadap anak, baik di rumah maupun sekolah. "Tak usah dengan kekerasan, tapi dengan konsekuensi logis. Contoh, anak berantakin mainan, dia diberi hukumannya dengan membereskan mainannya lagi," tuturnya.
Sementara itu, Head of Communication Department Binus University, Maria Anggia, mengungkapkan, berdasarkan data Global Report 2017 Ending Violence in Childhood, terdapat 22.109 kasus perlindungan anak di Indonesia pada rentang waktu 2012-2016.
Anak-anak mengalami kekerasan di berbagai tempat, seperti rumah, dalam keluarga, sekolah hingga lingkungan tempat tinggal. Kekerasan yang dialami oleh anak juga bewariasi, seperti pukulan, perundungan (bullying), pendisiplinan dengan kekerasan, kekerasan seksual, hingga terbunuh.
"Dampak yang ditimbulkan bukan hanya merugikan anak-anak saat ini, tapi juga di masa yang akan datang. Sebagai lembaga pendidikan, Binus University mendukung komitmen pemerintah melalui kolaborasi dengan berbagai pihak untuk menghapuskan segala bentuk kekerasan kepada anak," tandasnya.
Adapun Community Lead Qlue, lbrahim, memaparkan, kolaborasi ini terjadi sebagai bentuk komitmen dari masing-masing pihak dalam mendukung upaya pemerintah Indonesia menghapuskan kekerasan terhadap anak.
Sejak tahun 2016 lndonesia menyatakan diri sebagai salah satu negara pelopor penghapusan kekerasan terhadap anak, bersama dengan 3 negara lain, yaitu Tanzania, Swedia, dan Meksiko.
"Berbasis aplikasi Qlue, salah satu kegiatan yang kami lakukan bersama itu mengedukasi masyarakat untuk dapat melakukan pelaporan melalui label survey issue apabila mengetahui kejadian kekerasan terhadap anak yang tinggal dan berada dl jalanan," jelasnya.
Dia mengungkapkan, laporan yang terkumpul itu akan dijadikan peta persebaran permasalahan kekerasan terhadap anak di DKI Jakarta untuk mengetahui persebaran kejadian kekerasan terhadap anak di Jakarta,” ucapnya.
Sejalan dengan itu, Senior Program Specialist Do Something Indonesia yang bergerak di bawah naungan Yayasan Cinta Anak Bangsa (YCAB), Demas Ryan, menjabarkan, pelaksanaan XY Generation Inspirational Talk itu merupakan inisiasi untuk membangun kesadaran bersama untuk PKTA.
Pasalnya, remaja usia 14-18 tahun seringkali tidak sadar kalau mereka juga merupakan kelompok anak. Mereka juga banyak mengalami kekerasan fisik ataupun mental yang dilakukan oleh orang dewasa maupun teman sebaya.
Melalui kampanye PKTA ini, Do Something Indonesia sebagai platform online anak muda mengajak masyarakat untuk peduli terhadap lingkungannya dan juga berani membawa perubahan.
"Kita perlu membangun generasi yang bebas dari tindak kekerasan agar mereka bisa berkarya sebagai penerus bangsa," pungkasnya.
(thm)